Ahli Bid'ah dan Ahli Ahwa' memiliki tanda-tanda yang
dengannya mereka dapat dikenali. Di antaranya adalah:
A. MENCELA AHLUL
ATSAR (AHLU SUNNAH]
Abu Hatim ar-Raazi
berkata, "Tanda ahli bid'ah adalah mencela Ahlul Atsar." [Lihat
Aqidah Abi Hatim ar-Raazi, hal. 69]
B. SANGAT MEMUSUHI
AHLI HADITS DAN BERDIAM DIRI DARI ORANG-ORANG SESAT DAN BATHIL
Nabi shollallohu
'alaihi wasallam bersabda menjelaskan sifat mereka:
يَقْتُلُونَ
أَهْلَ الإِسْلاَمِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الأَوْثَانِ
"Mereka
(khowarij-pent) membunuhi orang-orang muslim dan mem¬biarkan (hidup) para
penyembah berhala." [HR. Al-Bukhari (13/416) dalam Fat-hul Baari dan
Muslim (ha¬dits: 1064]
Abu Utsman
ash-Shabuni (wafat pada tahun 449 H) berkata, "Dan tanda bid'ah dan ahli
bid'ah itu nampak dengan jelas. Tanda-tandanya yang paling jelas adalah sangat
memusuhi dan menghinakan para pembawa akhbar (hadits-hadits) Nabi shollallohu
'alaihi wasallam dan menyebut mereka sebagai orang-orang hina, bodoh,
zhahiriyah (orang yang mema¬hami dalil-dalil syar'i secara tekstual) dan
musyabbihah (orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya). Mereka meyakini
bahwa hadits-hadits Nabi shollallohu 'alaihi wasallam jauh dari ilmu, dan ilmu
itu adalah apa-apa yang dilontarkan syaithan kepada mereka seperti hasil akal
pikiran mereka yang rusak, bisikan-bisikan hati mereka yang jahat dan gelap,
hal-hal yang terlintas dalam hati mereka yang kosong dari kebaikan dan
hujjah-hujjah mereka yang tidak berguna. Mereka adalah orang-orang yang
dilaknat oleh Allah ta'ala " [Lihat AqidahAsh-haabil Hadits, hal. 102]
Al-Hakim meriwayatkan
dengan isnad yang shahih dari Ahmad bin Sinan al-Qaththan, ia berkata, "Di
dunia ini tiada seorang pelaku bid'ah melainkan ia membenci Ahlul Hadits.
Apabila seseorang berbuat bid'ah maka rasa manisnya hadits telah dicabut dari
dalam hatinya." [Aqi-dahAsh-haabil Hadits, hal. 103]
Abu Nashr al-Faqih
berkata, "Tiada sesuatu yang lebih berat dan lebih dibenci oleh
orang-orang yang mulhid (berpaling dari agama Allah ta'ala) daripada
mendengarkan hadits dan meriwayatkannya dengan sanadnya." [Aqidah
Ash-haabil Hadits, hal. 104]
Abu Utsman
ash-Shabuni juga mengatakan, "Aku melihat ahli bid'ah dalam memberikan
laqab (julukan) nama-nama ini terhadap Ahli Sunnah mengikuti jejak kaum
musyrikin dalam bersikap terhadap Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam.
Mereka terbagi-bagi dalam menamai Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam, ada
di antara mereka yang menjulukinya sebagai tukang sihir, dukun, penyair, orang
gila, orang yang terfitnah dan ada pula yang menamainya sebagai pendusta.
Sedangkan Nabi shollallohu 'alaihi wasallam sendiri jauh dan berlepas diri dari
aib-aib tersebut. Beliau shollallohu 'alaihi wasallam tiada lain hanyalah
seorang Rasul dan Nabi yang terpilih. Allah m berfirman:
انْظُرْ
كَيْفَ ضَرَبُوا لَكَ الْأَمْثَالَ فَضَلُّوا فَلَا يَسْتَطِيعُونَ سَبِيلًا 48
"Lihatlah
bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan terhadapmu, karena itu mereka
menjadi sesat dan tidak dapat lagi menemukan jalan (yang benar)." (QS.
