TAQIYAH ( MENAMPAKKAN
KEYAKINAN YANG BERBEDA DENGAN ISI HATI KARENA SIASAT)
Taqiyah syar’I datang
dari kitabillah dan sunnah Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam dan sesuai dengan
batasan dan kaidah syar’i
Sementara taqiyah ala
jokam memiliki ciri dan sifat dengan taqiyah ala syi’ah imamyah
Asal yang menunjukkan
taqiyah adalah firman Allah ta’ala
قوله
- تعالى -: لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ
وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ
تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ * آل عمران:
28
28
janganlah orang-orang
mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang
mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan
Allah, KECUALI KARENA (SIASAT) MEMELIHARA DIRI DARI SESUATU YANG DITAKUTI DARI
MEREKA. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya
kepada Allah kembali (mu).
Imam Al-baghowi
berkata: makna dari ayat ini adalah bahwa Allah ta’ala melarang orang-orang
iman untuk menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin/menjilat mereka
(mencari muka), /sebagai teman akrab, kecuali apabila orang-orang kafir
tersebut adalah orang-oramg yang berkuasa dengan nyata, atau bilamana seorang
iman berada di tengah-tengah kaum kafir dan dia khawatir terhadap tindakan
mereka. Maka dia melakukan taktik dengan menutupi menggunakan lisannya tetapi
hatinya tetap tuma’ninah dalam keimanan, hal tersebut dia lakukan untuk
melindungi dirinya . (taqiyah itu dilakukan ) bukan untuk menghalalkan darah
yang diharamkan, atau untuk menghalalkan harta yang diharamkan dan atau
memenangkan orang-orang kafir ditengah-tengah kaum muslimin
Dan taqiyah tidaklah
boleh dilakukan kecuali karena khawatir dibunuh dan bersihnya niatan( tafsir
al-baghowy 2/26).
SEKARANG MARI KITA
LIHAT PERBEDAAN ANTARA TAQIYAH SYAR’I DENGAN TAQIYAH ALA JOKAM/354
PERTAMA:
Taqiyah syar’I bukan
merupakan ushul tetapi dia adalah masalah furu’ ( cabang ) oleh karenanya
tidaklah mengapa bila seorang muslim tidak menggunakannya
Taqiyah ala jokam : mereka
jadikan taqiyah ini sebagai ushul dalam agama, dan menetapkannya di dalam
aqidah mereka ( ini mengadopsi taqiyah ala syi’ah yang menyebutkan bahwa tidak
ada agama dan tidak ada keimanan bagi orang yang tidak bertaqiyah)
KEDUA:
Taqiyah syar’I diterapkan
kepada orang KAFIR, bukan kepada sesama muslim
Hal ini Nampak jelas
pada firman Allah: janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir
menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat
demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, KECUALI KARENA (SIASAT)
MEMELIHARA DIRI DARI SESUATU YANG DITAKUTI DARI MEREKA. dan Allah
memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah kembali
(mu). Ali imrom ayat 28
Ibnu jarir berkata :
taqiyah yang diamaksud dalam ayat ini adalah taqiyah dari ORANG – ORANG KAFIR
BUKAN KEPADA SELAIN MEREKA ( tafsir at-thobary 6/316
Said bin jubair
berkata: tidak ada taqiyah di dalam agama islam, adapun taqiyah itu diterapkan
kepada kafir harby " (tafsir al-baghowi 2/26)
Berkata imam ar-rozy
: taqiyah di lakukan mana kala seorang laki-laki berada di tengah-tengah kaum
kafir, semntara ia menghawatirkan akan diri dan hartanya maka dia mensiasati
mereka dengan lisannya, yang demikian itu dia lakukan agar dia tidak menampakkan
permusuhan dengan ucapannya, bahkan juga diperbolehkan baginya untuk
