MANA DALILNYA KALAU AMIR ADALAH PRESIDEN?

Selasa, 27 Oktober 2009

Pertanyaan in menarik untuk dibahas, dikarenakan secara umum dipertanyakan oleh kalangan Jama'ah354, terutama para pembesarnya, orang ini ingin menjadi paling ad-dhohiryahnya paham ad-dhohiryah, ya tentunya kita tidak akan menemukan satu kitab haditspun yang akan menyebutkan lafadz President, yang akan kita jumpai adalah lafadz: “Amir” (HR. Muslim no.1835, 1849), “Khalifah” (HR. Muslim no. 1853), “Imam” (HR. Muslim no.1841, 1844), “Waalin” (HR. Muslim, Kitabul Imarah no. 66), “Sulthan” (HR. Muslim, Kitabul Imarah no. 56), lafadz yang berbeda-beda namun maknanya satu, yakni pemimpin/penguasa kaum muslimin, secara bahasa saja, apakah ada pemahaman dari semua orang tentang seseorang yang disebut sultan tetapi ia tidak punya kekuasaan dan wilayah?

Sekarang mari kita tanya siapakah pemimpin negera tertinggi di Republik Indonesia ini, yang menguasai jalannya pemerintahan, mengendalikan keamanan dan mengendalikan tentara? Mengadakan perjanjian damai dan mengumumkan perang? Adakah yang ingin menjawab selain presiden? Ia telah menjalankan fungsi seorang amir yang sesungguhnya, Oleh karenanya seorang president menempati kedudukan seorang amir/imam. Apakah Kunjungan resmi raja Abdullah raja Saudi Arabia akan berkunjung ke pondok burengan kediri? Jawabnya tidak ia akan menemui presiden Republik Indonesia untuk melakukan pertemuan kenegaraan, karena Raja Saudi tidak mengetahui adanya Amir yang mampak dan sah di Pondok Burengan Kediri.

Makna Imam

Agar Jamaáh354 tidak bingung maka kita fahami dulu makna imam, mengapa? karena Pemahaman masalah imam menurut Jamaah354 adalah bahwa figur imam hanya mengatur urusan agama saja, mereka memisahkan antara hukum dunia dan hukum agama ( hal ini sangat jelas tertulis didalam setiap nashihat pembukaan yang merupakan nashihat pokok pada meteri teks bulanan jamaáh354, yakni....( Qur'an hadits Jama'ah dengan cara Lima Bab/ keimaman).....ini adalah masalah agama, masalah ibadah, masalah akhirat adapun masalah keduniaan/ masalah kemasyarakatan, kita sebagai warga negara republik Indonesia supaya tunduk dan patuh kepada pemerintah yang sah berdasarkan Pancasila dan UUD45 dan berbudi yang luhur agar menjadi warganegara yang baik..

Imam al-haromain Abu al-ma'aly al-juwainy pada kitab Ghyatsu al-umam fi tiyatsi ad-dzulmi halaman 6 (kitab ini juga telah dipakai sebagai rujukan kitab mukhtashor al-jamaáh wa al-imamah pada halaman 27)

إمام الحرمين أبو المعالي عبد الملك بن عبد الله الجويني رحمة الله عليه:

الباب الأول

في معنى الإمامة ووجوب نصب الأئمة وقادة الأمة

14 ـ الإمامة رياسةٌ تامة، وزعامةٌ عامة، تتعلق بالخاصة والعامة، في مهمات الدين والدنيا. متضمِّنها حفظُ الحوزة، ورعاية الرعية، وإقامة الدعوة بالحجة والسيف، وكف الخَيف والحيف، والانتصافُ للمظلومين من الظالمين، واستيْفاءِ الحقوق من الممتنعين، وإيفاؤها على المستحقين. غياث الأمم في التياث الظلم ص 6

Bab Pertama

Tentang makna keimaman dan kewajiban mendirikan keimaman

serta kepemimpinan ummat

Keimaman adalah kepemimpinan yang sempurna, dan pemimpin umum/general, baik berkenaan hal yang khusus dan umum , didalam urusan kepentingan agama dan dunia, termasuk didalamnya adalah menjaga kepemilikan (dari perampasan), dan mengurus rakyat, menegakkan dakwan baik dengan hujjah maupun dengan pedang, mencegah ketakutan (dari musuh) dan ketidakadilan, memberikan keadilan bagi yang teraniaya dari penganiaya, mengumpulkan hak-hak dari orang yang mencegah (misalnya zakat ) dan mengembalikannya kepada orang yang berhak (menerima).