Al-Israa': 48)
Demikian pula ahli
bid'ah —semoga Allah menghinakan mereka— mereka terbagi-bagi dalam memberikan
julukan terhadap para pembawa berita-berita dan atsar-atsar Rasulullah
shollallohu 'alaihi wasallam dan para perawi hadits nabi yang senantiasa
mengikutinya dan berpetunjuk dengan sunnahnya. Maka di antara mereka (ahli
bid'ah) ada yang menamai Ahlis Sunnah dengan nama hasyawiyah (orang
hina/pinggiran) dan ada pula yang menamainya dengan musyabbihah (golongan yang
menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya). Sementara Ahli
Hadits senantiasa terjaga, berlepas diri dan suci dari aib-aib tersebut. Mereka
tiada lain adalah Ahli Sunnah yang terang benderang, orang-orang yang riwayat
hidupnya diridhai, jalannya lurus dan hujjah-hujjahnya kuat. Allah subhanahu
wata'ala telah memberikan taufiq-Nya kepada mereka untuk senantiasa mengikuti
Kitab-Nya, wahyu-Nya dan perintah-Nya, dan agar senantiasa berqudwah (mengikut)
kepada Rasul-Nya di dalam hadits-haditsnya. Dan Allah subhanahu wata'ala juga
telah menolong mereka dalam berpegang teguh dengan sirah Nabi-Nya dan komitmen
dengan Sunnahnya. Dia telah melapangkan dada-dada mereka untuk mencintai para
imam syari'atnya dan para ulama umatnya. Barangsiapa mencintai suatu kaum, maka
ia (dibangkitkan) bersama mereka pada hari kiamat..." Secara ringkas
demikian. (Aqi-dahAsh-haabil Hadits, hal. 105)
C. MEMINTA TOLONG
KEPADA PARA PEMIMPIN DAN PENGUASA (UNTUK MENGHABISI PARA PENGIKUT KEBENARAN)
Dikarenakan hujjah
dan madzhab ahli bid'ah yang lemah serta tipu daya mereka yang sedikit, maka
mereka meminta bantuan para pemimpin dan penguasa di dalam menolong dakwah
mereka, karena di dalamnya terdapat suatu macam pemaksaan dan ancaman lantaran
rasa takut kepada para pemimpin/penguasa dalam menghukum orang yang enggan
taat, baik dengan ancaman penjara, pukulan ataupun pembunuhan. Sebagaimana yang
dilaku¬kan oleh Bisyr al-Mirrisi di zaman Khalifah Al-Ma'mun dan Ahmad bin Abi
Duad di masa Khalifah Al-Watsiq. Mereka membuat madzhab-madzhab (baru) yang
tidak diketahui/ dikenal dalam syari'at untuk umat manusia. Mereka dipaksa
mengikuti madzhab-madzhab tersebut secara tunduk maupun terpaksa sehingga
penyakit (bid'ah) itu merata pada manusia dan menjadi kokoh dalam waktu yang
panjang.
"Ahli bid'ah
apabila dakwahnya tidak berhasil disambut oleh manusia, mereka berusaha bangkit
dengan para pemimpin agar lebih memungkinkan untuk diterima. Maka dari itu,
banyak orang yang masuk ke dalam dakwah ini karena kebanyakan mereka jiwanya
lemah." [Lihat Al-I'tisham karya Imam Asy Syathibi (1/220)]
Bukanlah suatu hal
yang asing bagi kita apa yang telah dicatat oleh sejarah tentang cobaan yang
dialami oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab dan Ahlul Haq seluruhnya pada setiap tempat dan
zaman.
