Hadits Palsu Tentang Menuntut Ilmu Ke Negeri China

Senin, 02 Juni 2014



عن أنس بن مالك ، قال : قال رسول الله : اطْلُبُوا الْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّينِ

Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda: “Tuntutlah ilmu walaupun (sampai ke negeri) China”.

Hadits ini dikeluarkan oleh Imam al-‘Uqaili dalam “adh-Dhu’afaa’” (2/230), Ibnu ‘Adi dalam “al-Kamil fidh dhu’afaa’” (4/118), Abu Nu’aim al-Ashbahani dalam “Tarikh Ashbahan” (2/106), al-Baihaqi dalam “al-Madkhal ilas sunanil kubra” (1/244) dan “Syu’abul iman” (no. 1612), al-Khathib al-Bagdadi dalam “Tarikh Bagdad” (9/363), Ibnu ‘Abdil Barr dalam “Jaami’u bayaanil ‘ilmi wa fadhlih” (1/14-15) dan Ibnul Jauzi dalam “al-Maudhuu’aat” (1/215), dengan sanad mereka semua dari jalur Abu ‘Atikah Tharif bin Sulaiman, dari Anas bin Malik, dari Rasulullah .
Hadits ini adalah hadits yang palsu dan batil (rusak), karena rawi yang bernama Abu ‘Atikah Tharif bin Sulaiman adalah rawi yang disepakati kelemahannya, bahkan sebagian dari para Ulama ahli hadits menyifatinya sebagai pemalsu hadits Rasulullah .

Imam al-Bukhari dan Abu Hatim ar-Razi menyatakan bahwa hadits riwayatnya sangat lemah[1]. Imam as-Sulaimani menyatakan bahwa rawi ini dikenal sebagai pemalsu hadits[2].
Imam al-‘Uqaili berkata: “Dia ditinggalkan (riwayat) haditsnya (karena kelemahannya yang fatal)”[3].
Imam Ibnu Hibban berkata: “Hadits (riwayat)nya sangat mungkar (karena kelemahannya yang fatal)[4].
Para ulama ahli hadits telah menegaskan bahwa hadits ini adalah hadits palsu atau minimal sangat lemah.
Imam al-Bazzar berkata: “Hadits ini tidak ada asalnya (palsu)”[5].
Imam Ibnu Hibban berkata: “Hadits ini batil (palsu) dan tidak ada asal-usulnya”[6].
Demikian pula para Imam lainnya menghukumi hadits ini sebagai hadits palsu atau sangat lemah, seperti al-‘Uqali, Ibnu ‘Adi, al-Baihaqi[7], as-Sakhawi[8], asy-Syaukani[9] dan al-Albani[10].
Hadits yang semakna juga diriwayatkan dari jalur lain dari Anas bin Malik . Dikeluarkan oleh Imam Ibnu ‘Abdil Barr dalam “Jaami’u bayaanil ‘ilmi wa fadhlih” (1/21). Tapi hadits ini juga palsu, karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim al-‘Asqalani, Imam adz-Dzahabi berkata tentangnya: “(Dia adalah) pendusta”[11].
Juga diriwayatkan dari shahabat lain, Abu Hurairah , dikeluarkan oleh Imam Ibnu ‘Adi dalam “al-Kamil fidh dhu’afaa’” (4/177). Hadits ini juga palsu, karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Ahmad bin Abdillah al-Juwaibari, Imam an-Nasa-i dan ad-Daraquthni berkata tentangnya: “(Dia adalah) pendusta”[12]. Imam Ibnu ‘Adi menyifatinya sebagai pemalsu hadits[13].
Imam Ibnu ‘Adi berkata, setelah membawakan hadits ini: “Hadits ini dengan sanad ini adalah batil (palsu)”[14].
Kesimpulannya, Hadits ini adalah hadits palsu atau minimal sangat lemah dari semua jalur periwayatannya. Imam al-Baihaqi berkata: “Hadits ini diriwayatkan dari berbagai jalur dan semuanya lemah”[15]. Demikian pula Syaikh al-Albani menyatakan bahwa hadits ini palsu dan batil dari semua jalur periwayatannya[16].
Kemudian, dari segi makna, hadits ini juga mengandung makna yang patut dipertanyakan. Karena negeri China bukanlah negeri yang dikenal sebagai negeri Islam dan tempat menuntut ilmu agama. Kalaupun ada ilmu di sana, maka hanyalah ilmu-ilmu dunia yang tidak mungkin diperintahkan dan diwajibkan untuk menuntutnya dengan bersuasah payah dan menempuh perjalanan jauh, seperti yang disebutkan dalam hadits ini[17].
Pada asalnya, ilmu yang diperintahkan untuk dituntut dalam Islam dan ditekankan kewajibannya adalah ilmu agama, yaitu ilmu tentang petunjuk Allah dan petunjuk Rasul-Nya untuk memperbaiki iman dan ibadah kepada Allah . Inilah ilmu yang dipuji dan diperintahkan dalam Islam[18].
Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah akan menjadikannya paham tentang agama Islam”[19].
Juga sabda beliau : “Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan uang emas atau uang perak, tapi yang mereka wariskan hanyalah ilmu (agama Islam), maka barangsiapa yang mengambil (warisan tersebut) berarti sungguh dia telah mengambil bagian yang sempurna”[20].
Kedua hadits ini menunjukkan bahwa ilmu yang diperintahkan untuk dipelajari dan menjadi rujukan dalam Islam, pada asalnya, adalah ilmu agama yang bersumber dari wahyu Allah dan dibawa oleh Rasulullah .
Adapun ilmu-ilmu dunia, maka kedudukan dan hukumnya mengikuti apa yang dijelaskan dalam ilmu agama. Artinya ilmu-ilmu tersebut dianjurkan atau diperintahkan untuk dipelajari jika digunakan untuk kebaikan dan hal-hal yang bermanfaat bagi kaum muslimin, tapi sebaliknya, jika tidak demikian, maka ilmu-ilmu tersebut dilarang dalam Islam.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

