(bagian 3)
Bab 1 Beberapa Kaidah
yang Berkaitan
dengan Kepemimpinan
Kaidah Pertama:
Kewajiban Membaiat Imam
yang Sah lagi Muslim, Peringatan Keras Terhadap Orang yang Tidak Mau Berbaiat, dan
Ancaman Terhadap Siapa saja yang Membatalkannya
Imam Hasan bin Ali
al-Barbahari rahimahullah dalam as-Sunnah, mengatakan, "Barangsiapa
menjabat sebagai khalifah berdasarkan kesepakatan dan kerelaan umat, maka ia
adalah Arnirul Mukrninin (pemimpin kaum beriman). Tidak halal bagi seorang pun
melewati satu malam atau berpandangan bahwa ia tidak perlu memiliki seorang imam,
baik imam yang berbakti maupun imam yang zhalim..
. Demikian dikatakan oleh
Ahmad bin Hanbal."
Hal itu berdasarkan hadits
riwayat Muslim dalam Shahih-nya, kitab al-Imarah:
جَاءَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ إِلَى عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ مُطِيعٍ حِينَ كَانَ مِنْ أَمْرِ الْحَرَّةِ مَا كَانَ زَمَنَ يَزِيدَ
بْنِ مُعَاوِيَةَ فَقَالَ اطْرَحُوا لأَبِى عَبْدِ الرَّحْمَنِ وِسَادَةً فَقَالَ إِنِّى
لَمْ آتِكَ لأَجْلِسَ أَتَيْتُكَ لأُحَدِّثَكَ حَدِيثًا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- يَقُولُهُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ
« مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِىَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّةَ
لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِى عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً
جَاهِلِيَّةً ».
Ketika terjadi ketegangan
pada zaman Yazid bin Mu'wiyah, Abdullah bin Umar datang kepada Abdullah bin
Muthi', maka Abdullah bin Muthi' mengatakan, "Lemparkan sebuah bantal kepada
Abu Abdirrahman." la berkata, Sesungguhnya aku tidak datang kepadamu untuk
duduk, tetapi aku menemuimu untuk menceritakan padamu hadits yang pernah aku
dengar dari Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam Beliau bersabda: "Barangsiapa
melepas tangan dari kepatuhan, maka ia berjumpapada Hari Kiamat dengan tanpa
memiliki hujjah sama sekali. Dan barangsiapa yang mati tanpa berbaiat, maka ia mati
secara jahiliyah. "
Abdullah bin Muthi' ialah
Ibnu al-Aswad bin Haritsah al-Qarsyi al-Adawi al-Madani.
Ibnu Hibban berkata dalam
ats-Tsiqat (Ats-Tsiqat (3121 9), cet al-Hindi ) ," Ia
(Abdullah bin Muthi' ) adalah seorang sahabat yang lahir semasa Rasulullah
masih hidup, dan ia meninggal dalam tragedi Ibnu az-Zubair."
Al-Hafidz rahimahullah
mengatakan dalam at-Taqrib, "Ia pernah melihat
Rasulullah shallallohu ‘alaihi
wasallam. Ia adalah pemimpin kaum Quraisy dalam perang Hurrah. Ibnu
az-Zubair mengangkatnya sebagai gubernur Kuffah, kemudian ia terbunuh bersamanya pada tahun 73
H."
Adz-Dzahabi berkata dalam Al-lbar
(I/67)
-mengenai berbagai
peristiwa yang terjadi pada tahun 63 hijriah, "Terjadi perang Hurrah.
Saat itu penduduk Madinah
melakukan pemberontakan kepada Yazid karena dinilai tipis agamanya, lalu Yazid
menyiapkan pasukan untuk memerangi mereka yang dipimpin Muslim bin Uqbah."
Alasan yang mendorong penduduk Madinah mencopot Yazid, karena ia
berlebih-lebihan dalam kemaksiatan."( Tarikh al-Khulafa: as-Suyuthi
(hal. 209), penerbit Muhyiddin Abdul Humaid).
Al-Hafidz Ibnu Katsir
rahimahullah, dalam al-Bidayah wa an-Nihayah,( AI-Bidayah wa an-Nihayah (VIII/232),
penerbit as-Sa'adah.)
mengatakan, "Ketika
penduduk Madinah membangkang dari ketaatan kepada Yazid, lalu mereka mengangkat
Ibnu Muthi' dan Ibnu Hanzhalah sebagai pemimpin, mereka tidak menyebut
Yazid-padahal mereka adalah orang-orang yang paling membencinya-kecuali hanya
mengatakan bahwa Yazid suka meminum khamer, dan suka melakukan sebagian perkara
yang tidak terpuji.. . Tetapi ia adalah orang fasik, dan orang fasik tidak
boleh dipecat dari jabatannya,
karena hal itu bisa
menimbulkan huru-hara dan partumpahan darah-sebagaimana te jadi dalarn
peristiwa Hurrah."
Abdullah bin Umar
radhiallahu ‘anhu dan beberapa orang dari keluarga Nabi shallallohu ‘alaihi
wasallam termasuk orang yang tidak membatalkan perjanjian, dan mereka tidak
membaiat siapa pun setelah membaiat Yazid, sebagaimana
dikatakan Imam Ahmad rahimahullah
(' Al-Musnad (VIIl131-132, VIII/84), penerbit Syaikh Ahmad Syakir.),
Isma'il bin Ulayyah
menuturkan kepada kami, Shakhr bin Juwairiyah menuturkan kepadaku, dari Nafi',
ia berkata: Ketika orang-orang memecat Yazid bin Mu'awiyah, Ibnu Umar
mengumpulkan anak-anak dan keluarganya. Setelah membaca kalimat syahadat, ia
berkata, "Amma ba'du. Sesungguhnya kita telah membaiat orang ini dengan
baiat Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya aku pernah mendengar Nabi bersabda, 'Sesungguhnya
orang yang berkhianat kelak pada Hari Kiamat akan dikibarkan bendera untuknya
seraya dikatakan, 'Inilah pengkhianatan fulan'."
