SYIRIK DALAM BERIBADAH KEPADA ALLAH ‘AZZA WAJJALA

Jumat, 18 Oktober 2013

التبيان شرح نواقض الإسلام
تأليف سليمان ناصر بن عبد الله العلوان
PENJELASAN  TENTANG PEMBATAL­ PEMBATAL KEISLAMAN
Syaikh  Muhammad bin  Abdul   Wahhab  -Rahimahullah- (selanjutnya cukup kita  sebut  syaikh -pent.) 
berkata:
قال -رحمه الله-: بسم الله الرحمن الرحيم. اعلم أن نواقض الإسلام عشرة نواقض
Dengan nama  Allah  Yang   Maha  Pengasil,agi  Maha Penyayang. Ketahuilah bahwa  ada  sepuluh pembatal keislaman."
Pengarang -Rahimahullah- memulai dengan basmalah dalam menulis tentang pembatal­ pembatal keislaman ini,  dalam rangka mencontoh Kitab .Al-Qur'an  yang  mulia  dan  beruswah (mengambil teladan)   kepada  Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam  dalam melakukan tulis  menulis dan  korespondensi
Oleh karena itu, adalah di  sunahkan  memulai dengan basmalah dalam tulis  menulis dan  korespondensi serta  pekerjaan-pekerjaan lainya  sebagaimana yang ditunjukan  oleh dalil.
Yang    semisal  dengan  basmalah   adalah tasmiyah. Nabi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam  mengawali dengan tasmiyah ketika beliau hendak makan, hendak berjimak dan sebagainya sebagaimana kita  ketahui bersama.
Yang  dimaksud dengan pembatal-pembatal keislaman (nawaqidh al-Islam) adalah hal-hal yang dapat merusakkan keislaman seseorang. Manakala hal itu menimpa  diri seseorang, maka ia  dapat merusakkan keislamannya dan menggugurkan amalan-amalannya, dan  dia  menjadi termasuk orang-orang yang  kekal  didalam neraka.
Oleh karena itu, setiap muslim dan muslimah wajib mempelajari pembatal-pembatal  ini.  Jika tidak,  maka  bisa jadi seorang muslim terperosok kedalamnya sedangkan ia tidak  merasa, seperti yang terlihat pada kebanyakan orang yang mengaku dirinya sebagai orang  Islam. La Haula wa la Quwwata Illah Billah!
Tentang perkataan syaikh "ada sepuluh pembatal' maka sebenarnya lebih  dari  itu. Akan  tetapi Syaikh hanya memilih yang sepuluh  ini  karena adanya ijma’ kaum muslimin terhadap jumlah yang sepuluh ini; sebagaimana akan  ada  penjelasan pada masing-masing pembatal yang akan kami tuturkan, insya Allah. Atau, dapat pula dikatakan bahwa sekian banyak pembatal yang  disebutkan oleh para fuqaha' mengenai hukum murtad, kembalinya (sumbernya)  tetap  pada yang  sepuluh ini.
الناقض الأول من نواقض الإسلام
قال -رحمه الله-: ((الأول: الشرك في عبادة الله: قال الله -تعالى-: (إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ)( )، (إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ(72)، ومنه الذبح لغير الله، كمن يذبح للجن أو للقبر)).
Pembatal Pertama:

SYIRIK DALAM BERIBADAH KEPADA ALLAH ‘AZZA WAJJALA

Syaikh -Rahimahullah- berkata :  'Pembatai pertama adalah syirik  dalam menyembah Allah . Allah  berfirman: Sesungguhnya  Allah tidak akan mengampuni dosa syirik; dan Did mengampuni  segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya"(An-Nisaa : 48).
" Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepada­ nya jannah, dan tempatnya  ialah naar, tidaklah ada bagi
Di antara kemusyrikan itu adalah menyembelih (kurban) untuk selain  Allah,  seperti menyembelih untuk jin atau  kuburan."

