MAKNA HADITS "MATI JAHILIYAH"
SYARAH FATHU AL-BARY LI IBNI HAJAR AL-ATSQOLANY
6530 - حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ عَنْ الْجَعْدِ عَنْ أَبِي رَجَاءٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنْ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً * رواه البخاري
Dari Ibnu Abbas dari Nabi J Beliau bersabda : " Barang siapa yang membenci sesuatu dari Amirnya, maka hendaklah ia bersabar, maka sesungguhnya barang siapa yang keluar dari ketaatan Sulthon sejengkal saja, kemudian ia mati,maka seperti kematian jahiliyah"
قَوْله ( فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنْ السُّلْطَان )
أَيْ مِنْ طَاعَة السُّلْطَان ، وَوَقَعَ عِنْدَ مُسْلِم " فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَد مِنْ النَّاس يَخْرُج مِنْ السُّلْطَان[1] " وَفِي الرِّوَايَة الثَّانِيَة " مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَة[2] "
Sabda nabi : ( maka barang siapa yang keluar dari sulthon)
Maksudnya dari mentaati sulthon, redaksi hadits Muslim " maka bahwasanya tidak ada seorangpun dari manusia yang keluar dari sulthon" dan di dalam riwayat yang kedua " Barang siapa yang memisahi Jama'ah"
وَقَوْله " شِبْرًا " بِكَسْرِ الْمُعْجَمَة وَسُكُون الْمُوَحَّدَة وَهِيَ كِنَايَة عَنْ مَعْصِيَة السُّلْطَان وَمُحَارَبَته ، قَالَ اِبْن أَبِي جَمْرَة : الْمُرَاد بِالْمُفَارَقَةِ السَّعْي فِي حَلّ عَقْد الْبَيْعَة الَّتِي حَصَلَتْ لِذَلِكَ الْأَمِير وَلَوْ بِأَدْنَى شَيْء ، فَكُنِّيَ عَنْهَا بِمِقْدَارِ الشِّبْر ، لِأَنَّ الْأَخْذ فِي ذَلِكَ يَئُولُ إِلَى سَفْك الدِّمَاء بِغَيْرِ حَقٍّ .
Dan sabda Nabi " Sejengkal " dengan di kasroh mu'jamah dan sukun muwahhadah adalah sebagai kinayah dari menentang sulthon dan memeranginya, Ibnu abi jamroh berkata : yang dimaksud dengan kata " memisahi " adalah berusaha melepas ikatan baiat yang telah diperoleh Amir walaupun sedikit, maka ianya dikinayahkan dengan "kira-kira sejengkal", karena sesungguhnya menerapkannya (memisahi Amir ) artinya menumpahkan darah tanpa hak
قَوْله ( مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً )
فِي الرِّوَايَة الْأُخْرَى " فَمَاتَ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّة " وَفِي رِوَايَة لِمُسْلِمٍ " فَمِيتَته مِيتَة جَاهِلِيَّة " وَعِنْدَهُ فِي حَدِيث اِبْن عُمَر رَفَعَهُ " مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَة لَقِيَ اللَّه وَلَا حُجَّة لَهُ ، وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقه بَيْعَة مَاتَ مِيتَة جَاهِلِيَّة "
Sabda Nabi ( ia mati seperti mati jahiliah )
Di riwayat lain " maka ia mati kecuali mati jahiliah " di dalam riwayat muslim " maka kematiannya seperti mati jahiliyah " dan di hadits muslim lewat hadits ibnu umar, ia merofa'kan " Barang siapa yang mencabut tangan dari ketaatan, maka ia menemui Allah tanpa memiliki hujjah, dan barang siapa yang mati dan tidak terdapat baiat di lehernya maka ia mati seperti mati jahiliah "
قَالَ الْكَرْمَانِيُّ : الِاسْتِثْنَاء هُنَا بِمَعْنَى الِاسْتِفْهَام الْإِنْكَارِيّ أَيْ مَا فَارَقَ الْجَمَاعَة أَحَد إِلَّا جَرَى لَهُ كَذَا ، أَوْ حُذِفَتْ " مَا " فَهِيَ مُقَدَّرَة ، أَوْ " إِلَّا " زَائِدَة أَوْ عَاطِفَة عَلَى رَأْي الْكُوفِيِّينَ ، وَالْمُرَاد بِالْمِيتَةِ الْجَاهِلِيَّة وَهِيَ بِكَسْرِ الْمِيم حَالَة الْمَوْت كَمَوْتِ أَهْل الْجَاهِلِيَّة عَلَى ضَلَال وَلَيْسَ لَهُ إِمَام مُطَاع ، لِأَنَّهُمْ كَانُوا لَا يَعْرِفُونَ ذَلِكَ ، وَلَيْسَ الْمُرَاد أَنَّهُ يَمُوت كَافِرًا بَلْ يَمُوت عَاصِيًا ، وَيَحْتَمِل أَنْ يَكُون التَّشْبِيه عَلَى ظَاهِره وَمَعْنَاهُ أَنَّهُ يَمُوت مِثْل مَوْت الْجَاهِلِيّ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ هُوَ جَاهِلِيًّا ،
Al-karmany berkata : istitsna disini bermakna istifham inkar, maksudnya " tidaklah seseorang memisahi jamaah terkecuali menarik padanya begini.." atau dihilangkan " ما " maka ia muqoddaroh/dikira-kirakan, atau " الا " sebagai huruf zaidah/tambahan atau huruf athof menurut pendapat orang – orang kuffah.
