Para
ulama berbeda pendapat tentang jarak safar yang dibolehkan untuk mengqashar
shalat, dalam tiga pendapat:
Pertama,
jarak qashar adalah 48 mil,
atau setara dengan 85 kilometer. lni adalah
pendapat lbnu Umar, Ibnu Abbas, al-Hasan al-Bashri dan az-Zuhri. lni juga
madzhab Malik, al-Laits, asy-Syafi'i, Ahmad, Ishaq dan Abu Tsaur[1]. Hujjah
mereka adalah sebagai berikut:
1.
Riwayat
marfu' dari Ibnu Abbas, "Wahai penduduk Mekah, janganlah mengqashar shalat
pada jarak safar yang kurang dari empat burud[2] ,
yaitu dari Mekah ke 'Usfan[3].
Namun hadits ini munkar, tidak shahih.
2.
Telah
diriwayatkan secara shahih, "Bahwa Ibnu Umar dan lbnu Abbas radhiallahu
'anhu , mengqashar dan berbuka puasa pada jarak empat burud[4]. Yaitu, sekitar
enam belas farsakh.
3.
Perjalanan
sejauh empat burud menyebabkan kesulitan ataupun kesusahan dalam safar,
maka dibolehkan mengqashar shalat pada jarak tersebut sebagaimana dibolehkan
pada jarak tiga burud. Namun, tidak boleh kurang dari itu.
Kedua,
jarak qashar adalah
perjalanan tiga hari tiga malam dengan unta.
lni adalah pendapat lbnu Mas'ud, Suwaid bin Ghaflah, asy-Sya'bi, an-Nakha'i,
ats-Tsauri, dan ini juga madzhab Abu Hanifah[5].
Hujjah mereka adalah:
1.
Hadits Ibnu Umar, dari Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam , beliau bersabda:
"Janganlah
seorang wanita bepergian selama tiga hari kecuali disertai oleh mahramnya.[6]"
2.
Hadits Ali bin Abu Thalib-tentang mengusap khuf, "Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam menjadikan
tiga hari tiga malam bagi musafir, dan menjadikan sehari semalam bagi orang
yang bermukim[7]."509
Mereka
mengatakan, hukum musafir pada dua hadits di atas dikaitkan dengan orang yang
melakukan perjalanan tiga hari. Oleh karena itu, tidak boleh mengqashar shalat
dalam perjalanan kurang dari itu.
3.
Sebagaimana yang dipahami bahwa tiga adalah bilangan banyak yang paling
minimal, dan bilangan sedikit yang paling maksimal. Tidak boleh mengqashar
shalat pada safar yang pendek. Maka, bilangan banyak yang paling minimal-yaitu
tiga hari-wajib menjadi batasannya.
Ketiga,
qashar tidak memiliki jarak
tertentu. Bahkan ia boleh mengqashar pada setiap perjalanan yang bisa disebut
sebagai "safar". ini adalah madzhab Zhahiriyah,
dan pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya, Ibnu
al-Qayyim[8]. Hujjah
mereka adalah sebagai berikut:
Firman
Allah Subhana Wata'ala : "Dan
apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa
kamu menqashar shalat(mu) ... "(an-Nisa': 101)
Zhahir
ayat menunjukkan bahwa qashar berlaku untuk setiap orang yang melakukan
perjalanan tanpa batasan jarak tertentu.
Nabi
Sallallahu 'alaihi wasallam tidak membatasi qashar dengan batasan waktu dan
tempat, bahkan Syari' (Allah dan Rasul-Nya) mengaitkan
hukum qashar dengan safar secara mutlak. Maka, tidak boleh
membedakan satu jenis safar dengan safar lainnya. Bahkan wajib memutlakkan apa yang dimutlakkan oleh Syari',
dan membatasi apa yang dibatasi oleh Syari'. Penentuan jarak qashar bagi
musafir harus diputuskan dengan dalil, tidak boleh diputuskan dengan pendapat
semata.
Telah
diriwayatkan secara shahih bahwa Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam mengqashar shalat dalam perjalanan yang
kurang dari batas-batas yang ditentukan tadi:
a.
Diriwayatkan
dari Anas bin Malik, ia mengatakan, "Apabila Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam melakukan
perjalanan sejauh tiga mil atau tiga farsakh, beliau shalat dua rakaat[9]."
Hadits ini menunjukkan dengan tegas bahwa shalat qashar berkaitan dengan safar
secara mutlak, walaupun perjalanannya hanya sejauh tiga mil atau tiga farsakh.
al-Hafizh mengatakan, "lni adalah hadits paling shahih dan paling tegas
yang menjelaskan tentang hal itu."