Syaikh -Rahimahullah- mengawali kesepuluh pemnbatal keislaman ini dengan menempatkan "syirik kcpada Allah" sebagai pembatal pertama. Sebab, syirik merupakan dosa paling besar yang diperbuat untuk mendurhakai Allah.  Syirik  berarti merampas rububiyah dan  mengurangi  uluhiyah, karena  syirik  itu  adalah: Menyamakan selain  Allah dengan  Allah, dalam hal yang merupakan bagian dari  sifat  Allah.
Bagaimana syirik itu bukan dosa terbesar dalam mendurhakai Allah, sedangkan syirik berarti menjadikan sekutu bagi  Allah  dalam menyembah (beribadah) kepadaNya; padahal Dia telah menjadikan segalanya ada dari yang semula tidak  ada, serta telah  memberikan segala  kenikmatan?!!.

Syirik itu terbagi menjadi  tiga macam:
1. Syirik Akbar, 2. Syirik Ashghar, dan 3. Syirik Khafi.
Namun   Ibnul Qoyyim berpendapat hanya ada  dua macam:  Syirik Akbar dan  Syirikk Ashghar.

Pertama          : Syirik Akbar
Dosa syirik  akbar  itu tidak  akan  diampuni oleh Allah keculai dengan jalan bertaubat. Pelakunya jika akan  kekal di dalam  nar selama-lamanya
Allah  Jalla. wa 'Ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

"Sesungguhnya Allah  tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni  segala dosa yang selain dari ( syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. 

Barangsiapa  yang mempersekutukan  Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar" (An-Nisaa' : 48).

Allah Ta' ala  juga berfirman:
وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ
"Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah  jatuh dari langit lalu disam­ bar oleh burung,atau d_iterbangkan angin  ke tempat  yang. jauh" (Al-Hajj  :31)

Oleh karemi itu kaum musyrikin, dari kalangan penyembah  kubur dan lainnya, mengatakan kepada ilah-ilah mereka ketika mereka berada di dalam nar:

تَاللَّهِ إِنْ كُنَّا لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ (97) إِذْ نُسَوِّيكُمْ بِرَبِّ الْعَالَمِينَ(98(

 "demi Allah: sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu dengan  Rabb semesta alam". (As-Syu'ara' : 97-98)

Mereka  memang tidak  menyamakan ilah-ilah itu dengan Allah dalam hal mencipta, memberi rizki, menghidupkan ataupun mematikan,  hanya saja kaum musyrikin itu menyamakan ilah-ilah mereka dengan Allah dalam masalah mahabbah (kecintaan) masalah ta'zhim (pengagunggan) yang merupakan salah satu bentuk  qurbah  (kedekatan)  yang paling besar dan ibadah yang paling agung. Karena itulah Allah mencela orang-orang yang tidak mengagungkanNya  dengan  berfirman: 
          مَا لَكُمْ لا تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَاراً
Mengapa kamu tidak percaya. akarz kebesaran Allah ? " surat Nuh 13

Syirik akbar itu sendiri. bentuknya  bermacam­ macam,  namun sebenarnya sumbernya kembali pada empat macam syirik  yang akan kami sebutkan secara  global  dengan  sedikit  keterangan agar  tidak terlalu berkepanjangan meskipun sebenarnya  berpanjang lebar  dalam  masalah ini tentu lebih  baik dan  lebih pas. Namun  mengingat masih kurangnya  minat dalam menelaah buku tebal maka kami cukupkan untuk menulis secara ringkas, asalkan  dapat  membawa  manfaat.

l. Syirkud-Da'wah (Syirik  Doa)

 Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala:

فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ

"Maka apabila mereka naik kapal mereka mendo' a kepada  Allah dengan memurnikan  keta'atan kepada-Nya; maka tatkala Allah nienyelamatkan  mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan  (Allah)," (Al-Ankabut: 65).           
              