Untuk selanjutnya, Agar menjadi jelas sekarang kita lihat tugas-tugas/fungsi imam seorang imam didalam kitab Ahkamu As-sulthonyah oleh imam al-mawardi (lihat kitab mukhtashor al-jamaáh wa al-imamah pada halaman 10), yakni sebagai berikut

وَاَلَّذِي يَلْزَمُهُ مِنْ الْأُمُورِ الْعَامَّةِ عَشَرَةُ أَشْيَاءَ :

Tugas-tugas imam/amir

أَحَدُهَا حِفْظُ الدِّينِ عَلَى أُصُولِهِ الْمُسْتَقِرَّةِ وَمَا أَجْمَعَ عَلَيْهِ سَلَفُ الْأُمَّةِ ، فَإِنْ نَجَمَ[1] مُبْتَدِعٌ أَوْ زَاغَ ذُو شُبْهَةٍ عَنْهُ أَوْضَحَ لَهُ الْحُجَّةَ وَبَيَّنَ لَهُ الصَّوَابَ وَأَخَذَهُ بِمَا يَلْزَمُهُ مِنْ الْحُقُوقِ وَالْحُدُودِ ، لِيَكُونَ الدِّينُ مَحْرُوسًا مِنْ خَلَلٍ وَالْأُمَّةُ مَمْنُوعَةً مِنْ زَلَلٍ .

1. Menjaga agama sesuai dengan dasar-dasarnya yang establish,dan ijma' genearsi salaf, maka jika muncul pembuat bid'ah, atau orang yang sesat/menyimpang yang membuat subhat tentang agama, ia menjelaskan hujjah kepadanya, menerangkan yang benar kepadanya , dan menindaknya sesuai dengan hak-hak dan hukum yang berlaku, agar agama tetap terlindungi dari segala penyimpangan dan umat terlindungi dari usaha penyesatan

الثَّانِي : تَنْفِيذُ الْأَحْكَامِ بَيْنَ الْمُتَشَاجِرِينَ وَقَطْعُ الْخِصَامِ بَيْنَ الْمُتَنَازِعِينَ حَتَّى تَعُمَّ النَّصَفَةُ ، فَلَا يَتَعَدَّى ظَالِمٌ وَلَا يَضْعُفُ مَظْلُومٌ .

Menerapkan hukum diantara dua pihak yang berperkara, dan menghentikan perseteruan diantara dua pihak yang berselisih, agar keadilan menyebar secara merata, maka yang yang dholim tidak semena-mena dan orang yang teraniaya tidak merasa lemah

الثَّالِثُ : حِمَايَةُ الْبَيْضَةِ وَالذَّبُّ عَنْ الْحَرِيمِ لِيَتَصَرَّفَ النَّاسُ فِي الْمَعَايِشِ وَيَنْتَشِرُوا فِي الْأَسْفَارِ آمِنِينَ مِنْ تَغْرِيرٍ بِنَفْسٍ أَوْ مَالٍ .

Melindungi wilayah negara dan tempat-tempat suci, agar manusia dapat leluasa bekerja, dan bepergian ketempat manapun dengan aman dari gangguan terhadap jiwa dan harta

وَالرَّابِعُ : إقَامَةُ الْحُدُودِ لِتُصَانَ مَحَارِمُ اللَّهِ تَعَالَى عَنْ الِانْتِهَاكِ وَتُحْفَظَ حُقُوقُ عِبَادِهِ مِنْ إتْلَافٍ وَاسْتِهْلَاكٍ .

Menegakkan supremasi hukum ( hudud) untuk melindungi larangan-larangan Allah ta'ala dari upaya pelanggaran terhadapnya, dan melindungi hak-hak hamba-hambanya dari upaya pelanggaran dan perusakan terhadapnya

وَالْخَامِسُ : تَحْصِينُ الثُّغُورِ بِالْعُدَّةِ الْمَانِعَةِ وَالْقُوَّةِ الدَّافِعَةِ حَتَّى لَا تَظْفَرَ الْأَعْدَاءُ بِغِرَّةٍ يَنْتَهِكُونَ فِيهَا مُحَرَّمًا أَوْ يَسْفِكُونَ فِيهَا لِمُسْلِمٍ أَوْ مُعَاهَدٍ دَمًا

Melindungi daerah-daerah perbatasan dengan benteng yang kokoh, dan kekuatan yang tangguh hingga musuh tidak mampu mendapatkan celah untuk menerobos masuk guna merusak kehormatan, atau menumpahkan darah orang muslim atau orang yang berdamai dengan orang muslim (mu'ahid)

وَالسَّادِسُ : جِهَادُ مَنْ عَانَدَ الْإِسْلَامَ بَعْدَ الدَّعْوَةِ حَتَّى يُسْلِمَ أَوْ يَدْخُلَ فِي

الذِّمَّةِ لِيُقَامَ بِحَقِّ اللَّهِ تَعَالَى فِي إظْهَارِهِ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ .

Memerangi orang yang menentang islam setelah sebelumnya ia didakwahi hingga ia masuk islam, atau masuk dalam perlindungan kaum muslimin ( ahlu dzimmah ), agar hak Alloh ta'ala terealisir yaitu kemenanganNya atas seluruh agama.

وَالسَّابِعُ : جِبَايَةُ الْفَيْءِ وَالصَّدَقَاتِ عَلَى مَا أَوْجَبَهُ الشَّرْعُ نَصًّا وَاجْتِهَادًا مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا عَسْفٍ .

Mengambil Fai' ( harta yang didapatkan kaum muslimin tanpa pertempuran ) dan sedekah sesuai dengan yang diwajibkan syari'at secara textual/ijtihat tampa rasa takun dan paksa

وَالثَّامِنُ : تَقْدِيرُ الْعَطَايَا وَمَا يَسْتَحِقُّ فِي بَيْتِ الْمَالِ مِنْ غَيْرِ سَرَفٍ وَلَا تَقْتِيرٍ وَدَفْعُهُ فِي وَقْتٍ لَا تَقْدِيمَ فِيهِ وَلَا تَأْخِيرَ .

Menentukan gaji dan apa saja yang diperlukan dalam baitul mal (kas negara) tanpa berlebih-lebihan kemudian mengeluarkannya tepat pada waktunya, tidak mempercepat atau menunda pengeluarannya.

التَّاسِعُ : اسْتِكْفَاءُ الْأُمَنَاءِ وَتَقْلِيدُ النُّصَحَاءِ فِيمَا يُفَوَّضُ إلَيْهِمْ مِنْ الْأَعْمَالِ وَيَكِلُهُ إلَيْهِمْ مِنْ الْأَمْوَالِ ، لِتَكُونَ الْأَعْمَالُ بِالْكَفَاءَةِ مَضْبُوطَةً وَالْأَمْوَالُ بِالْأُمَنَاءِ مَحْفُوظَةً .

Mengangkat orang-orang terlatih untuk menjalankan tugas-tugas, dan orang-orang yang jujur untuk mengurusi masalah keuangan, agar tugas-tugas ini dikerjakan oleh orang-orang yang ahli, dan keuangan dipegang oleh orang-orang yang jujur

الْعَاشِرُ : أَنْ يُبَاشِرَ بِنَفْسِهِ مُشَارَفَةَ الْأُمُورِ وَتَصَفُّحَ الْأَحْوَالِ ؛ لِيَنْهَضَ

بِسِيَاسَةِ الْأُمَّةِ وَحِرَاسَةِ الْمِلَّةِ ، وَلَا يُعَوِّلُ عَلَى التَّفْوِيضِ تَشَاغُلًا بِلَذَّةٍ أَوْ عِبَادَةٍ ، فَقَدْ يَخُونُ الْأَمِينُ وَيَغُشُّ النَّاصِحُ ، وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى : { يَا دَاوُد إنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتْبَعْ الْهَوَى فَيُضِلّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ } .فَلَمْ يَقْتَصِرْ اللَّهُ سُبْحَانَهُ عَلَى التَّفْوِيضِ دُونَ الْمُبَاشَرَةِ وَلَا عَذَرَهُ فِي الِاتِّبَاعِ حَتَّى وَصَفَهُ بِالضَّلَالِ ، وَهَذَا وَإِنْ كَانَ مُسْتَحَقًّا عَلَيْهِ بِحُكْمِ الدِّينِ وَمَنْصِبِ الْخِلَافَةِ فَهُوَ مِنْ حُقُوقِ السِّيَاسَةِ لِكُلِّ مُسْتَرْعٍ قَالَ النَّبِيُّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ : { كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ } .

Terjun langsung menangani segala persoalan, dan menginspeksi keadaan, agar ia sendiri ayang memimpin umat dan melindungi agama. Tugas-tugas tersebut tidak boleh ia delegasikan kepada orang lain dengan alasan sibuk istirahat atau ibadah. Jika tugas-tugas tersebut ia limpahkan kepada orang lain, sungguh ia berkhianat kepada umat, dan menipu penasihat, Alloh ta'ala berfirman;

Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.(Surat shaad ayat 26)

Kemudian akan muncullah subhat pertanyaan dari Jamaáh354,sebagai berikut;

1. Jama'ah354 akan mengejar dengan pertanyaan, tetapi ia tidak menegakkan hukum islam, berarti ia telah kafir!

2. Jama'ah354 juga akan mengejar dengan pertanyaan, tetapi bukankah ia tidak dibai'at?

Ikhwany fiddin,kita akan mencoba menjawab dua pertanyaan ini sekaligus dengan pembahsan dibawah ini;