Jumhur
menjawabnya, bahwa ini dibawakan pada jarak
dimana qashar dimulai, bukan batas safar. Al-Hafizh berkata, "Tidak
samar lagi bahwa takwil ini terlampau jauh. Ditambah lagi bahwa al-Baihaqi
menyebutkan dalam riwayatnya dari jalur ini bahwa Yahya bin Zaid-yang
meriwayatkannya dari Anas berkata, 'Aku bertanya kepada Anas tentang menqashar
shalat, saat aku keluar menuju Kufah, yakni dari Bashrah: Apakah aku shalat dua
rakaat dua rakaat hingga aku keluar? Maka Anas menyebutkan hadits
tersebut."
Jelaslah
bahwa ia bertanya tentang bolehnya mengqashar pada saat safar, bukan tentang
tempat dimana ia mulai mengqashar."
b.
Diriwayatkan
dari Anas, ia berkata, "Aku shalat Zhuhur bersama Nabi Sallallahu 'alaihi
wasallam di Madinah empat rakaat, dan
shalat Ashar di Dzul Hulaifah dua rakaat[10]."
Jarak antara keduanya tiga mil.
c.
Telah
diriwayatkan secara shahih dari keduanya (lbnu Umar dan lbnu Abbas) yang
menyelisihi pembatasan ini dengan sanad-sanad shahih. Demikian juga
sahabat-sahabat yang lain menyelisihi keduanya.
d.
Seandainya
tidak ada riwayat yang shahih kecuali riwayat yang dipakai oleh jumhur, dan
tidak ada yang menyelisihi keduanya, maka hadits tersebut tetap tidak dapat
dijadikan sebagai hujjah. Karena hal itu bertentangan dengan hadits shahih dari
Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam yang telah lalu.
Adapun
hadits yang menyebutkan: "Janganlah seorang wanita bersafar selama tiga
hari. .. " di dalamnya tidak disebutkan bahwa batasan safar adalah
tiga hari. Namun di dalamnya hanya disebutkan bahwa wanita tidak boleh
melakukan perjalanan khusus ini (yakni selama tiga hari) dengan tanpa mahram.
Diriwayatkan dengan shahih dari Abu Hurairah secara marfu': "Tidak
halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian
melakukan perjalanan sejarak sehari semalam tanpa
disertai
mahram.[11]
Tidak
ada sedikit pun dari hadits ini menunjukkan batasan safar.
Pendapat
yang Rajih: Pendapat yang rajih adalah pendapat yang ketiga, yaitu
mengqashar pada setiap perjalanan yang disebut sebagai "safar", baik
safar itu pendek maupun panjang, karena tidak ada batasan safar menurut bahasa
Arab. Jadi, hal ini dikembalikan kepada kebiasaan manusia. Hal ini berbeda-beda
menurut perubahan zaman, karena terjadi perkembangan pesat di bidang alat-alat
transportasi.
Kaidahnya:
Jika seseorang berkata: Aku akan bersafar ke negeri fulan-bukan aku pergi. Dan
dia menyiapkan untuk perjalanan tersebut seperti orang yang akan safar,
misalnya mempersiapkan bekal dan sejenisnya. Wallahu'alam.
[1]
Al-Qawanin
(100), ad-Dasuqi (I/358), al-Majmu' (IV/322), al-Hawi
(II/361), al-Mughni (II/90) dan Kasyaf al-Qanna' (1/504)
[2] Al-Burud adalah
bentuk jamak dari barid, yaitu jarak empat farsakh. al-Farsakh adalah
tiga mil, dan satu mil sekira 1,8 kilometer.
[3] Munkar,
diriwayatkan oleh ad-DaruqUthni (148), dan al-Baihaqi (III/137) Silakan lihat al-Irwa'
(565)
[4] Shahih,
diriwayatkan secara muallaq oleh al-Bukhari (111659 -Fath al-Bari), dan
secara maushul oleh al-Baihaqi (III/137) Silakan lihat al-Irwa' (568)
[5] Ibnu
'Abidin (111122), al-Hidayah (1/80), Nail al-Authar (111/246)
dan Bidayah alMujtahid (1/43)
[8] Al-Muhalla (V/10),
Majmu' al-Fatawa (XXIV/12-35), Zad al-Ma'ad dan Fath al-Bari (Il/660)
dan al-Mughni (Il/44)
[11]
Shahih,
diriwayatkan oleh al-Bukhari (I 088) dan Muslim (1939)