Syaikh  -Rahimahullah- mengatakan dalam kitab ""Al-Qawa'id al Arba'ah'': "Kaedah yang  empat: Bahwasannya kaum musyrikin di zaman kita sekarang ini lebih  parah kemusyrikannya dari  pada kaum musyrikin zaman dahulu. Sebab, kaum musyrikin zaman  dahulu itu  berbuat syirik  dalam keadaan lapang dan  berbuat ikhlas (memurnikan tauhid -pent)   dalam keadaan terjepit. Sedangkan kaum  musyrikin Zaman kita sekarang ini tetap  saja selalu  berbuat kemusyrikan dalam keadaan lapang maupun susah."
Dalam bagian mukadimah  kitalb  tersebut, syaikh  juga mengatakan syirik-syirik itu merasuk ke dalam ibadah; maka  ibadah tersebut menjadi  rusak (batal), seperti batalhya keadaan suci (thaharah) bila seseorang kemudian berhadats. Jika  anda sudah mengerti bahwa syirik itu  apabila mencampuri ibadah pasti  merusakkan ibadah tersebut, menggugurkan amalan dan  pelakunya akan  menjadi  bagian dari orang-orang yang  kekal  di  dalam nar,  maka tentunya andapun mengerti bahwa masalah paling penting yang  harus anda ketahui adalah masalah itu.  Mudah-mudahan Allah  berkenan menyelamatkan  anda  dari  "perangkap" ini, yaitu  syirik  kepada Allah."
2.  Syirkun-Niyyat  wal-Iradah wal-Qashd
(Syirik Niat, Kehendak  dan Tujuan)

Dalilnya  adalah firman Allah  :

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لا يُبْخَسُونَ (15) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إلا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ(16)

 "Barangsiapa menghendaki kehidupan  dunia  dan  perhiasannya, niscaya kami berikan. kepada mereka balasan  pekerjaan mereka di dimia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakdn  di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan"  (Hud :15-16)

Al-Allamah Ibnul  Qoyyim - Rahimahullah­ berkata: "Tentang syirik dalam hal iradah kehendak, keinginan) dan  niat,  maka itu merupakan lautan yang  tak bertepi dan  jarang sekali orang yang  dapat selamat darinya. Batangsiapa dalam melakukan amal perbuatan berkehendak atau berkeinginan untuk ditujukan kepada selain Allah, dan meniatkan perbuatan itu  selain mendekatkan diri kepadaNya serta menuntut ganjaran dari  amal perbuatan itu,  maka  ia berarti telah berbuat syirik dalam hal  niat  dan  kehendaknya."

Syirik  niat  ini  dikategorikan sebagai syirik akbar  manakala amalan seseorang itu  seluruhnya diniatkan untuk selain  Allah.  Berbeda  dengan riya' yang  merupakan syirik   ashghar. Insya  Allah  pada bagian  yang  akan  datang akan  ada  penjelasannya tersendiri.

3. Syirkut-Tha'ah (Syirik Ketaatan).

Yaitu  mentaati para pendeta dan rahib  dalam bermaksiat (durhaka) kepada Allah   Ta'ala. Allah Ta'ala berfirman:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إلا لِيَعْبُدُوا إِلَهاً وَاحِداً لا إِلَهَ إلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ(31)

 "mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan  Rabb )  Al-Masih putera Maryam;  padahal mereka hanya disuruh menyembah  Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka  persekutukan"  (At-Taubah : 31).

Di antara riwayat hadits yang  n:tenafsirkan dan menjelaskan ayat  ini adalah hadits yang  diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan  perawi lainnya, dari  Adiy bin Hatim bahwa ia pernah mendengarkan'Nabi membaca ayat  ini: "Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan  selain Allah....... dst." maka  aku  (Adiy  bin  Hatim) berkata kepada beliau: "Sesungguhnya kami tidak  menyembah  mereka!" Beliau kemudian bersabda: "Bukankah mereka itu mengharamkan apa yang telah dihalalkan oleh Allah, lalu kalian ikut pula mengharamkannya, dan mereka  juga menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah, lalu kalian ikut pula menghalalkannya"  Saya jawab: "Ya" Beliau bersabda  "Demikian  itulah penyembahan mereka". sanad hadits ini  dha'if, akan tetapi memiliki syahid (bukti penguat) berupa hadits yang  diriwayatkan oleh  Ibnu  Jarir dalam jami’ul bayan juz 10/114  secara  mauquf melalui jalur  Habib bin  Abi  Tsabit, dari Abu AI-Bukhturi, dari Hudzaifah. Mengenai keshahihannya memag  masih   diperselisihkan, akan  tetapi penafsiran ayat sebagaimana tersebut, cukup terkenal dikalangan ahli  tafsir  dan  tak  ada  yang menolaknya.