"Maka saksikanlah inilah wajah asli aqidah Jama'ah354"

Baik, kita akan mulai dengan mengurai benang kusut dari aqidah Jama'ah354 sendiri. sebagai berikut;

Wajib mendirikan Jama'ah di Negara Republik Indonesia

Para penasihat-penasihat yang mengutip ucapan H.Nurhasan, bahwa Kyai yang tidak mau menetapi berjama'ah berarti kyai goblok atau khianat!?? Sehingga nasihatnya pokoknya Jama'ah surga, tidak jama'ah neraka, Kalau tidak mau menetapi Qur'an hadits Jama'ah cara lima Bab (Ngaji, Ngamal, Mbela, Jama'ah dan Toat) Karena Alloh maka mati sewaktu-waktu wajib masuk Neraka. Dengan menggunakan dalil-dalil dibawah ini;

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ ...النساء (13).

"Dan barang siapa yang to'at Alloh dan Rosulnya, maka Alloh akan memasukkannya kedalam surga"

وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ النار ... النساء (14)

"Dan Barang siapa yang menentng Alloh dan Rosulnya serta melanggar batas-batas ketentuannya, maka Alloh akan memasukkannya kedalam naraka"

وَمَنْ أَرَادَ بُحْبُوحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمْ الْجَمَاعَةَ...*رواه الترمذى

"Dan barangsiapa yang menghendaki untuk masuk ketengah-tengah surga, maka tetapilah Jama'ah"

وَيَدُ اللَّهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ *رواه الترمذى

"Tangan Alloh beserta Jama'ah dan barang siapa yang keluar, maka ia keluar menuju neraka".

Wahai saudaraku, para ulama ahlu sunnah tidak mendirikan Jama'ah sendiri di Republik ini, bukan berarti tidak faham Jama'ah, goblok atau khianat, tetapi mereka faham betul meletakkan dalil-dalil Bab Jama'ah dan bai'at secara porposional/sesuai dengan tempatnya, dan mereka tidak mengikuti hawa nafsu, Hal ini sudah kita bahas secara luas.

Wahai saudaraku, di Indonesia Tahun 1900-an pernah ada seorang 'ulama bernama Syaikh ahmad surkatti (pendiri al-irsyad-surabaya) yang merupakan murid resmi Syaikh umar hamdan dan 'ulama haromain lainnya. Beliau tidak mengusung faham Bai'at dan Jama'ah istitsnayah/kelompok tetapi lebih mementingkan dakwah Tauhid diantara ahli bid'ah. Hal ini sama dakwah yang di bawa oleh syaikh Islam Muhammad bin abdul wahhab ( ulama yang membidani berdirinya daulah Saudi arabia) yang mementingkan dakwah Tauhid dan setelah kerajaan Saudi Arabia berdiri tegak barulah dilakukan pembai'atan sampai sekarang.

Memang Idealnya sebuah pemerintahan muslim menjalankan syari'at islam secara kaffah, mulai dari pengangkatan amir melalui pembai'atan yang cukup dilakukan oleh ahlu al-ahli wa al-aqdi[2] kemudian rakyat cukup berkeyakinan bahwa dia telah memiliki seorang amir berarti dilehernya sudah terdapat tali bai'at dan ia tidak boleh keluar dari keto'atan terhadap amirnya ( baca kitab liqo bab maftuh oleh syaikh Utsaimin agar menjadi jelas), kemudian seorang amir tersebut menjalankan pemerintahan dengan syari'at Islam, menjaga kedaulatan negara, melakukan perjanjian damai dan perang, menegakkan hukum Islam seperti qishos, had dan lain-lain

Kemudian dengan dakwaan, engkau ingin mengakatan bahwa Negara Republik Indonesia ini bukan negara Islam karena tidak ada pembai'atan amir secara syar'i dan tidak menjalankan semua hukum islam, lantas dengan mudahnya diadakan bai'at kelompok Jama'ah354 walaupun tidak meliki kekuasaan dan wilayah sedikitpun ….

Seringkali seorang yang dianggap ulama besar Jama'ah354 ini menggunakan dalilnya para khowarij, untuk mengkafirkan pemerintah Republik Indonesia, yakni firman Alloh Subhana wata'ala;

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ (44) سورة المائدة

Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (45) سورة المائدة

Barangsiapa tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (47) سورة المائدة

Barangsiapa tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.

Maka menggunakan hukum dengan ayat ini perlu diperinci, tidak boleh digunakan secara mutlak, kalaulah pengertian ini dimutlakkan maknanya, maka tidak satu orangpun dari kita yang tersisa dari keislamannya alias kita akan menjadi kafir, contohnya: bila seorang suami memukuli istrinya hingga babakbelur hanya karena sang istri lupa memberikan gula pada the yang dipesannya, maka ia tidak berhukum dengan hukum Alloh, apakah kita akan menerapkan konsekwensi pendalilan ini?