Dan yang dimaksud dengan kematian jahiliah, dengan di kasrah huruf mim artinya keadaan kematiannya seperti matinya orang jahiliah di atas kesesatan dan tidak memiliki imam yang ditaati, dikarenakan mereka tidak mengetahuinya/ mengakuinya, dan maksudnya bukan bahwa ia akan mati sebagai orang kafir, tetapi mati sebagai orang yang menentang, kandungannya adalah penyerupaan atas dhohirnya dan maknanya bahwa ia akan mati semisal matinya orang jahiliah dan meskipun ia bukan orang jahiliah.
أَوْ أَنَّ ذَلِكَ وَرَدَ مَوْرِد الزَّجْر وَالتَّنْفِير وَظَاهِره غَيْر مُرَاد ، وَيُؤَيِّد أَنَّ الْمُرَاد بِالْجَاهِلِيَّةِ التَّشْبِيه قَوْله فِي الْحَدِيث الْآخَر " مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَة شِبْرًا فَكَأَنَّمَا خَلَعَ رِبْقَةَ الْإِسْلَام مِنْ عُنُقِهِ " أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيّ وَابْن خُزَيْمَةَ وَابْن حِبَّان وَمُصَحَّحًا مِنْ حَدِيث الْحَارِث بْن الْحَارِث الْأَشْعَرِيّ فِي أَثْنَاء حَدِيث طَوِيل ، وَأَخْرَجَهُ الْبَزَّار وَالطَّبَرَانِيُّ فِي " الْأَوْسَط " مِنْ حَدِيث اِبْن عَبَّاس وَفِي سَنَده خُلَيْد بْن دَعْلَج وَفِيهِ مَقَال ، وَقَالَ " مِنْ رَأْسِهِ " بَدَلَ " عُنُقِهِ " قَالَ اِبْن بَطَّال : فِي الْحَدِيث حُجَّة فِي تَرْك الْخُرُوج عَلَى السُّلْطَان وَلَوْ جَارَ ، وَقَدْ أَجْمَعَ الْفُقَهَاء عَلَى وُجُوب طَاعَة السُّلْطَان الْمُتَغَلِّب وَالْجِهَاد مَعَهُ وَأَنَّ طَاعَته خَيْر مِنْ الْخُرُوج عَلَيْهِ لِمَا فِي ذَلِكَ مِنْ حَقْن الدِّمَاء وَتَسْكِين الدَّهْمَاء ، وَحُجَّتهمْ هَذَا الْخَبَر وَغَيْره مِمَّا يُسَاعِدهُ ، وَلَمْ يَسْتَثْنُوا مِنْ ذَلِكَ إِلَّا إِذَا وَقَعَ مِنْ السُّلْطَان الْكُفْر الصَّرِيح فَلَا تَجُوز طَاعَته فِي ذَلِكَ بَلْ تَجِب مُجَاهَدَته لِمَنْ قَدَرَ عَلَيْهَا كَمَا فِي الْحَدِيث الَّذِي بَعْدَهُ . ( فتح الباري 13/7 )
Atau sesungguhnya hal itu sampai pada tahap celaan dan menakut-nakuti ( bagi orang khuruj -pent) bukan dimaksudkan pada makna dhohirnya ( yakni "orang jahilyah"-pent), dan menegaskan kata "jahilyah" adalah makna "penyerupaannya"
Sebagaimana sabda Nabi pada hadits yang lain; " Barang siapa yang memisahi jamaah sejengkal saja, maka seakan-akan ia telah melepaskan islam dari lehernya".