Syaikhul Islam Ibnu 'taimiyyah -Rahimahullah berkata : "Orang-orang yang menjadikan orang­orang alim dan  rahib-rahib  mereka sebagai tuhan itu dengan cara  mentaati  mereka dalam menghalalkan  apa  yang  diharamkan oleh  Allah  dan  dalam mengharamkan apa  yang  di  halalkan oleh  Allah­ terklasiflkasikan menjadi dua golongan yaitu  :

Pertama :  mereka mengetahui bahwa para  alim dan  rahib-rahib  itu  mengganti agama Allah, lalu rnereka mengikutihya, sehingga mereka  berkeyakinan bahwa  penghalalan terhadap apa  yang  diharamkan oleh Allah serta pengharaman apa yang dihalalkan olehN yaitu dalam rangka  mengikuti pemimpin­pemimpin mereka, dengan menyadari dan  mengetahui  bahwa mereka itu telah  menyelisishi agama para  rasul.  Ini merupakan kekufuran. Bahkan  Allah dan RasulNya menyatakannya sebagai bentuk syirik, mereka itu tidak melakukan shalat dan sujud kepada para alim dan   rahib-rahib itu. Dengan demikian,  siapa  Saja yang mengikuti orang lain dalam  menyelisihi agama -padahal ia  tahu  bahwa hal itu bertentangan dengan agama, serta  meyakini bahwa apa yang dikatakan oleh orang lain itu bukan perkataan Allah  dan  RasulNya, maka  ia menjadi seorang musyrik  seperti  mereka  ( yang  dikisahkan oleh Allah dalam  ayat di atas -pent.).

Kedua : Jika  keyakinan dan kepercayaan mereka  terhadap pengharaman yang  haram dan penghalalan  yang  halal  itu  tidak  berubah  , akan tetapi  mereka  mentaati para  alim  dan  rahib-rahib mereka  dalam mendurhakai Allah,  sebagaimana seorang muslim yang  melakukan suatu kemaksiatan yang  tetap ia yakini sebagai suatu kemaksiatan, maka mereka  itu dihukumi sebagai  pelaku  dosa" Majmu' al-Fatawa, VII : 70
4.  Syirkul-Mahabah (Syirik  Cinta)
Dalilnya  adalah firman  Allah  Ta'ala :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَاداً يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ
"Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan  selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah" (Al-Baqarah : 165).
Orang musyrik itu - karena kejahilannya mengenai Rabbnya akan  anda dapati mencintai ilah-ilah yang berupa berhala dan selainnya sebagaimana ia mencintai  Allah, dan  bahkan  lebih dari  itu.  Jika  ilah-ilah itu  disakiti, maka  ia akan marah  demi iiah-ilah  itu  dengan kemarahan yang lebih  besar  daripada kemarahannya karena  Allah.
Ia pun  akan  bergembira demi  ilah-ilah  itu  dengan kegembiraan yang  tidak  sebagaimana kegembiraanya  karena  Allah.

Allah  Ta'ala berfirman:

وَإِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَحْدَهُ اشْمَأَزَّتْ قُلُوبُ الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ وَإِذَا ذُكِرَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
dan apabila nama Al­lah saja yang disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati'' (Az-Zumar : 45)

Al-Allamah Ibnul-Qoyyim -Rahimahullah­ berkata: "Ada empat macam bentuk mahabbah yang harus dibedakan antara satu sama lain, karena orang yang  tidak dapat  membedakannya pasti tersesat.
Keempat  macam mahabbah itu  adalah  : Pertama  : Mahabatullah (Mencintai  Allah)
Mahabbatullah saja  tidak  mencukupi untuk dapat selamat dari adzab Allah  dan beruntung meraih  pahalaNya. Sebab,  kaum  musyrikin, para penyembah salib (kaum Nasrani), kaum Yahudi dan elain  merekapun mencintai  Allah  juga.