Seharusnya kita tafsirkan ayat ini seperti penafsiran para sahabat, sebagai berikut;

عن ابن عباس[3]. إنه ليس بالكفر الذي يذهبون إليه، إنه ليس كفرا ينقل عن الملة { وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ } كفر دون كفر.

2- وقال ابن عباس : هي به كفر، وليس كمن كفر بالله واليوم الآخر.

3- قال عطاء : كفر دون كفر، وظلم دون ظلم، وفسق دون فسق.

4- قال طاووس : ليس بكفر ينقل عن الملة[4].

1. Dari ibnu Abbas: "sesungguhnya itu bukanlah kekafiran seperti anggapan mereka (para khowarij-pent), sesunggunya itu bukanlan kekafiran yang mengeluarkan dari agama (Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir) kekafiran selain kekafiran ( kafir ámaliyah bukan kafir i'tiqodyah-pent)

2. Berkata ibnu abbas: "ia menjadi kafir, tetapi bukan sebagaimana orang yang kafir kepada Alloh dan hari akhir"

3. Atho' berkata: "Kafir selain kafir, dholim selain dholim, fasik selain fasik"

4. Thowus berkata: " Bukanlah kekafiran yang mengeluarkan dari agama"

Dan bila engkau ingin membangun keamiran sendiri di Negara Republik Indonesia yang saat ini presidentnya/amirnya masih seorang muslim, maka hendaknya memiliki lima syarat (seperti yang telah dirinci oleh Syaikh Utsaimin-liqou bab maftuf) kami rinci dengan makna global-pen), yakni;

  1. Engkau melihat lansung dengan mata kepala sendiri bukan melalui cerita yang tidak jelas bahwa penguasa negara telah melakukan perbuatan kafir yang mengeluarkannya dari keislamannya
  2. Bahwa penguasa negara betul-betul kafir, bukan hanya sekedar fasik ataupun dholim
  3. Kekafirannyanya jelas, artinya jelas-jelas kafir bukan mengandung takwil, sebagian orang mengatakan kafir tetapi sebagian mengatakan tidak.
  4. Engkau dapat mendatangkan dalil dari al-qur'an dan as-sunnah tentang kekafirannya
  5. Bila penguasa memang benar-benar telah kafir, maka syarat kelima engkau harus memiliki kemampuan dan kekuatan penuh dan terukur yang secara taktis mampu menggulingkan kekuasaan, apakah engkau akan memberontak hanya dengan menggunakan pisau dapur? Maka ini akan membahayakan kemaslahatan semua kaum muslimin, maka bila tidak memiliki kemampuan yang terukur dalam kondisi semacam ini, hendaklah bersabar sehingga Alloh memberikan jalan keluar, bukan dengan membikin firqoh-firqoh jama'ah sendiri-sendiri.

Hal ini merupakan perincian dari sabda rosululloh j

قَالَ دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ فَقَالَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةً عَلَيْنَا وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنْ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ* رواه البخاري 6532 عن عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ

Dia (ubadah bin shomit) berkata; Nabi J memanggil kami, kemudian kami membai'atnya, kemudia (ubadah bin shomit) dia berkata ; Termasuk isi bai'at kami adalah kami berbai'at untuk mendengar dan taat didalam perkara yang menyenangkan, membencikan, perkara yang menyulitkan kami, perkara yang memudahkan kami, perkara pilih kasih yang memberatkan kami, dan kami tidak boleh mencabut perkara (baiat) dari ahlinya, terkecuali engkau melihat kekafiran yang nyata, terdapat dalil dari Alloh ( tentang kekafirannya) menurut kalian* HR.Bukhori 6532

Dan sebagai syarat kelima, adalah adanya kemampuan melakukannya, karena syarat melakukan sesuatu kewajiban adalah kemampuan, sebagaimana firman Alloh;

لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلَّا وُسْعَهَا [البقرة:286] ولقوله: فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ [التغابن:16].

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.(al-baqoroh-286) Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu (at-taghobun-16)

Ketahuilah, wahai sudara Negeri ini masih negeri Muslim, Penguasanya Masih seorang muslim bukan kafir, walaupun pemerintahan ini banyak tidak menjalankan hukum-hukum islam, Mayoritas penduduknya adalah muslim, syi'a-syi'ar Islam masih terang benderang, Masjid-masjid tersebar diseluruh penjuru Negeri, Adzan sholat terdengar saling sahut bersahutan seantero negeri (Bukankah Nabi akan menyerang suatu kaum bila tidak terdengar adzan subuh?) .Engkau harus bisa mendatangkan bukti/dalil yang kuat dari Alloh dan Rosululloh kalau ingin mengatakan bahwa Negeri ini dan semua muslim di negeri ini kafir. Sifat ghuluw ( berlebih-lebihan ) dalam hal pengkafiran adalah manhaj yang diusung oleh orang-orang khowarij.