Dikeluarkan oleh At-tirmidzi, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu hibban di dalam kitab shohihnya, dari jalur hadits harits bin harits al-'asy'ary disela-sela matan hadits yang panjang.
Hadits ini juga dikeluarkan oleh Al-Bazzar dan At-thobrony didalam kitab "Al-ausath" dari jalur Ibnu "abbas dan di dalam sanadnya terdapat nama " Khulaij bin da'laj" ada pembicaraan tentangnya (tentang keshohihannya-pent). Ia berkata, kata " dari kepalanya" menggantikan kata " dari lehernya".
Ibnu Bathal berkata : ini adalah hujjah untuk tidak memberontak kepada sulthon/ penguasa meskipun ia durhaka, para fuqoha telah bersepakat atas wajibnya mentaati sultan yang berkuasa dan berjihad bersamanya dan sesungguhnya menaatinya itu lebih baik daripada memberontak kepadanya, karena akan dapat menahan darah dan menenteramkan rakyat.
Mereka berhujjah dengan hadits ini dan selainya yang menyokong sulthon, bukan untuk menyanjungnya. Terkecuali jika seorang sulthon terjatuh pada kekafiran yang jelas maka tidak boleh menaatinya bahkan wajib memeranginya bagi orang yang mampu sebagaimana tercantum pada hadits setelahnya.
الكتاب : فتح الباري شرح صحيح البخاري
المؤلف : أحمد بن علي بن حجر أبو الفضل العسقلاني الشافعي
------------
Hadits ini beserta syarahnya kita tampilkan bukan upaya untuk mengecilkan nilai hadits yang mulia ini, akan tetapi upaya menjelaskan dan menerapkan sebuah hadits sesuai pada porsinya dan bukan upaya untuk memalingkan maknanya atau menyembunyikan maksudnya untuk tujuan menakut-nakuti dan menipu ummat seperti yang dilakukan oleh Jama'ah-Jama'ah yang ada. Masing-masing mereka telah memalingkan dan meletakkan hadits ini untuk Jama'ah mereka saja agar seseorang tidak keluar dari Jama'ahnya, sehingga bagi mereka, barang siapa yang keluar dari jama'ahnya maka akan dihukumi secara ekstrim yakni kalau tidak murtad maka kafir mutlak...subhanalloh, kepada Allah senmata tempatku berlindung dan mencari pertolongan.
Secara ringkas kesimpulan yang kita dapat ambil dari hadits dan syarah hadits diatas ;
- Wajibnya menetapi Jama'ah ( berkumpulnya kaum muslimin di bawah pemerintahan seorang sulthon)
- Makna mati Jahilyah yang kehendaki adalah secara "penyerupaan" dan bukan makna "Jahilyah" secara dhohir.
- Larangan memberontak kepada sulthon meskipun ia durhaka ( banyak melakukan pelanggaran syari'at )
- mementingkan kemaslahatan ummat dari perpecahan dan pertumpahan darah yang sia-sia ( darah seorang muslimin sangat mahal harganya )
- Sulthon yang dimaksud adalah sulthon yang berkuasa ( ini adalah ijma' para Ulama Alhi fiqh ) dan bukan sulthon yang tidak berkuasa
- Boleh memberontak kepada sulthon yang jelas kekafirannya bukan melalui persangkaan hawa nafsu, namun dipersyaratkan ada kemampuan yang terukur (Apakah engkau ingin memberontak dengan menggunakan pisau dapur? Akhirnya kaum muslimin lainnya terikut menjadi korban).
[1] عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا فَمَاتَ عَلَيْهِ إِلاَّ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً ». رواه مسلم
[2] قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ فَمِيتَةٌ جَاهِلِيَّةٌ ». رواه مسلم