Kedua : Mahabbatu ma yuhibbullah (mencintai apa saja yang dicintai  oleh Allah)
        Mahabbah inilah yang memasukkan seseorang kedalam Islam serta  mengeluarkannya dari  kekufuran. Manusia  yang  paling  dicintai  oleh   Allah adalah  orang-orang yang  paling  hebat  dalam  ber- "mahabbatu   rna yuhibbullah".
Ketiga             : Al-Hubb Liliah (cinta untuk Allah) dan  Al-Hubb Fillah (cinta karena Allah)
Ini  merupakan bagian dari  konsekuensi rna yuhibbullah"   itu  tidak  akan  tegak  kecuali  harus dengan "al-hubb lillah" dan "al-hubb fillah" ini.

Keempat  : Al-Mahabbah Ma'allah (Mencintai sesuatu dan  mensejajarkannya dengan kecintaannya kepada  Allah)
Ini merupakan "al-rnahabbah as-syirkiyah (kecintaan "bercabang", kecintaan "partnerisme atau kecintaan yang bersifat syirik -pent). Barangsiapa yang  ber  "mahabbah ma'allah" terhadap sesuatu (bukannya "lillah'' dan  "fillah") , maka  ia berarti telah  menjadikan sesuatu yang  ia cintai  selain  Allah itu sebagai "tandingan" (nidd)  terhadap Allah. Ini adalah  mahabbahnya kaum  musyrikin.
Keempat macam syirik akbar diatas dapat menyebabkan keluarnya seseorang dari Islam. Sebab, kesemuannya itu merupakan bentuk  ibadah, sedangkan  memalingkan  ibadah  kepada selain Allah itu  adalah syirik.
Allah   Ta'ala berfirman:
وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهاً آخَرَ لا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
 "Dan barangsiapa rnenyembah ilah yang lain di sarnping Allah, padahal  tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, rnaka  sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhgnya   orang-orang  yang kafir itu  tiada beruntung" (Al-Mukminun : 117).

Allah menamakan mereka sebagai orang-orang kafir, karena mereka berdo’a kepada ilah lain disamping berdo’a kepada Allah ta’ala
Diantara bentuk syirik  akbar  lainnya adalah penyembelihan (kurban)  untuk  selain Allah. Sebab, penyembelihan untuk  Allah  merupakan salah satu bentuk qurban (pendekatan diri), kepada Allah, bahkan termasuk  bentuk qurban  yang paling  tinggi.
Allah Ta'ala berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Maka  dirikanlah shalat karena rabbrnu; dan berkorbanlah"  (Al-Kautsar : 2).

Juga firmanNya:
إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
''Katakanlah sesungguhnya shalatku, sernbelihanku (kurban), hidupku dan rnatiku hanya untuk Allah, Rabb sernesta alarn". (Al-An'am : 162).
Siapa saja yang menyembelih untuk  para wali, atau  untuk  berhala, atau  untuk jin -seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orang  jahil yang tinggal di negeri-negeri Selatan dan disebagian dari pinggiran kota  Mekah  ketika  menempati rumah, maka berarti telah keluar  dari  Islam dan  beralih memasuki wilayah kekufuran  dan. kesesatan disebabkan karena  ia telah  memalingkan ibadah yang  termasuk ibadah  yang  paling  agung-  kepada selain  Allah.
Contoh  syirik  akbar  lainnya  adalah  bemadzar untuk selain Allah. Ini  merupakan syirik akbar, karena nadzar itu  adalah ibadah, sebagaimana dikatakan oleh Allah:
يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وقال-تعالى-: وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُمْ مِنْ نَذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ
"Mereka menunaikan nadzar ..." (Al-Insan: 7), dan  juga firmanNya: "Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nadzar.kan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya" (Al­ Baqarah : 270)