Hadits-hadits yang datang dari Rosululloh J dan perjalanan sejarah para sahabat, tabi'in dan tabi'I tabi'in, telah membuktikan Keamiran Islam tetap menjadi sah apakah amir yang berkuasa dibai'at karena pemilihan ahlu halli wa al-aqdi (dewan perwakilan dari pembesar/pemuka-pemuka masyarakat), wasiat oleh amir terdahulu, atau dengan cara revolusi/penggulingan kekuasaan dengan menahan bahkan karena kedholiman membunuh amir yang sah sebelumnya (seperti kasus zaman harroh atau terbunuhnya Sahabat abdullah bin zubair oleh hajat bin yusuf as-saqofy panglima Yazid bin mu'awiyah dan dinasti sesudahnya ) kemuadian dia diangkat menjadi amiru al-mu'minin dan menjalankan pemerintahan Tirani, demi kemaslahatan jangan ada darah rakyat yang tertumpah dengan sia-sia, maka rakyat wajib tunduk dn patuh kepada pemerintahan ini selama ia masih seorang muslim.

Maka inilah sikap dan pandangan yang benar dan dicontohkan oleh para sahabat Rosululloh j

وقد صلى ابن عمر رضي الله تعالى عنهما بأهل المدينة يوم الحرَّة وقال : ( نحن مع من غلب ) ([5]) . وقال : ( لا أقاتل في الفتنة ، وأصلي وراء من غلب ) ([6])

Dan Ibnu Umar Rodhiallohu 'anhu telah sholat dengan ahli madinah di zaman harroh dan ia berkata "Kami bersama orang yang mengalahkan/menang" (dinukil dari kitab tobaqot al-qubro 8/232), dan ia berkata " aku tidak berperang didalam masalah fitnah dan aku akan sholat dibelakang orang yang menang. ( dinukil dari kitab tobaqot kubro- sanadnya shohih-lihat irwa al-gholil 2/304)

Berikut, marilah kita simak perkataan imam Ahmad bin hanbal didalam kitab mausuáh fiqhiah al-kuwaityah;

قَال أَحْمَدُ ، فِي رِوَايَةِ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ : الإِْمَامُ : الَّذِي يَجْتَمِعُ عَلَيْهِ ، كُلُّهُمْ يَقُول : هَذَا إِمَامٌ .وَظَاهِرُ هَذَا : أَنَّهَا تَنْعَقِدُ بِجَمَاعَتِهِمْ .

وَرُوِيَ عَنْهُ مَا دَل عَلَى أَنَّهَا تَثْبُتُ بِالْقَهْرِ وَالْغَلَبَةِ ، وَلاَ تَفْتَقِرُ إِلَى الْعَقْدِ . فَقَال فِي رِوَايَةِ عَبْدُوسِ بْنِ مَالِكٍ الْعَطَّارِ : وَمَنْ غَلَبَ عَلَيْهِمْ بِالسَّيْفِ حَتَّى صَارَ خَلِيفَةً وَسُمِّيَ أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ ، فَلاَ يَحِل لأَِحَدٍ يُؤْمِنُ بِاَللَّهِ وَالْيَوْمِ الآْخِرِ أَنْ يَبِيتَ وَلاَ يَرَاهُ إِمَامًا ، بَرًّا كَانَ أَوْ فَاجِرًا . وَقَال أَيْضًا فِي رِوَايَةِ أَبِي الْحَارِثِ - فِي الإِْمَامِ يَخْرُجُ عَلَيْهِ مَنْ يَطْلُبُ الْمُلْكَ ، فَيَكُونُ مَعَ هَذَا قَوْمٌ وَمَعَ هَذَا قَوْمٌ - : تَكُونُ الْجُمُعَةُ مَعَ مَنْ غَلَبَ وَاحْتَجَّ بِأَنَّ ابْنَ عُمَرَ صَلَّى بِأَهْل الْمَدِينَةِ فِي زَمَنِ الْحَرَّةِ . وَقَال : نَحْنُ مَعَ مَنْ غَلَبَ . الكتاب : الموسوعة الفقهية الكويتية 6/224

Imam Ahmad bin hanbal berkata, lewat riwayat ishaq bin ibrohim: seorang imam adalah dimana orang-orang bersepakat atasnya, mereka semua berkata (bukan sekelompok orang tertentu-pent); inilah imam dan penjelasannya adalah: bahwa imam berkumpul dengan jamaáh mereka.

