PERBEDAAN ANTARA TAQIYAH SYAR’I DENGAN TAQIYAH JAMA’AH354/ JOKAM

Senin, 26 November 2012


 TAQIYAH ( MENAMPAKKAN KEYAKINAN YANG BERBEDA DENGAN ISI HATI KARENA SIASAT)

 Taqiyah syar’I datang dari kitabillah dan sunnah Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam dan sesuai dengan batasan dan kaidah syar’i
 Sementara taqiyah ala jokam memiliki ciri dan sifat dengan taqiyah ala syi’ah imamyah

 Asal yang menunjukkan taqiyah adalah firman Allah ta’ala

 قوله - تعالى -: لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ * آل عمران:
28
 janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, KECUALI KARENA (SIASAT) MEMELIHARA DIRI DARI SESUATU YANG DITAKUTI DARI MEREKA. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah kembali (mu).

 Imam Al-baghowi berkata: makna dari ayat ini adalah bahwa Allah ta’ala melarang orang-orang iman untuk menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin/menjilat mereka (mencari muka), /sebagai teman akrab, kecuali apabila orang-orang kafir tersebut adalah orang-oramg yang berkuasa dengan nyata, atau bilamana seorang iman berada di tengah-tengah kaum kafir dan dia khawatir terhadap tindakan mereka. Maka dia melakukan taktik dengan menutupi menggunakan lisannya tetapi hatinya tetap tuma’ninah dalam keimanan, hal tersebut dia lakukan untuk melindungi dirinya . (taqiyah itu dilakukan ) bukan untuk menghalalkan darah yang diharamkan, atau untuk menghalalkan harta yang diharamkan dan atau memenangkan orang-orang kafir ditengah-tengah kaum muslimin
 Dan taqiyah tidaklah boleh dilakukan kecuali karena khawatir dibunuh dan bersihnya niatan( tafsir al-baghowy 2/26).

 SEKARANG MARI KITA LIHAT PERBEDAAN ANTARA TAQIYAH SYAR’I DENGAN TAQIYAH ALA JOKAM/354

 PERTAMA:
 Taqiyah syar’I bukan merupakan ushul tetapi dia adalah masalah furu’ ( cabang ) oleh karenanya tidaklah mengapa bila seorang muslim tidak menggunakannya

 Taqiyah ala jokam : mereka jadikan taqiyah ini sebagai ushul dalam agama, dan menetapkannya di dalam aqidah mereka ( ini mengadopsi taqiyah ala syi’ah yang menyebutkan bahwa tidak ada agama dan tidak ada keimanan bagi orang yang tidak bertaqiyah)

 KEDUA:
 Taqiyah syar’I diterapkan kepada orang KAFIR, bukan kepada sesama muslim

 Hal ini Nampak jelas pada firman Allah: janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, KECUALI KARENA (SIASAT) MEMELIHARA DIRI DARI SESUATU YANG DITAKUTI DARI MEREKA. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah kembali (mu). Ali imrom ayat 28
 Ibnu jarir berkata : taqiyah yang diamaksud dalam ayat ini adalah taqiyah dari ORANG – ORANG KAFIR BUKAN KEPADA SELAIN MEREKA ( tafsir at-thobary 6/316
 Said bin jubair berkata: tidak ada taqiyah di dalam agama islam, adapun taqiyah itu diterapkan kepada kafir harby " (tafsir al-baghowi 2/26)
 Berkata imam ar-rozy : taqiyah di lakukan mana kala seorang laki-laki berada di tengah-tengah kaum kafir, semntara ia menghawatirkan akan diri dan hartanya maka dia mensiasati mereka dengan lisannya, yang demikian itu dia lakukan agar dia tidak menampakkan permusuhan dengan ucapannya, bahkan juga diperbolehkan baginya untuk mengucapkan perkataan yang remang-remang agar disenangi, akan tetapi dengan syarat dia menyembunyikan apa yang dia selisihi, dan dia mengingkari pada setiap apa yang diucapkannya. Bahwasanya taqiyah itu pengaruhnya pada hal-hal yang tampak bukan di dalam masalah keadaan hati ( tafsir ar-rozy 170/4)
 Adapun taqiyah ala jokam mereka terapkan kepada kaum muslimin ( sebabnya apa? Sebabnya adalah karena mereka menempatkan kaum muslimin sebagai orang kafir di mata madzhab mereka, karena kaum muslimin tidak beriman kepada imam-imam yang mereka bai’at)