Maka, barangsiapa yang bernadzar untuk seorang wali dengan menyalakan lilin atau mempersembahkan sembelihan dan  barang apapun, maka ia berarti telah menaggalkan ikatan Islam dari lehernya,  karena nadzar itu  hanya dibolehkan untuk Allah. Memalingkan nadzar  untuk  selain Allah berarti menjadi pembatal ke-Islaman yang diwahyukan oleh Allah  kepada  Muhammad Nadzar  yang dilakukan oleh   para penyembah kubur untuk seseorang yang  mereka  yakini  dapat menimpakan mudharat  dan  dapat pula  memberikan manfaat (keuntungan), maka  itu  merupakan syirik akbar yang dapat menyebabkan pelakunya keluar dari Islam. Orang yang menyatakan bahwa hal  itu hanyalah syirik ashghar, maka   jelas  keliru, dan menyatakan sesuatu yang tidak ada. dasamya yang benar. Allah-lah tempat  memohon pertolongan, dan padaNya tempat bersandar. Tiada daya dan kekuatan  kecuali dengan  pertolongan Allah   
Contoh  lainnya  adalah  ber-isti'anah dan "istighatsah" kepada  selain   Allah. Ini adalah  syirik.

Kedua : Syirik Ashghar

Pelakunya jika kelak menghadap Allah dengan membawa  syririk  ashghar itu,  maka  -berdasarkan pendapat yang benar-  tergantung pada  kehendak Allah,  jika  Allah  menghendaki, maka  Dia  dapat mengampuninya dan memasukkannya ke dalam jannah, dan  bisa  jadi  pula  jika  Dia  berkehendak dapat mengadzabnya. Akan tetapi kembalinya tetap ke jannah. Sebab,   syirik  ashghar itu  tidak menjadikan  pelakunya kekal  di  dalam nar. Akan tetapi ia  menyeret kepada ancaman Allah  (nar) sehingga  wajib diwaspadai.        .           .
Di antara jenis syirik ashghar adalah bersumpah  dengan selain Allah jika  tidak bermaksud mengagungkan sesuatu selain Allah itu. Namun  jika ia bertujuan mengagungkannya, maka  hal itu  berubah  menjadi  syirik akbar.
Nabi    telah bersabda:
من حلف بغير الله، فقد كفر أو أشرك* رواه أحمد
"Ba'rangsiapa bersumpah dengan selain" Allah, maka ia telah kafir atau telah syirik" (HR. Ahmad).

Hadits ini  diriwayatkan oleh  Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Al-Hakim yang sekaligus menshahihkannya dan  mengatakan: "Berdasarkan syarat As-Syaikhani (Al-Bukhari dan  Muslim). sementara Adz-Dzahabi mendiamkannya. Hadits ini berasal dari  Ibnu  Umar.
Contoh lainnya adalah mempermudah riya' dan pura-pura melakukan sesuatu agar diperhatikan orang lain.
Nabi  telah  bersabda:
أخوف ما أخاف عليكم الشرك الأصغر"، فسُئِل عنه؟ فقال: "الرياء". رواه أحمد
"Sesuatu  yang paling sangat aku takutkan  menimpa kalian adalah syirik ashghar." Beliau ditanya mengenai syirik ashghar itu, lalu  beliau menjawab: ia adalah riya'" Hadits ini diriwayatkan oleh   Ahmad dan lainnya dengan sanad hasan yang  berasal dari  hadits Mahmud bin Labid.
Jika  syirik ashghar itu dikhawatirkan oleh beliau kalau-kalau menimpa para sahabat yang hidup bersama Nabi   dan  mendapati turunnya wahyu, maka  tentunya terhadap selain  mereka  jauh lebih dikhawatirkan oleh beliau, yaitu terhadap orang yang  sedikit ilmunya dan  lemah imannya.
Semua muslim tidak bisa selamat dari perbuatan syirik kecuali dengan berbuat ikhlash (memurnikan ibadah) kepada Allah dan mencukupkan diri untuk hanya mengikuti Rasululah 
Ketika Al-Allamah Ibn al-Qoyyim -Rahimahullah­ mengutarakan tentang syiriknya para  penyembah matahari dan  bulan, para  penyembah api  dan  lain­ lainnya, beliau  menyatakan syirik dalam hal ibadah, maka  ia lebih  mudah (gampang terjadi) dan  lebih ringan dibanding dengan syirik diatas. Syirik  ini datang dari  orang yang  meyakini bahwa tiada  ilah selain Allah,  dan  meyakini pula  bahwa tidak ada yang  dapat menimpakan madharat,  dan  tidak  ada yang  memberi manfaat, tidak  ada yang  dapat memberi serta tidak  ada yang dapat menghalangi kecuali hanya  Allah. Ia juga meyakini bahwa tiada ilah dan tiada rabb selainNya. Akan  tetapi dalam melakukan muamalah maupun ubudiyahnya, ia tidak mengkususkannya hanya untuk Allah, tetapi terkadang ia berbuat ditujukan untuk kepentingan dirinya, terkadang untuk menuntut dunia; terkadang untuk meraih ketinggian, kedudukan dan  kehormatan di mata  manusia lain; sehingga sebagian dari amal maupun usahanya itu  ada  yang  di  tujukan untuk Allah, ada yang  ditujukan buat diri dan  hawa  nafsu­ nya, ada  yang  ditujukan untuk setan  dan  ada  pula yang diperuntukkan  buat manusia lainnya. Ini merupakan keadaan kebanyakan manusia.