Dan telah diriwayatkan darinya; apa-apa yang menunjukkan bahwa keimaman tetap kokoh dengan cara pemaksaan dan penaklukkan, dan tidak bercerai berai pada kesepakatan. Imam ahmad berkta (melalui periwayatan ábdus bin malik al-'atthor) ; barang siapa yang menguasai mereka melalui pedang (penaklukan-pent) kemudian menjadi kekhalifahan baru, maka ia disebut amiru al-mukminin maka tidak halal bari seseorang yang beriman kepada Alloh dan pada hari akhir bila ia menginap semalam tanpa memandangnya sebagai imam, baikkah ia durhaka sekalipun. Imam ahmad juga berkata ( melalui periwayatan abi al-harits) ; tentang keadaan seorang imam, terdapat orang lain yang juga menginginkan kerajaan (juga ingin menjadi amir), kemudian jadilah perpecahan dikalangan rakyat sebagian mengikuti sifulan dan sebagian pula mengikuti sifulan yang lainnya, maka sholat jumát bersama orang yang berkuasa, dan imam ahmad berhujjah dengan sebab sahabat ibnu umar telah sholat bersama penduduk madinah di zaman harroh, ia berkata : "saya berpihak kepada orang yang menang"

Keadaan keimaman yang tidak ideal dengan cara kedholiman yakni melalui kudeta dan menjalankan pemerintahan yang bengis/tirani semacam ini sudah diprediksikan oleh Rosulullah j dengan sabdanya:

3435 - .. يَكُونُ بَعْدِي أَئِمَّةٌ لَا يَهْتَدُونَ بِهُدَايَ وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ* رواه مسلم عن حُذَيْفَةُ بْنُ الْيَمَانِ

“Akan ada sesudahku para imam yang tidak mengambil petunjukku. Mereka juga tidak mengambil sunnahku. Akan ada di kalangan mereka orang yang berhati iblis dengan jasad manusia”. Aku bertanya, “Bagaimana kami harus berbuat jika kami mendapati hal itu ya Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Dengar dan taatilah amir tersebut, meskipun mereka memukul punggungmu dan merampas hartamu, maka dengarlah dan taatlah”. HR.Muslim dari hudzaifah bin yaman

Saudaraku, Bila zaman keamiran/pemerintah muslim Tirani semacam ini, apakah engkau masih mau mempertanyakan bahwa Ilmunya tidak manqul, atau dia tidak di bai'at secara syar'i, penguasanya wanita, Sistem pemerintahannya Presidensial melalui Pemilihan Umum yang tidak syar'i?, pemerintahan ini tidak menjalankan hukum islam secara utuh? Berarti Tidak Jama'ah?

Saudaraku urusan/tugas penyelengaraan prosesi Pembai'atan dengan jabat tangan yang syar'i di Negeri Muslim yang dilakukan oleh Ahlu al-halli wa al-aqdy (Dewan Pemilih dari pembesar/utusan perwakilan rakyat) adalah tugas Penguasa bukan tugas kita selaku rakyat.apakah mereka mau melakukan atau tidak prosesi pembai'atan syar'i, itu adalah tugas/urusan penguasa/pemerintah.

Adapun kita, sebagai rakyat cukup meyakini bahwa kita telah memiliki Amir umum dan tunduk dan patuh dibawah pemerintahannya, tidak menentangnya, dan tidak membuat firqoh baru dengan membikin amir tandingan secara terang-terangan ataupun secara sembunyi-sembunyi, berarti dileher kaum muslimin/rakyat sudah terdapat tali bai'at, perhatikanlah jawaban Syaikh Utsaimin atas pertanyaan berikut;

معنى ( البيعة ) عند أهل العلم !

السؤال : فضيلة الشيخ ! ثبت في الحديث عنه - صلى الله عليه وسلم - أنه قال : ( من مات وليس في عنقه بيعة لأحد مات ميتتة جاهلية ) ، ومعلوم : أنه في أكثر بلاد المسلمين اليوم لا يتحقق هذا الأمر ، وأنه ليس في عنقهم بيعة ، لأسباب كثيرة منها : الإضطرابات السياسية ، والإنقلابات وغيرها ، فكيف يخرج المسلمون في تلك البلاد من هذا الإثم ؛ وهذا الوعيد - جزاك الله خيرًا - ؟

Makna Bai'at menurut Ahli Ilmu!