mengucapkan perkataan yang remang-remang agar disenangi, akan tetapi dengan
syarat dia menyembunyikan apa yang dia selisihi, dan dia mengingkari pada
setiap apa yang diucapkannya. Bahwasanya taqiyah itu pengaruhnya pada hal-hal
yang tampak bukan di dalam masalah keadaan hati ( tafsir ar-rozy 170/4)
Adapun taqiyah ala
jokam mereka terapkan kepada kaum muslimin ( sebabnya apa? Sebabnya adalah
karena mereka menempatkan kaum muslimin sebagai orang kafir di mata madzhab
mereka, karena kaum muslimin tidak beriman kepada imam-imam yang mereka bai’at)
KETIGA :
Taqiyah Syar’I adalah
rukhshoh (keringanan) bukan “penetapan” (‘azimah)
Taqiyah adalah
rukhshoh (keringanan) yang Allah berikan kepada umat ini pada sebagian
perkara-perkara yang terdapat pengecualian dan bersifat darurat, dan tidaklah
berdosa bagi orang yang tidak mengambil rukhshoh/kemurahan ini dan memilih
untuk tetap pada keimanannya baik ucapan maupun hatinya di dalam keadaan darurat,
bahkan para ulama mengatakan hal ini lebih utama ( memilih azimah dan
meninggalkan taqiyah)
Ibnu bathal berkata :
mereka telah sepakat bahwa barang siapa yang benci atas kekufuran, kemudian dia
memilih untuk berperang, maka sesungguhnya ia memperoleh pahala yang besar
disisi Allah
Fathul bary 317/12
Imam ar-rozy berkata
: seandainya dia menjelaskan perkataan dengan keimanan dan kebenaran, disamping
diperbolehkannya bertaqiyah, maka itu lebih baik ( tafsir ar-rozy 4/170)
Para sahabat abu
hanifah berkata: taqiyah adalah kemurahan dari Allah ta’ala manun tidak
memilihnya adalah sebuah keutamaan, seandainya dia benci pada kekafiran dan dia
tidak melakukan taqiyah sehingga dia dibunuh, maka dia lebih utama disbanding
dia bertaqiyah, oleh karenanya setiap perkara yang terdapat kecintaan beragama,
kemudian dia mendahulukannya sehingga dia dibunuh, itu lebih utama dibandingkan
dia mengambil kemurahan ( tafsir bahrul muhith li abi hayan 3/191)
Dan juga
perhatikanlah ketika masa-masa ujian yang menimpa imam ahmad bin hanbal di
dalam permasalahan “ al-qur`an adalah mahluq” dia ditanya : bilamana sebuah
pedang dihunuskan kepadamu, apa engkau akan mengabulkan mereka ? imam ahmad
menjawab : tidak, bila seorang `alim menjawab dengan TAQIYAH, maka ORANG BODOH
TETAP AKAN BODOH, maka kapan akan dijelaskannya sebuah kebenaran??? ( zaadul
masir oleh ibnul jauzy 1/372)
Adapun taqiyah ala
Jokam , maka taqiyah bagi mereka adalah sebuah ketetapan ( yang telah di
syari’atkan oleh amir mereka yang dikemas dengan nama fathonah, bithonah, budi
luhur (FBBL)) dan telah menjadi kewajiban yang bila dilanggar akan dianggap
berdosa karena melanggar perintah amirnya.
KEEMPAT:
Taqiyah syar’I digunakan disaat lemah dan tidak memiliki
kekuatan
Taqiyah syar’I terpaksa digunakan dikala keadaan lemah bukan
pada semua keadaan.
Mu’adz bin jabal dan mujahid berkata : taqiyah berlaku di
awal islam , sebelum berkembangnya islam dan kuatnya kaum muslimin, adapaun
saat ini maka Allah telah memuliakan agama islam, maka tidaklah pantas bagi
pemeluk islam untuk takut dari musuh-musuh mereka ( tafsir al-baghowy 2/26 )
Sementara taqiuyah ala jokam, maka diberlakukan pada semua
keadaan , tanpa ada pengecualian, tidak dibedakan dalam keadaan lemah dan kuat.
KELIMA
:
Taqiyah syar’I hanya diucapan dengan lisan dan tidak dengan
perbuatan
Ibnu ‘abbas rodhiallohu ‘anhu berkata : taqiyah bukanlah
dengan perbuatan, tetapi taqiyah hanyalah dengan ucapan.
