Bab ini menjelaskan
tentang konsekuensi tauhid, dan kewajiban-kewajiban dalam merealisasikan
syahadat "La Ilaha Illallah. "
Para ulama adalah
sebagai alat dan sarana untuk memahami Al Kitab dan As Sunnah, maka ketaatan
kepada mereka itu bersifat taba'iyah (mengikuti ketaatan) kepada Allah dan
Rasulnya. Adapun ketaatan yang bersifat istiqlaliyah (independen) maka hanya
kepada Allah fjg. Dan ini termasuk salah satu dari macam macamnya ibadah.
Adapun hal hal yang
bersifat ijtihadiyah, yang tidak ada nashnya baik dalam Al Kitab maupun As
Sunnah, maka dalam hal itu mereka (para ulama) boleh ditaati, karena Allah
telah mengizinkannya, juga karena adanya kemashlahatan dalam hal itu.
Ibnu Abbas berkata:
ويقول
عبد الله بن عباس رضي الله عنهما : " يوشك أن تنزل عليكم حجارة من السماء ! أقول
: قال رسول الله ! وتقولون : قال أبو بكر وعمر " .
"Hampir-hampir
kalian akan ditimpa hujan batu dari langit, karena aku mengatakan: Rasulullah
shollallohu 'alaihi wasallam bersabda, sementara kalian justru mengatakan: Abu
Bakar dan Umar berkata.
Dari sini bisa
dipahami, bahwa perkataan Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam yang jelas
sekali
maknanya, tidak akan
bertentangan dengan perkataan seseorang yang tidak ada dalilnya sama sekali,
walaupun itu perkataan Abu Bakar maupun Umar, apalagi perkataan orang yang di
bawahnya.
وقال
الإمام أحمد رحمه الله : " عجبت لقوم عرفوا الإسناد وصحته يذهبون إلى رأي سفيان،
والله تعالى يقول : فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ
فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Imam Ahmad bin Hanbal
berkata: "Saya sangat heran pada suatu kaum, mereka mengetahui sanad dan
keshahihannya, tetapi mereka malah mengambil pendapatnya Abu Sufyan, sedangkan
Allah subhana wata'ala berfirman: "Maka hendaklah orang-orang yang
menyalahi perintahNya takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa siksa yang pedih.
" (QS. An nur, 63)
Apakah kamu tahu
apakah yang dimaksud dengan fitnah itu ? fitnah di situ maksudnya adalah
kemusyrikan, bisa jadi apabila ia menolak sabda Nabi akan terjadi dalam hatinya
kesesatan sehingga binasalah ia". Hal itu bisa terjadi bila ia menolak
sabda Nabi dan mengambil perkataan seseorang, karena Allah berfirman tentang
orang yahudi:
فَلَمَّا
زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ
"Maka ketika
mereka barpaling dari kebenaran, maka Allah memalingkan hati mereka. "
(QS. As Shoff. 5)
Maka mereka sesat
karena mengikuti keinginan dan pilihan mereka, padahal adanya bukti dan dalil.
Oleh karena itu ketika mereka berpaling maka Allah memalingkan hati mereka
sebagai hukuman buat mereka.
Diriwayatkan dari Ady
bin Hatim bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam
membaca ayat ini:
اتَّخَذُوا
أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
"Mereka
menjadikan orang-orang alim dan pendeta-pendeta mereka sebagai tuhan- tuhan
selain Allah.
Maka saya (Ady bin
Hatim) berkata kepada beliau: 'kami tidak menyembahnya', beliau bersabda:
"Bukankah mereka mengharamkan apa apa yang dihalalkan oleh Allah dan
kalian mengaharamkanya, mereka menghalalkan apa apa yang diharamkan oleh Allah
dan kalian menghalalkanya?" maka saya menjawab: 'benar', kemudian
Rasulullah bersabda: "itulah bentuk penyembahan kepada mereka."
Mentaati para ulama
dalam mengharamkan dan menghalalkan itu ada dua tingkatan:
Pertama:
mentaati ulama atau
umara dalam menukar agama, karena mengagungkan mereka, maka ia halalkan apa
yang mereka halalkan, ia meyakini bahwa sesuatu itu halal karena ketaatan dan
pengagungannya kepada mereka, padahal ia tahu bahwa itu haram, maka dalam hal
ini ia telah menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan mereka. Dan itu termasuk
kekufuran yang besar, dan kemusyrikan yang besar pula, karena diarahkan kepada
selain Allah subhana wata'ala.
Kedua:
mentaati ulama atau
umara dalam mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram dengan bentuk
perbuatan, sedangkan ia tahu bahwa dengan perbuatan itu ia bermaksiat kepada
Allah, tetapi ia taati mereka karena senang kepada maksiat itu, atau senang
kepada mereka. Maka yang demikian ini dihukumi seperti orang-orang yang berbuat
dosa (tidak sampai dihukumi syirik).
Dengan menyebutkan
para pendeta dalam bab ini, pengarang ingin mengingatkan tentang apa yang
terjadi pada orang orang sufi, atau tarekat sufi, juga orang orang yang
berlebih-lebihan dalam tasawuf, juga dalam mengagungkan para pemimpin mereka.
Mereka mentaati para syekh-syekh mereka, orang-orang ahli ibadah, para wali,
atau orang-orang yang mengaku dirinya sebagai wali, dalam menukar agama Islam
(dengan ajaran orang-orang yang mereka taati). Dan ini termasuk menjadikan
mereka sebagai tuhan selain Allah.
Maka saya berkata
kepada beliau: kami tidak menyembahnya, beliau bersabda:
"Bukankah mereka
mengharamkan apa apa yang dihalalkan oleh Allah dan kalian mengharamkanya,
mereka menghalalkan apa apa yang diharamkan oleh Allah dan kalian
menghalalkanya?" maka saya menjawab: benar, kemudian Rasulullah bersabda:
"Itulah bentuk
penyembahan kepada mereka."
Pelajaran penting
yang terkandung dalam bab ini:
1. Penjelasan tentang
ayat yang terdapat dalam surat An nur.
2. Penjelasan tentang
ayat yang terdapat dalam surat Bara'ah.
3. Perhatian terhadap
makna ibadah yang telah diingkari oleh Ady bin Hatim.
4. Pemberian contoh
yang dilakukan oleh Ibnu Abbas dengan menyebut nama Abu Bakar dan Umar, dan
yang dilakukan oleh Ahmad bin Hanbal dengan menyebut nama Sufyan.
5. Perubahan keadaan
di atas sehingga menjadi sedemikian parah, sehingga banyak diantara mereka yang
menyembah orang-orang sholeh dan menganggapnya amal yang paling utama, dan
menyembah kepada orang orang alim melalui ilmu dan fiqh, kemudian perubahan itu
semakin parah lagi dengan adanya penyembahan terhadap orang-orang yang tidak
sholeh, dan terhadap orang-orang yang bodoh yang tidak berilmu (dengan diikuti
pendapat pendapatnya).
Dinukil dari kitab:
غاية
المريد من شرح كتاب التوحيد
صالح
بن عبد العزيز آل الشيخ