Salah satu pengkhianatan
terbesar-kecuali kemusyrikan kepada Allah-ialah seseorang membaiat orang lain
dengan baiat Allah dan Rasul-Nya, kemudian ia mambatalkan baiatnya. Karena itu
janganlah ada seorang pun di antara kalian yang memecat Yazid, dan janganlah
ada salah seorang di antara kalian yang berlebih- lebihan dalam masalah ini.
Biarkan sarnpai ada yang memisahkan
antara aku dengan
dia."
Hadits ini diriwayatkan
Muslim dan at-Tirmidzi dari hadits Shakhr bin Juwairiyah. At-Tirmidzi
mengatakan, "Ini hadits hasan shahih." Demikian dikatakan oleh Ibnu
Katsir.
Penulis berkata: Hadits
ini juga terdapat dalam Shahih al-Bukhari, kitab al-Fitan, dengan kisah yang
sama.
Al-Hafih Ibnu Hajar rahimahullah,
dalam Fath al-Bari,( l4 Fath al-Bari (XIIIl68)
) mengatakan,"Hadits ini berisi tentang
kewajiban menaati imam yang telah dibaiat secara resmi dan larangan
memeranginya, meskipun ia berlaku zhalim dalam pemerintahannya, serta tidak
boleh memecatnya karena kefasikannya."
Al-Hafih Ibnu Katsir rahimahullah,
dalam al-Bidayah wa an-Nihayah, berkata, "Ketika penduduk Madinah pulang
dari menemui Yazid,Abdullah bin Muthi' dan pengikutnya menemui Muhammad bin al-Hanafiah.
Mereka menginginkan agar ia memecat Yazid, tapi ia menolak keinginan
mereka."
Ibnu Muthi' mengatakan,
"Yazid itu suka meminum khamer meninggalkan shalat, dan melanggar hukum
al-Quran."
Muhammad bin al-Hanafiah
mengatakan kepada mereka, "Aku tidak melihat apa yang kalian katakan itu.
Aku pernah datang kepadanya dan bermukim di rumahnya. Aku melihatnya rajin mengerjakan
shalat, suka melakukan kebajikan, menanyakan tentang masalah fiqih, komitrnen
pada as-Sunnah."
Mereka berkata,
"Semua itu ia lakukan hanya sekadar basabasi kepada Anda."
Ia berkata, "Apakah
yang ia takutkan atau ia harapkan dariku hingga hams berpura-pura khusyu di
hadapanku? Apakah ia pernah memperlihatkan minum khamer kepada kalian
sebagaimana yang kalian tuduhkan? Jika kalian pemah menyaksikan hal itu (tetapi
kalian hanya diam saja), berarti kalian sama saja dengannya. Tapi jika ia tidak
pemah memperlihatkan kepada kalian apa yang
kalian tuduhkan itu,
berarti kalian bersaksi atas sesuatu yang tidak
pernah kalian
ketahui."
Mereka berkata,
"Tetapi, menurut kami, tuduhan itu benar, meskipun kami tidak pemah
menyaksikannya sendiri." Ia berkata, "Allah menolak kesaksian seperti
itu, sebagaimana firman-Nya:
إِلَّا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
(86)
'Tetapi (orang yang dapat
memberi syafaat ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka
meyakini(nya).' (Az- Zukhruf: 86)
Aku sama sekali tidak mau
ikut terlibat dalam urusan kalian ini."
Mereka berkata,
"Mungkin Anda tidak suka jika orang lain selain Anda yang memegang
kekuasaan, maka kami akan mengangkat Anda sebagai pemimpin kami." Ia
berkata, "Aku tetap tidak akan menghalalkan peperangan sebagaimana yang
kalian inginkan dariku, baik sebagai pengikut maupun pemimpin yang
diikuti."
Mereka berkata,
"Tetapi Anda pernah ikut berperang bersama ayah Anda-yakni Ali bin Abu
Thalib." Ia berkata, "Bawalah kepadaku orang seperti ayahku, niscaya aku
akan berperang seperti perang yang pemah dilakukannya."
Mereka berkata, "Jika
begitu, suruhlah kedua putra Anda: Abu al-Qasim atau al-Qasim berperang bersama
kami." la berkata, "Sekiranya aku menyuruh mereka berperang, berarti aku
juga ikut berperang." Mereka berkata, "Jika begitu, berdirilah
bersama kami di suatu tempat untuk menganjurkan orang-orang ikut berperang
bersama kami." Ia berkata, "Subhanallah! Apakah aku menyuruh mereka
kepada sesuatu yang tidak aku lakukan dan tidak aku sukai. Itu artinya aku
tidak memberi nasihat secara tulus karena Allah kepada hamba-hambaNya."
Mereka berkata, "Jika
begitu, kami benci Anda." Ia berkata, "Jika begitu, aku akan menyuruh
manusia untuk bertakwa kepada Allah, dan tidak mencari keridhaan makhluk dengan
mendapatkan murka Khaliq." Setetelah peristiwa itu, ia pergi ke Mekkah.