Kepada siapakah bai’at diberikan?

Rabu, 18 November 2009

لمن تكون البيعة

هل يجب على كل مسلم أن يبايع شخصاً بيده كما فعل الصحابة مع الرسول صلى الله عليه وسلم والخلفاء الراشدين ؟.

Apakah wajib bagi setiap muslim untuk membaiat seseorang dengan tangannya (jabat tangan) sebagaimana yang telah dilaksanakan para sahabat beserta rosululloh j dan khalifah Rasyidin?

الحمد لله

البيعة لا تكون إلا لولي أمر المسلمين . يبايعه أهل الحل والعقد ، وهم العلماء والفضلاء ووجوه الناس ، فإذا بايعوه ثبتت ولايته ، ولا يجب على عامة الناس أن يبايعوه بأنفسهم ، وإنما الواجب عليهم أن يلتزموا طاعته في غير معصية الله تعالى .

Alhamdulillah,

Bai’at tidak diberikan kecuali kepada penguasa muslim. Yang membai’atnya adalah ahlu al-halli wa alqdi, mereka adalah para ulama, para pembesar, dan tokoh-tokoh masyarakat, maka ketika mereka telah membai’atnya maka telah tetaplah wilayahnya (kekuasaannya), dan tidak ada kewajiban bagi semua rakyat untuk datang sendiri membai’atnya

قَالَ الْمَازِرِيّ : يَكْفِي فِي بَيْعَةِ الإِمَامِ أَنْ يَقَع مِنْ أَهْل الْحَلِّ وَالْعَقْدِ وَلا يَجِب الاسْتِيعَاب, وَلا يَلْزَم كُلّ أَحَدٍ أَنْ يَحْضُرَ عِنْدَهُ وَيَضَع يَدَهُ فِي يَدِهِ , بَلْ يَكْفِي اِلْتِزَامُ طَاعَتِهِ وَالانْقِيَادُ لَهُ بِأَنْ لا يُخَالِفَهُ وَلا يَشُقَّ الْعَصَا عَلَيْهِ اهـ نقلاً من فتح الباري .

Al-maziri berkata: Telah mencukupi di dalam urusan bai’at dengan dihadiri oleh sebagian ahlu al-halli wa al-aqdi dan tidak harus lengkap (hadir semua), dan tidak harus hadir semuanya ketika pembai’atan dan berjabat tangan, bahkan cukup menetapi keto’atan dan kepatuhan pada amir untuk tidak menyelisihinya dan tidak memecah tongkat (keluar dari jama’ah) (manqul dari Fath al-bary)

وقال النووي رحمه الله في شرح صحيح مسلم :

أَمَّا الْبَيْعَة : فَقَدْ اِتَّفَقَ الْعُلَمَاء عَلَى أَنَّهُ لا يُشْتَرَط لِصِحَّتِهَا مُبَايَعَة كُلّ النَّاس , وَلا كُلّ أَهْل الْحَلّ وَالْعِقْد , وَإِنَّمَا يُشْتَرَط مُبَايَعَة مَنْ تَيَسَّرَ إِجْمَاعهمْ مِنْ الْعُلَمَاء وَالرُّؤَسَاء وَوُجُوه النَّاس , . . . وَلا يَجِب عَلَى كُلّ وَاحِد أَنْ يَأْتِيَ إِلَى الأَمَام فَيَضَع يَده فِي يَده وَيُبَايِعهُ , وَإِنَّمَا يَلْزَمهُ الانْقِيَادُ لَهُ , وَأَلا يُظْهِر خِلافًا , وَلا يَشُقّ الْعَصَا اهـ

Imam An-nawawi didalam syarah shohih muslim berkata;

Adapun bai’at : para ulama telah bersepakat bahwa tidak dipersyaratkan keabsahannya dengan melalui pembai’atan semua orang ( secara langsung), dan tidak pula oleh semua anggota ahlu al-halli wa al-aqdi ( hadir ), dan sesungguhnya pembai’atan dipersyaratkan oleh siapa yang mudah untuk berkumpul (hadir ) dari kalangan ulama, para pemimpin dan tokoh-tokoh masyarakat. Dan tidak diwajibkan atas setiap orang untuk datang kepada imam kemudian berjabat tangan dan membai’atnya, dan sesungguhnyalah menetapinya yakni patuh kepadanya, tidak menampakkan perselisihan dan tidak keluar dari jama’ah..sekian

وما ورد من الأحاديث في السنة فيه ذكر البيعة فالمراد بيعة الإمام ، كقوله صلى الله عليه وسلم : " ومن مات وليس في عنقه بيعة مات مِيتة جاهلية " رواه مسلم (1851).

Adapun sebagian hadits-hadits di dalam sunnah yang menyebutkan kata bai’at maka maksudnya adalah membai’at imam, sebagaimana sabda rosululloh j “ Dan barang siapa yang mati, dan tidak terdapat di lehernya bai’at, kemudian ia mati, bagaikan mati jahiliah”

وقوله صلى الله عليه وسلم : " ومن بايع إماما فأعطاه صفقة يده وثمرة قلبه فليطعه ما استطاع ، فإن جاء آخر ينازعه فاضربوا عنق الآخر" رواه مسلم (1844).