Demikian pula abu ‘aliyah, abu sya’tsa` , dhohak, robi’ bin
anas, ucapan mereka semua ini dikuatkan dengan firman Allah Ta’ala :
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ
وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ
صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ النحل: 106
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia
mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya
tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan
dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang
besar.( surat an-nahl ayat 106)
Lihat tafsir ibnu katsir 2/30
Dari ibni ‘abbas tentang firman Allah Ta’ala
إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً * آل عمران: 28
kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang
ditakuti dari mereka.
Takut disini dia melakukan taqiyah dengan lisannya sementara
hatinya tuma’ninah dengan keimanan, dan dia tidak membentangkan tangannya maka
ia bias dibunuh, dan ini tidak berdosa karena dia diberi udzur ( addarul
mantsur Ii suyuti 2/76
Imam hasan al bashri berkata terhadap seorang yang dikatakan
padanya: sembahlah berhala! Kalau tidak kami akan membunuhmu. Imam hasan
berkata: bila berhala itu menghadap kiblat maka hendaklah dia bersujud, dia
jadikan niatnya menyembah Allah, namun bila mana berhala tersebut tidak
menghadap qiblat maka tidak boleh, meskipun mereka membunuhnya. Berkata ibnu
habib: ini adalah pendapatnya imam hasan, berkata qodhi iyadh : dan tidak ada
yang menghalanginya manakala ia menjadikan niatnya karena Allah meskipun
berhala tersebut tidak menghadap keqiblat dan di dalam kitabullah di sebutkan:
فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ *البقرة: 115
Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah .
suurat albaqoroh 115
Dan di dalam syari’at diperbolehkan sholat sunnah bagi
musafir dengan tidak menghadap ke kiblat ( lihat al-muharror al wajiz li ibni
‘athiyah 1/400)
Sementara taqiyah ala jokam adalah baik dengan menggunakan
lisan mereka maupun dengan perbuatan mereka, atau dengan segala cara demi
menyembunyikan aqidah bathil mereka, bahkan mereka berani bertaqiyah di dalam
masalah peribadatan ( misalnya: pura-pura sholat berjama’ah, pura-pura sholat
jenazah, pura-pura sholat jum’at dan lain-lain).
KEENAM:
Taqiyah syar’I sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa ia
adalah pengecualian dan sebuah kemurahan / ruhshoh, dan tidak boleh menjadi
kebiasaan seorang muslim pada semua keadaan
Doktor al-qofary mengatakan: Adapun taqyah di dalam agama
islam , agama jihad dan dakwah, tidaklah diterapkan sebagai manhaj umum pada
perilaku seorang muslim dan bukan merupakan tanda dari tanda-tanda masyarakat
islamy, tetapi ia adalah – biasanya- berlaku pada perorangan/individu dan
bersifat sementara karena berkenaan dengan kondisi darurat, karena ketidak
mampuan untuk berhijrah, dan karena keadaan keterpaksaan ( lihat ushul madzhabi
asy-syi’ah lilqofary 2/981 )
Sementara taqiyah ala jokam maka ia ditetapkan dan menjadi
tabiat bagi setiap warga jokam, dan senantiasa melekat pada diri masing-masing
orang jokam/jamaah354 selama masih terikat dengan bai’at pada amir mereka. Maka
tidak heran akan kita jumpai mereka selalu berdusta untuk menutupi aqidah
mereka, karena kedustaan telah menjadi tabiat dan melekat pada kehidupan
mereka,
KETUJUH:
Taqiyah syar’I bukanlah sebagai washilah untuk kemuliaan
agama islam
Tidaklah difahami dari taqiyah syar’I bahwa ia dipandang
dari sisi kemuliayaan islam, akan tetapi bahwasanya kemuliaan islam itu
dipandang dari sisi menampakkannya ditengah-tengah umat, bukan alah
disembunyikan, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ
لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا ﴾ الفتح: 28
Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan
agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. dan cukuplah Allah
sebagai saksi.
Sementara taqiyah ala
jokam, mereka menyangka ia adalah sarana untuk memuliakan jama’ah dan keamiran
mereka, mereka akan senantiasa merasa nyaman dengan taqiyah mereka.
Semoga bermanfa’at , Allohu yahdihim