 KETIGA :
 Taqiyah Syar’I adalah rukhshoh (keringanan) bukan “penetapan” (‘azimah)

 Taqiyah adalah rukhshoh (keringanan) yang Allah berikan kepada umat ini pada sebagian perkara-perkara yang terdapat pengecualian dan bersifat darurat, dan tidaklah berdosa bagi orang yang tidak mengambil rukhshoh/kemurahan ini dan memilih untuk tetap pada keimanannya baik ucapan maupun hatinya di dalam keadaan darurat, bahkan para ulama mengatakan hal ini lebih utama ( memilih azimah dan meninggalkan taqiyah)
 Ibnu bathal berkata : mereka telah sepakat bahwa barang siapa yang benci atas kekufuran, kemudian dia memilih untuk berperang, maka sesungguhnya ia memperoleh pahala yang besar disisi Allah
 Fathul bary 317/12
 Imam ar-rozy berkata : seandainya dia menjelaskan perkataan dengan keimanan dan kebenaran, disamping diperbolehkannya bertaqiyah, maka itu lebih baik ( tafsir ar-rozy 4/170)
 Para sahabat abu hanifah berkata: taqiyah adalah kemurahan dari Allah ta’ala manun tidak memilihnya adalah sebuah keutamaan, seandainya dia benci pada kekafiran dan dia tidak melakukan taqiyah sehingga dia dibunuh, maka dia lebih utama disbanding dia bertaqiyah, oleh karenanya setiap perkara yang terdapat kecintaan beragama, kemudian dia mendahulukannya sehingga dia dibunuh, itu lebih utama dibandingkan dia mengambil kemurahan ( tafsir bahrul muhith li abi hayan 3/191)
 Dan juga perhatikanlah ketika masa-masa ujian yang menimpa imam ahmad bin hanbal di dalam permasalahan “ al-qur`an adalah mahluq” dia ditanya : bilamana sebuah pedang dihunuskan kepadamu, apa engkau akan mengabulkan mereka ? imam ahmad menjawab : tidak, bila seorang `alim menjawab dengan TAQIYAH, maka ORANG BODOH TETAP AKAN BODOH, maka kapan akan dijelaskannya sebuah kebenaran??? ( zaadul masir oleh ibnul jauzy 1/372)
 Adapun taqiyah ala Jokam , maka taqiyah bagi mereka adalah sebuah ketetapan ( yang telah di syari’atkan oleh amir mereka yang dikemas dengan nama fathonah, bithonah, budi luhur (FBBL)) dan telah menjadi kewajiban yang bila dilanggar akan dianggap berdosa karena melanggar perintah amirnya.

KEEMPAT:
Taqiyah syar’I digunakan disaat lemah dan tidak memiliki kekuatan

Taqiyah syar’I terpaksa digunakan dikala keadaan lemah bukan pada semua keadaan.
Mu’adz bin jabal dan mujahid berkata : taqiyah berlaku di awal islam , sebelum berkembangnya islam dan kuatnya kaum muslimin, adapaun saat ini maka Allah telah memuliakan agama islam, maka tidaklah pantas bagi pemeluk islam untuk takut dari musuh-musuh mereka ( tafsir al-baghowy 2/26 )

Sementara taqiuyah ala jokam, maka diberlakukan pada semua keadaan , tanpa ada pengecualian, tidak dibedakan dalam keadaan lemah dan kuat.

