Kamus Istilah hadits

Selasa, 29 Oktober 2013

 معجم اصطلاحات الأحاديث النبوية
لعبد المنان الراسخ

BAB ALIF

Al-Ijazah

الاجازة

Etimologis: Bentuk mashdar dari kata ajaza (اجاز)- yujizu (يجيز) membolehkan Contoh perkataan
اجاز العالم تلميذه أي اذن له في الرواية عنه
Seorang alim memberikan'ijazah kepada muridnya', artinya memberi izin kepada muridnya untuk meriwayatkan darinya[1]

Yaitu, bagian dari pengembanan hadits dan mendapatkannya dari seorang syaikh
Definisi: Idzin untuk meriwayatkan hadits berupa lafazh atau tulisan[2]

Ijazah terbagi menjadi bermacam-macam bagian, kepada Anda akan disampaikan bagianbagian yang penting saja:

1. Ijazah untuk orang tertentu atas sesuatu tertentu, Contoh perkataan: ‘’Aku membolehkan engkau untuk meriwayatkan dariku kitab fulan

Hukum: Yang benar menurut jumhur ulama ahli hadits dan fuqaha bahwa boleh meriwayatkan dengan bentuk ijazah secara mutlak. Abu AI-Walid AI-Baji AI-Maliki mengaku sepakat dengan pandangan tersebut dan memberikan penegasan dalam hal itu[3] lnilah bagian paling tinggi tingkatannya dari berbagai macam ijazah.[4]

2. Ijazah untuk orang tertentu atas sesuatu yang tidak tertentu. Contoh perkataan: ‘’Kubolehkan engkau untuk meriwayatkan dariku apa-apa yang kuriwayatkan’’.
Hukum: Menurut jumhur boleh melakukan periwayatan berdasarkan ijazah yang demikian itu dan wajib mengamalkan dengannya.[5]

3. Ijazah umum. Contoh perkataan: Kubolehkan bagi kaum Muslimin; atau kepada siapa saja yang satu masa denganku, dan lain-lain.

Hukum: Mereka berbeda pandangan dalam hal ini. AI-Khatib memperbolehkannya secara mutlaq "tak terikat" sekalipun terikat dengan kriteria tertentu, maka yang paling utama adalah boleh. Juga diperbolehkan oleh AI-Qadhi Abu Ath-Thayyib untuk kaum Muslimin yang ada ketika disampaikan  itu[6].



[1] Al-Mu'jamAl- Wasith(1/47)
[2] Lihat Fathu Al-Baqi (hlmo 320); dan Al- Wasith fi Ulum Mushthalahi Al-Hadits (hlm 102)
[3] Lihat Al-Khulashah Iii Ushul Al-Hadits(hlmo 105); lrsyad Thullabi Al-Haqaiq (1/371); dan Syarh At-Tabshirah waAt- Tadzkirah(2/61 )

[4] Lihat Muqaddimah Ibn Ash-Shalah (hlmo 82); !rsyad Thullabi Al-Haqaiq (1 1368); dan Taudhih Al-Afkar ma’a Hamisyihi (2 /312) As-Sakhawi bcrkata, "Dan dikatakan bahkan yang demikian itu lebih kuat dari pada mendengar karena yang demikian itu lebih jauh dari kedustaan dan lebih menampik tuduhan dan buruk sangka, bersih dari riya' dan ujub." Lihat Fathu Al-Mughits (2/58); dan Fathu Al-Baqi (hlm. 32).
[5] LihatMuqaddimah Ibn Ash-Shalah(hlm. 73); AthThiiby, Al-Khulashah fi Ushul Al-Hadits(hlm. 1 06); !rsyad ThullabiAI-Haqaiq(1 /373); danAI-Muqni'(1 /315).

[6] Lihat Muqaddimah Ibn Ash-Shalah (hlm. 73); AlKhulashah (hlm. 106); Al-Manhal Ar-Rawi (hlm. 85); dan Ikhtiharu Ulum Al-Hadits (hlm. 119).