MENTAATI ULAMA DAN UMARA DALAM MENGHARAMKAN YANG HALAL DAN MENGHALALKAN YANG HARAM BERARTI MPERTUHANKAN MEREKA

Rabu, 05 Desember 2012


 Bab ini menjelaskan tentang konsekuensi tauhid, dan kewajiban-kewajiban dalam merealisasikan syahadat "La Ilaha Illallah. "

 Para ulama adalah sebagai alat dan sarana untuk memahami Al Kitab dan As Sunnah, maka ketaatan kepada mereka itu bersifat taba'iyah (mengikuti ketaatan) kepada Allah dan Rasulnya. Adapun ketaatan yang bersifat istiqlaliyah (independen) maka hanya kepada Allah fjg. Dan ini termasuk salah satu dari macam macamnya ibadah.
 Adapun hal hal yang bersifat ijtihadiyah, yang tidak ada nashnya baik dalam Al Kitab maupun As Sunnah, maka dalam hal itu mereka (para ulama) boleh ditaati, karena Allah telah mengizinkannya, juga karena adanya kemashlahatan dalam hal itu.

 Ibnu Abbas berkata:

 ويقول عبد الله بن عباس رضي الله عنهما : " يوشك أن تنزل عليكم حجارة من السماء ! أقول : قال رسول الله ! وتقولون : قال أبو بكر وعمر " .
 "Hampir-hampir kalian akan ditimpa hujan batu dari langit, karena aku mengatakan: Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam bersabda, sementara kalian justru mengatakan: Abu Bakar dan Umar berkata.

 Dari sini bisa dipahami, bahwa perkataan Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam yang jelas sekali
 maknanya, tidak akan bertentangan dengan perkataan seseorang yang tidak ada dalilnya sama sekali, walaupun itu perkataan Abu Bakar maupun Umar, apalagi perkataan orang yang di bawahnya.

 وقال الإمام أحمد رحمه الله : " عجبت لقوم عرفوا الإسناد وصحته يذهبون إلى رأي سفيان، والله تعالى يقول : فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
 Imam Ahmad bin Hanbal berkata: "Saya sangat heran pada suatu kaum, mereka mengetahui sanad dan keshahihannya, tetapi mereka malah mengambil pendapatnya Abu Sufyan, sedangkan Allah subhana wata'ala berfirman: "Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahNya takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa siksa yang pedih. " (QS. An nur, 63)

 Apakah kamu tahu apakah yang dimaksud dengan fitnah itu ? fitnah di situ maksudnya adalah kemusyrikan, bisa jadi apabila ia menolak sabda Nabi akan terjadi dalam hatinya kesesatan sehingga binasalah ia". Hal itu bisa terjadi bila ia menolak sabda Nabi dan mengambil perkataan seseorang, karena Allah berfirman tentang orang yahudi:
 فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ
 "Maka ketika mereka barpaling dari kebenaran, maka Allah memalingkan hati mereka. " (QS. As Shoff. 5)

 Maka mereka sesat karena mengikuti keinginan dan pilihan mereka, padahal adanya bukti dan dalil. Oleh karena itu ketika mereka berpaling maka Allah memalingkan hati mereka sebagai hukuman buat mereka.



 Diriwayatkan dari Ady bin Hatim bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam membaca ayat ini:

 اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
 "Mereka menjadikan orang-orang alim dan pendeta-pendeta mereka sebagai tuhan- tuhan selain Allah.

 Maka saya (Ady bin Hatim) berkata kepada beliau: 'kami tidak menyembahnya', beliau bersabda: "Bukankah mereka mengharamkan apa apa yang dihalalkan oleh Allah dan kalian mengaharamkanya, mereka menghalalkan apa apa yang diharamkan oleh Allah dan kalian menghalalkanya?" maka saya menjawab: 'benar', kemudian Rasulullah bersabda: "itulah bentuk penyembahan kepada mereka."

 Mentaati para ulama dalam mengharamkan dan menghalalkan itu ada dua tingkatan:

 Pertama:

 mentaati ulama atau umara dalam menukar agama, karena mengagungkan mereka, maka ia halalkan apa yang mereka halalkan, ia meyakini bahwa sesuatu itu halal karena ketaatan dan pengagungannya kepada mereka, padahal ia tahu bahwa itu haram, maka dalam hal ini ia telah menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan mereka. Dan itu termasuk kekufuran yang besar, dan kemusyrikan yang besar pula, karena diarahkan kepada selain Allah subhana wata'ala.

 Kedua:

 mentaati ulama atau umara dalam mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram dengan bentuk perbuatan, sedangkan ia tahu bahwa dengan perbuatan itu ia bermaksiat kepada Allah, tetapi ia taati mereka karena senang kepada maksiat itu, atau senang kepada mereka. Maka yang demikian ini dihukumi seperti orang-orang yang berbuat dosa (tidak sampai dihukumi syirik).

 Dengan menyebutkan para pendeta dalam bab ini, pengarang ingin mengingatkan tentang apa yang terjadi pada orang orang sufi, atau tarekat sufi, juga orang orang yang berlebih-lebihan dalam tasawuf, juga dalam mengagungkan para pemimpin mereka. Mereka mentaati para syekh-syekh mereka, orang-orang ahli ibadah, para wali, atau orang-orang yang mengaku dirinya sebagai wali, dalam menukar agama Islam (dengan ajaran orang-orang yang mereka taati). Dan ini termasuk menjadikan mereka sebagai tuhan selain Allah.

 Maka saya berkata kepada beliau: kami tidak menyembahnya, beliau bersabda:

 "Bukankah mereka mengharamkan apa apa yang dihalalkan oleh Allah dan kalian mengharamkanya, mereka menghalalkan apa apa yang diharamkan oleh Allah dan kalian menghalalkanya?" maka saya menjawab: benar, kemudian Rasulullah bersabda:

 "Itulah bentuk penyembahan kepada mereka."


 Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:
 1. Penjelasan tentang ayat yang terdapat dalam surat An nur.
 2. Penjelasan tentang ayat yang terdapat dalam surat Bara'ah.
 3. Perhatian terhadap makna ibadah yang telah diingkari oleh Ady bin Hatim.
 4. Pemberian contoh yang dilakukan oleh Ibnu Abbas dengan menyebut nama Abu Bakar dan Umar, dan yang dilakukan oleh Ahmad bin Hanbal dengan menyebut nama Sufyan.
 5. Perubahan keadaan di atas sehingga menjadi sedemikian parah, sehingga banyak diantara mereka yang menyembah orang-orang sholeh dan menganggapnya amal yang paling utama, dan menyembah kepada orang orang alim melalui ilmu dan fiqh, kemudian perubahan itu semakin parah lagi dengan adanya penyembahan terhadap orang-orang yang tidak sholeh, dan terhadap orang-orang yang bodoh yang tidak berilmu (dengan diikuti pendapat pendapatnya).

 Dinukil dari kitab:

 غاية المريد من شرح كتاب التوحيد
 صالح بن عبد العزيز آل الشيخ