Pertanyaan:Fadhilatu Assyaikh! Telah tetap didalam sebuah hadits dari Nabi j, Bahwa Nabi berkata " Barang siapa yang mati dan tidak terdapat dilehernya tali bai'at pada seseorang, maka dia mati, keadaan mati jahilyah", dan telah diketahui bahwa banyak kaum muslimin di negara-negara islam saat ini tidak dapat mewujudkan perkara ini, dan bahwa tidak ada bai'at dileher mereka, disebabkan banyak hal, diantaranya; kegoncangan politik, kekisruhan dan lainnya, maka bagaimanakah kaum muslimin di negara-negara tersebut dapat keluar dari dosa ini?- dan ini adalah sebuah ancaman ( dari Rosululloh j)- semoga Alloh membalas anda pada kebaikan-

الجواب : المعروف عند أهل العلم : أن البيعة لا يلزم منها رضى كل واحد ، وإلا من المعلوم أن في البلاد من لا يرضى أحد من الناس أن يكون وليًا عليه ، لكن إذا قهر الوليُ وسيطر وصارت له السلطة فهذا هو تمام البيعة ، لا يجوز الخروج عليه ، إلا في حالة واحدة استثناها النبي – عليه الصلاة والسلام - ، فقال : ( إلا أن تروا كفرًا بواحًا عندكم فيه من الله برهان )

الكتاب : لقاء الباب المفتوح

المؤلف : محمد بن صالح بن محمد العثيمين (المتوفى : 1421هـ)15/94

Jawab: Telah dikenal dikalangan ahli ilmu: sesungguhnya bai'at tidak ditetapkan dengan keridho'an setiap orang, dan jika tidak demikian, telah diketahui bahwa di negara-negara ini akan ada orang yang tidak disenangi oleh seseorang dari manusia kalau dia yang jadi pemimpin atasnya. Akan tetapi ketika seorang pemimpim yang menguasai dan mendominasi dan terbentuk pemerintahan , maka ini adalah sempurnanya bai'at, tidak boleh keluar (dari ketaatan) atasnya. Kecuali dalam satu keadaan yang telah dikecualikan oleh rosululloh j, Dia berkata: "Kecuali engkau melihat kekafiran yang nyata,disisimu ada dalil dari Alloh" (dinukil dar kitab liqo' bab maftuh oleh Syaikh Utsaimin 15/94)

Pada suatu acara CAI (cinta Alam Indonesia), protokol Cak Naryo mengakatan dulu mbah Nurhasan pernah di tanya" bah, bagaimana dengan keamirannya saudi arabia?" beliau menjawab" ya,sah, itu malah perndiri..e (dengan logat jawa). Sebagai buktinya adalah bahwa orang Jam'ah354 diperbolehkan makmun di masjidi al-harom dan masjid nabawy, karena dianggap sah.

Sekarang pertanyaannya adalah, Bila H.Nurhasan menganggap Keamiran Saudi arabia sah, maka sekarang apakah ulama-ulama saudi juga mengatakan keamiran H.Nurhasan dengan bai'atnya kelompoknya di Indonesia juga sah? Jawabnya dengan tegas, TIDAK SAH, Lihatlah Fatwa Syaikh Abdulloh bin Baz ( ketua Komisi Tetap pemberi fatwa kerajaan Saudi arabia ) lihatlah Fatwa Syaikh Sholih Al-utsaimin ( anggota Lembaga ulama besar Kerajaan saudi arabia ), lihatlah Fatwa Syaikh Sholih fauzan ( anggota Lembaga ulama besar Kerajaan saudi arabia –saat ini), Lihatlah Fatwa Syaikh Muhaddits Abad ini Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-albany dan lain-lain, mereka semua menginggkari dan melarang adanya Bai'at-bai'at kelompok Jama'ah. Apakah engkau masih ingin mengatakan mengatakan bahwa Jajaran Ulama diatas tidak Faham Jama'ah dan ilmunya tidak Mangkul? Allohu al-mustaán…..sekian



[1] طلع-ظهر

[2] bukan oleh setiap orang dari rakyat Negeri itu, alangkah sulitnya kalau setiap orang datang kepada Sang Amir dan berbai'at langsung, lantas kemudian yang tidak datang dicap belum bai'at? Tidak demikian prosesi pembaia'tan di zaman Abu Bakar As-sidiq cukup dilakukan oleh ahlu al-ahli wa alqdi saja

[3] رواه الحاكم وقال صحيح الإسناد ولم يخرجاه، وقال الذهبي صحيح: الأثر (35021)، انظر تفسير الطبراني (01 / 653) تحقيق أحمد شاكر، وانظر المستدرك (3 / 313)، وانظر تفسير ابن كثير (2 / 16).

[4] انظر تفسير الطبري (01 / 653) تحقيق أحمد شاكر، وانظر أحكام القرآن لابن العربي (2 / 526).

([5]) الطبقات الكبرى لابن سعد (4/110) .

([6]) الطبقات أيضًا (4/149) . وإسناده صحيح إلى سيف المازني ، أما هو فأورده ابن أبي حاتم ولم يذكر فيه جرحًا ولا تعديلاً . انظر : إرواء الغليل (2/304) .