KELIMA :
Taqiyah syar’I hanya diucapan dengan lisan dan tidak dengan perbuatan

Ibnu ‘abbas rodhiallohu ‘anhu berkata : taqiyah bukanlah dengan perbuatan, tetapi taqiyah hanyalah dengan ucapan.
Demikian pula abu ‘aliyah, abu sya’tsa` , dhohak, robi’ bin anas, ucapan mereka semua ini dikuatkan dengan firman Allah Ta’ala :

مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ  النحل: 106

Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.( surat an-nahl ayat 106)
Lihat tafsir ibnu katsir 2/30

Dari ibni ‘abbas tentang firman Allah Ta’ala
إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً * آل عمران: 28
kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.

Takut disini dia melakukan taqiyah dengan lisannya sementara hatinya tuma’ninah dengan keimanan, dan dia tidak membentangkan tangannya maka ia bias dibunuh, dan ini tidak berdosa karena dia diberi udzur ( addarul mantsur Ii suyuti 2/76

Imam hasan al bashri berkata terhadap seorang yang dikatakan padanya: sembahlah berhala! Kalau tidak kami akan membunuhmu. Imam hasan berkata: bila berhala itu menghadap kiblat maka hendaklah dia bersujud, dia jadikan niatnya menyembah Allah, namun bila mana berhala tersebut tidak menghadap qiblat maka tidak boleh, meskipun mereka membunuhnya. Berkata ibnu habib: ini adalah pendapatnya imam hasan, berkata qodhi iyadh : dan tidak ada yang menghalanginya manakala ia menjadikan niatnya karena Allah meskipun berhala tersebut tidak menghadap keqiblat dan di dalam kitabullah di sebutkan:

فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ *البقرة: 115
Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah . suurat albaqoroh 115

Dan di dalam syari’at diperbolehkan sholat sunnah bagi musafir dengan tidak menghadap ke kiblat ( lihat al-muharror al wajiz li ibni ‘athiyah 1/400)

Sementara taqiyah ala jokam adalah baik dengan menggunakan lisan mereka maupun dengan perbuatan mereka, atau dengan segala cara demi menyembunyikan aqidah bathil mereka, bahkan mereka berani bertaqiyah di dalam masalah peribadatan ( misalnya: pura-pura sholat berjama’ah, pura-pura sholat jenazah, pura-pura sholat jum’at dan lain-lain).

KEENAM:
Taqiyah syar’I sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa ia adalah pengecualian dan sebuah kemurahan / ruhshoh, dan tidak boleh menjadi kebiasaan seorang muslim pada semua keadaan

Doktor al-qofary mengatakan: Adapun taqyah di dalam agama islam , agama jihad dan dakwah, tidaklah diterapkan sebagai manhaj umum pada perilaku seorang muslim dan bukan merupakan tanda dari tanda-tanda masyarakat islamy, tetapi ia adalah – biasanya- berlaku pada perorangan/individu dan bersifat sementara karena berkenaan dengan kondisi darurat, karena ketidak mampuan untuk berhijrah, dan karena keadaan keterpaksaan ( lihat ushul madzhabi asy-syi’ah lilqofary 2/981 )

Sementara taqiyah ala jokam maka ia ditetapkan dan menjadi tabiat bagi setiap warga jokam, dan senantiasa melekat pada diri masing-masing orang jokam/jamaah354 selama masih terikat dengan bai’at pada amir mereka. Maka tidak heran akan kita jumpai mereka selalu berdusta untuk menutupi aqidah mereka, karena kedustaan telah menjadi tabiat dan melekat pada kehidupan mereka,

KETUJUH:
Taqiyah syar’I bukanlah sebagai washilah untuk kemuliaan agama islam

Tidaklah difahami dari taqiyah syar’I bahwa ia dipandang dari sisi kemuliayaan islam, akan tetapi bahwasanya kemuliaan islam itu dipandang dari sisi menampakkannya ditengah-tengah umat, bukan alah disembunyikan, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا ﴾ الفتح: 28
Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. dan cukuplah Allah sebagai saksi.
 Sementara taqiyah ala jokam, mereka menyangka ia adalah sarana untuk memuliakan jama’ah dan keamiran mereka, mereka akan senantiasa merasa nyaman dengan taqiyah mereka.
Semoga bermanfa’at , Allohu yahdihim