Batasan Safar -Jarak Tempuh untuk Mengqashar Shalat

Selasa, 17 Juni 2014

Para ulama berbeda pendapat tentang jarak safar yang dibolehkan untuk mengqashar shalat, dalam tiga pendapat:

Pertama, jarak qashar adalah 48 mil, atau setara dengan 85 kilometer. lni adalah pendapat lbnu Umar, Ibnu Abbas, al-Hasan al-Bashri dan az-Zuhri. lni juga madzhab Malik, al-Laits, asy-Syafi'i, Ahmad, Ishaq dan Abu Tsaur[1]. Hujjah mereka adalah sebagai berikut:

1.   Riwayat marfu' dari Ibnu Abbas, "Wahai penduduk Mekah, janganlah mengqashar shalat pada jarak safar yang kurang dari empat burud[2] , yaitu dari Mekah ke 'Usfan[3]. Namun hadits ini munkar, tidak shahih.

2.   Telah diriwayatkan secara shahih, "Bahwa Ibnu Umar dan lbnu Abbas radhiallahu 'anhu , mengqashar dan berbuka puasa pada jarak empat burud[4]. Yaitu, sekitar enam belas farsakh.

3.   Perjalanan sejauh empat burud menyebabkan kesulitan ataupun kesusahan dalam safar, maka dibolehkan mengqashar shalat pada jarak tersebut sebagaimana dibolehkan pada jarak tiga burud. Namun, tidak boleh kurang dari itu.

Kedua, jarak qashar adalah perjalanan tiga hari tiga malam dengan unta. lni adalah pendapat lbnu Mas'ud, Suwaid bin Ghaflah, asy-Sya'bi, an-Nakha'i, ats-Tsauri, dan ini juga madzhab Abu Hanifah[5]. Hujjah mereka adalah:

1. Hadits Ibnu Umar, dari Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam , beliau bersabda:
"Janganlah seorang wanita bepergian selama tiga hari kecuali disertai oleh mahramnya.[6]"

2. Hadits Ali bin Abu Thalib-tentang mengusap khuf, "Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam menjadikan tiga hari tiga malam bagi musafir, dan menjadikan sehari semalam bagi orang yang bermukim[7]."509
Mereka mengatakan, hukum musafir pada dua hadits di atas dikaitkan dengan orang yang melakukan perjalanan tiga hari. Oleh karena itu, tidak boleh mengqashar shalat dalam perjalanan kurang dari itu.

3. Sebagaimana yang dipahami bahwa tiga adalah bilangan banyak yang paling minimal, dan bilangan sedikit yang paling maksimal. Tidak boleh mengqashar shalat pada safar yang pendek. Maka, bilangan banyak yang paling minimal-yaitu tiga hari-wajib menjadi batasannya.

Ketiga, qashar tidak memiliki jarak tertentu. Bahkan ia boleh mengqashar pada setiap perjalanan yang bisa disebut sebagai "safar". ini adalah madzhab Zhahiriyah, dan pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya, Ibnu al-Qayyim[8]. Hujjah mereka adalah sebagai berikut:

Firman Allah Subhana Wata'ala : "Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqashar shalat(mu) ... "(an-Nisa': 101)

Zhahir ayat menunjukkan bahwa qashar berlaku untuk setiap orang yang melakukan perjalanan tanpa batasan jarak tertentu.

Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam tidak membatasi qashar dengan batasan waktu dan tempat, bahkan Syari' (Allah dan Rasul-Nya) mengaitkan hukum qashar dengan safar secara mutlak. Maka, tidak boleh membedakan satu jenis safar dengan safar lainnya. Bahkan wajib memutlakkan apa yang dimutlakkan oleh Syari', dan membatasi apa yang dibatasi oleh Syari'. Penentuan jarak qashar bagi musafir harus diputuskan dengan dalil, tidak boleh diputuskan dengan pendapat semata.

Telah diriwayatkan secara shahih bahwa Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam  mengqashar shalat dalam perjalanan yang kurang dari batas-batas yang ditentukan tadi:


a.   Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia mengatakan, "Apabila Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam melakukan perjalanan sejauh tiga mil atau tiga farsakh, beliau shalat dua rakaat[9]." Hadits ini menunjukkan dengan tegas bahwa shalat qashar berkaitan dengan safar secara mutlak, walaupun perjalanannya hanya sejauh tiga mil atau tiga farsakh. al-Hafizh mengatakan, "lni adalah hadits paling shahih dan paling tegas yang menjelaskan tentang hal itu."