Dan sabda rosululloh j “ Dan barang siapa yang membai’at imam kemudian ia memberikan jabat tangannya dan buah hatinya, maka hendaklah ia mento’atinya semampunya, maka jika datang orang lain yang akan mencabutnya (mendongkel amir) maka bunuhlah orang tersebut”.

وقوله صلى الله عليه وسلم : " إذا بويع لخليفتين فاقتلوا الآخر منهما " رواه مسلم (1853).

Dan sabda rosululloh j “ketika telah dibai’at dua orang kholifah, maka bunuhlah yang lain dari keduanya (imam yang kedua)

فهذا كله في بيعة الإمام ولا شك.

قال الشيخ صالح الفوزان حفظه الله في جواب عن بيعة الجماعات المتعددة : ( البيعة لا تكون إلا لولي أمر المسلمين ، وهذه البيعات المتعددة مبتدعة ، وهي من إفرازات الاختلاف ، والواجب على المسلمين الذين هم في بلد واحد وفي مملكة واحدة أن تكون بيعتهم واحدة لإمام واحد ، ولا يجوز المبايعات المتعددة ) المنتقى من فتاوى الشيخ صالح الفوزان 1/367

Maka ini semua adalah masalah membai’at imam dan tidak ada keraguan.

As-syaikh sholih fauzan[1]-rahimahullah- berkata didalam menjawab tentang bai’at jama’ah-jama’ah yang berbilang-bilang : “bai’at tidak diberikan kecuali kepada penguasa muslim, bai’at-bai’at yang berbilang-bilang ini adalah perbuatan bid’ah, dan ia termasuk sempalan-sempalan ikhtilaf, dan wajib bagi kaum muslimin yang berada negara yang satu dan berada di dalam kerajaan yang satu bahwa bai’at mereka satu untuk seorang imam, dan tidak boleh ada pembaia’tan yang berbilang-bilang” (Al-muntaqo dari fatwa syaikh sholih fauzan)

وأما ما يتعلق بصفة البيعة للإمام ، فإنها تكون في حق الرجال بالقول وبالفعل الذي هو المصافحة .

وتقتصر في حق النساء على القول ، وهذا ثابت في أحاديث مبايعة الصحابة لرسول الله صلى الله عليه وسلم .

Dan adapun yang berkenaan dengan sifat bai’at untuk imam, maka yang menjadi hak laki-laki adalah dengan ucapan dan perbuatan yaitu berjabat tangan, dan diringkas di dalam hak wanita atas ucapan saja, dan ini telah tetap didalam beberapa hadits pembai’atan sahabat kepada rosululloh j

ومن ذلك قول عائشة رضي الله عنها : " لا والله ما مست يد رسول الله صلى الله عليه وسلم يد امرأة قط ، غير أنه يبايعهن بالكلام" ( رواه البخاري 5288 ومسلم 1866).

قال النووي رحمه الله في شرحه : ( فيه أن بيعة النساء بالكلام من غير أخذ كف . وفيه أن بيعة الرجال بأخذ الكف مع الكلام ) انتهى.

والله أعلم .

Dan juga ucapan ‘aisyah rodhiallahu ‘anha : Tidak, demi Allah tangan rosulullah j sama sekali tidak menyentuh tangan perempuan, sesungguhnya Rosululloh membai’at mereka hanya dengan ucapan (HR.Bukhori dan muslim )

Ini menunjukkan membai’at wanita dilakukan dengan ucapan tanpa menyentuh tangan dan adapun membai’at laki-laki dilakukan dengan berjabat tangan bersama ucapan.

الإسلام سؤال وجواب

Manqul: http://www.islam-qa.com/ar/ref/23320



[1] DR. Shalih bin Fauzan bin Abdillah dari keluarga Al Fauzan, dari suku Asa Syamasiyyah. Beliau lahir tahun 1345H/1933M, Syaikh yang mulia adalah salah seorang anggota Haiah Kibaril Ulama’ dan Komite Fiqh Rabithah Alam Islamiy di Mekkah serta anggota Komite Pengawas Du’at Haji sekaligus mengepalai keanggotaan Lajnah Daimah lil buhuts wal ifta’. Selain itu, beliau juga seorang Imam, Khatib dan Pengajar di Masjid Pangeran Mut’ib bin Abdil Aziz di Al Malzar. Beliau juga berperan aktif di dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan di program radio ‘Nuurun ‘ala Darb’ dan memberikan kontribusi terhadap penerbitan sejumlah Riset/Penelitian Islami di Lembaga Riset, Studi, Tesis dan Fatwa Islami, yang kemudian diperiksa dan diterbitkan. Syaikh yang mulia juga berperan dalam mengawasi sejumlah Tesis Magister dan Disertasi Doktoral.