 [1] Kitab “Tahdziibut tahdziib” (12/158).
[2] Ibid.
[3] Kitab “adh-Dhu’afaa’” (2/230).
[4] Kitab “al-Majruuhiin” (1/382).
[5] Kitab “Musnad al-Bazzar” (1/175).
[6] Dinukil oleh Imam Ibnul Jauzi dalam kitab “al-Mauduu’aat” (1/216).
[7] Dalam kitab-kitab mereka di atas.
[8] Kitab “al-Maqaashidul hasanah” (hal. 121).
[9] Kitab “al-Fawaa’idul majmuu’ah” (hal. 272).
[10] Kitab “Silsilatul ahaadiitsidh dha’iifati wal maudhuu’ah” (1/600, no. 416).
[11] Kitab “Miizaanul i’tidaal” (4/449).
[12] Dinukil oleh Imam Ibnu Hajar dalam kitab “Lisaanul miizaan” (1/193).
[13] Kitab “al-Kaamil fidh dhu’afaa’” (1/177).
[14] Ibid.
[15] Kitab “Syu’abul iman” (4/174).
[16] Kitab “Silsilatul ahaadiitsidh dha’iifati wal maudhuu’ah” (1/604).
[17] Lihat penjelasan makna hadits ini dalam kitab “Faidhul Qadiir” (1/542).
[18] Lihat penjelasan Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin dalam kitab “al-‘Ilmu” (hal. 9).
[19] HSR al-Bukhari (no. 71) dan Muslim (no. 1037).
[20] HR Abu Dawud (no. 3641), at-Tirmidzi (no. 2682) dan Ibnu Majah (no. 223), dinyatakan shahih oleh Imam Ibnu Hibban (no. 88) dan Syaikh al-Albani.

http://manisnyaiman.com/hadits-palsu-tentang-menuntut-ilmu-ke-negeri-china/