Jumhur menjawabnya, bahwa ini dibawakan pada jarak dimana qashar dimulai, bukan batas safar. Al-Hafizh berkata, "Tidak samar lagi bahwa takwil ini terlampau jauh. Ditambah lagi bahwa al-Baihaqi menyebutkan dalam riwayatnya dari jalur ini bahwa Yahya bin Zaid-yang meriwayatkannya dari Anas berkata, 'Aku bertanya kepada Anas tentang menqashar shalat, saat aku keluar menuju Kufah, yakni dari Bashrah: Apakah aku shalat dua rakaat dua rakaat hingga aku keluar? Maka Anas menyebutkan hadits tersebut."

Jelaslah bahwa ia bertanya tentang bolehnya mengqashar pada saat safar, bukan tentang tempat dimana ia mulai mengqashar."


b.   Diriwayatkan dari Anas, ia berkata, "Aku shalat Zhuhur bersama Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam  di Madinah empat rakaat, dan shalat Ashar di Dzul Hulaifah dua rakaat[10]." Jarak antara keduanya tiga mil.

c.   Telah diriwayatkan secara shahih dari keduanya (lbnu Umar dan lbnu Abbas) yang menyelisihi pembatasan ini dengan sanad-sanad shahih. Demikian juga sahabat-sahabat yang lain menyelisihi keduanya.


d.   Seandainya tidak ada riwayat yang shahih kecuali riwayat yang dipakai oleh jumhur, dan tidak ada yang menyelisihi keduanya, maka hadits tersebut tetap tidak dapat dijadikan sebagai hujjah. Karena hal itu bertentangan dengan hadits shahih dari Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam  yang telah lalu.


Adapun hadits yang menyebutkan: "Janganlah seorang wanita bersafar selama tiga hari. .. " di dalamnya tidak disebutkan bahwa batasan safar adalah tiga hari. Namun di dalamnya hanya disebutkan bahwa wanita tidak boleh melakukan perjalanan khusus ini (yakni selama tiga hari) dengan tanpa mahram. Diriwayatkan dengan shahih dari Abu Hurairah secara marfu': "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian melakukan perjalanan sejarak sehari semalam tanpa
disertai mahram.[11]

Tidak ada sedikit pun dari hadits ini menunjukkan batasan safar.

Pendapat yang Rajih: Pendapat yang rajih adalah pendapat yang ketiga, yaitu mengqashar pada setiap perjalanan yang disebut sebagai "safar", baik safar itu pendek maupun panjang, karena tidak ada batasan safar menurut bahasa Arab. Jadi, hal ini dikembalikan kepada kebiasaan manusia. Hal ini berbeda-beda menurut perubahan zaman, karena terjadi perkembangan pesat di bidang alat-alat transportasi.

Kaidahnya: Jika seseorang berkata: Aku akan bersafar ke negeri fulan-bukan aku pergi. Dan dia menyiapkan untuk perjalanan tersebut seperti orang yang akan safar, misalnya mempersiapkan bekal dan sejenisnya. Wallahu'alam.



[1] Al-Qawanin (100), ad-Dasuqi (I/358), al-Majmu' (IV/322), al-Hawi (II/361), al-Mughni (II/90) dan Kasyaf al-Qanna' (1/504)
[2] Al-Burud adalah bentuk jamak dari barid, yaitu jarak empat farsakh. al-Farsakh adalah tiga mil, dan satu mil sekira 1,8 kilometer.
[3] Munkar, diriwayatkan oleh ad-DaruqUthni (148), dan al-Baihaqi (III/137) Silakan lihat al-Irwa' (565)
[4] Shahih, diriwayatkan secara muallaq oleh al-Bukhari (111659 -Fath al-Bari), dan secara maushul oleh al-Baihaqi (III/137) Silakan lihat al-Irwa' (568)
[5] Ibnu 'Abidin (111122), al-Hidayah (1/80), Nail al-Authar (111/246) dan Bidayah alMujtahid (1/43)
[6] Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (I 086) dan Muslim (1338)
[7] Shahih, telah dijelaskan takhrijnya pada bab Mengusap di atas Khuf
[8] Al-Muhalla (V/10), Majmu' al-Fatawa (XXIV/12-35), Zad al-Ma'ad dan Fath al-Bari (Il/660) dan al-Mughni (Il/44)
[9] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (691)
[10] Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (1089)), Muslim (690), dan tambahan kata 'Ashr darinya.
[11] Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (I 088) dan Muslim (1939)