Imam Asy-Syathibi
berkata, "Tidakkah kamu lihat ahwal (keadaan-keadaan) ahli bid'ah di zaman
tabi'in dan setelahnya? Mereka bercampur dengan para penguasa dan berlindung
kepada orang-orang berharta. Sedangkan di antara mereka yang tidak mampu
melakukan hal itu maka bersembunyi dengan bid'ahnya dan melarikan diri dari
bercampur dengan orang-orang sekitarnya serta melak¬sanakan
perbuatan-perbuatannya dengan cara TAQIYYAH (MELINDUNGI DIRI DENGAN KEDUSTAAN –
baca; BITHONAH)." Demikian perkata¬annya secara ringkas. [Al-I'tisham
(1/167)]
D. BERSUNGGUH-SUNGGUH
DAN BERLEBIH-LEBIHAN DALAM BERIBADAH
Ahli bid'ah menambah
semangatnya dalam beribadah dengan tujuan memperoleh pengagungan, kedudukan,
harta, dan selainnya dari syahwat-syahwat dunia, bahkan mereka mengagungkan
syahwat dunia. Tidakkah kamu melihat para pendeta di gereja-gereja terputus
dari segala macam kelezatan dan tenggelam dalam berbagai macam ibadah serta
menahan diri dari syahwat. Kendati demikian, mereka kekal di dalam Neraka
Jahannam. Allah m berfir¬man:
وُجُوهٌ
يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ (2) عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ (3) تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً (4
"Banyak muka
pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang
sangat panas (Nera¬ka)." (QS. Al-Ghaasyiyah: 2-4)
Dan firman-Nya pula:
قُلْ
هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا (103) الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ
فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا 104
"Katakanlah,
Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi
perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan
dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya." (QS. Al-Kahfi: 103-104)
Hal itu tiada lain
dikarenakan suatu perasaan ringan yang mereka dapatkan dalam beriltizam dengan
ibadah dan rasa giat yang merasuk ke dalam diri mereka. Sehingga mereka
menganggap mudah sesuatu yang sulit disebabkan hawa nafsu yang merasuk ke dalam
jiwa mereka. Maka apabila nampak bagi seorang mubtadi' (pelaku bid'ah) suatu
kewajiban dan ia memandangnya sebagai sesuatu yang dicintainya, maka gerangan
apakah yang menghalanginya dari berpegang teguh dengannya dan menambah semangat
dalam menjalankannya? Sedangkan ia sendiri menganggap bahwa
perbuatan-perbuatannya itu lebih utama daripada perbuatan-perbuatan selainnya
dan keyakinan-keyakinan¬nya lebih tepat dan lebih tinggi.
كَذَلِكَ
يُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ .... 31
"Demikianlah
Allah menyesatkan orang-orang yang dike¬hendakinya dan memberi petunjuk kepada
siapa yang dikehendaki-Nya." (QS. Al-Muddatstsir: 31)
Perhatian: Sebagian
orang tertipu dengan ahli bid'ah dikarenakan kezuhudan dan kekhusyu'an serta
tangisan atau selainnya dari banyaknya ibadah yang mereka lihat pada mereka.
Akan tetapi, hal ini bukanlah suatu barometer yang benar dalam mengetahui
kebenaran. Nabi shollallohu 'alaihi wasallam, telah bersabda kepada para
sahabatnya, menyebutkan sebagian sifat ahli bid'ah:
يَحْقِرُ
أَحَدُكُمْ صَلاَتَهُ مَعَ صَلاَتِهِمْ، وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ......
"Salah seorang
di antara kamu merasa hina shalatnya dibanding shalat mereka (ahli
bid'ah/Khawarij) dan puasanya dibanding puasa mereka..." HR. Al-Bukhari
4/200
Telah diriwayatkan
dari Al-Auza'i, ia berkata, "Telah sampai kepadaku bahwa barangsiapa yang
berbuat bid'ah yang sesat maka syaithan akan menjadikannya cinta beribadah dan
meletakkan pada dirinya rasa khusyu' dan menangis agar ia dapat
memburunya."
TANDA-TANDA AHLUS
SUNNAH YANG PALING JELAS ADALAH:
Apa yang dikatakan
oleh Abu Utsman ash-Shabuni, "Salah satu tanda-tanda Ahlu Sunnah adalah
kecintaan mereka kepada imam-imam, ulama-ulama, para penolong dan pembela
sunnah. Dan kebencian mereka kepada imam-imam bid'ah yang menyeru ke dalam api
Neraka dan menjerumuskan kawan-kawannya ke dalam tempat kehancuran. Allah m
telah menghiasi dan menerangi hati-hati Ahlus Sunnah dengan kecintaan kepada
ulama-ulama sunnah sebagai karunia dari-Nya." [Aqidah Ash-haabil Ha-dits,
hal. 107]
Abu Bakar bin 'Ayyasy
pernah ditanya, "Wahai Abu Bakar, siapakah Ahlus Sunnah itu?" Ia
jawab, "Yaitu orang yang apabila disebutkan hawa nafsu ia tidak marah
karena sesuatupun darinya." [Lihat Al-I'tisham (1/114)]