Kesyirikan semacam inilah yang pernah disinyalir oleh Nabi dalam sebuah hadits yang diriwayatkan  oleh Ibnu  Hibban dalam kitab Shahihnya
الشرك في هذه الأمة أخفى من دبيب النملة". قالوا: كيف ننجو منه يا رسول الله؟! قال: "قل اللهم إني أعوذ بك أن أشرك بك وأنا أعلم، وأستغفرك لما لا أعلم". فالرياء كله شرك.
Syirik yang terjadi pada ummat ini lebih tersembunyi dari pada seekor  semut yang merayap". Para  sahabat bertanya: "Bagaimana kami dapat selamat darinya,  ya Rasulullah?"  Beliau menjawab: "K.atakanlah: Ya Allah, sesungguhnya .aku berlindung kepadaMu dari perbuatan mensekutukanMu,  yang aku tidak tahu; dan aku mohon ampun kepadamu mengenai apa yang aku tidak tahu!" (HR. lbnu Hibban).

Jadi, segala  jenis riya'  itu termasuk  perbuatan syirik.
Allah Ta'ala berfirman:
قال-تعالى-: (قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً
"Katakanlah:"Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:"Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah Yang Esa ". Barangsiapa mengharap  perjumpaan dengan rabbnya  . maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan  seorangpwi  dalam beribadat kepada Rabb-nya" (Al-Kahfi : 110).

Maksudnya sebagaimana Ia adalah Ilah yang Esa,  tiada ilah lain  selainNya, maka demikian pulalah seharusnya peribadahan itu hanya untukNya saja. Sebagaimana Ia sendiri saja yang berhak menyandang hak   ilahiyah,  maka wajib pulalah  hak ubudiyah hanya diperuntukkan bagiNya saja. Yang namanya amal saleh  itu adalah  amalan yang  "kosong" (terbebas) dari riya' 'dan  terikat dengan sunnah.
Di antara doa  yang  pernah dipanjatkan oleh Umar bin Al-Khatthab       adalah:
اللهم اجعل عملي كله صالحاً، واجعله لوجهك خالصاً، ولا تجعل لأحد فيه شيئاً
"Ya Allah, jadikan­ lah amalku seluruhnya  saleh, dan jadikanlah  ia ikhlash (murni) untukMu, dan jangan Engkau jadikan amalanku itu untuk seseorang, sedikitpun!" 
Syirik  dalam ibadah ini dapat membatalkan (menggugurkan) pahala  amal, dan  bahkan  kadang dapat dijatuhi hukuman jika amal  itu  amal  yang wajib. Orang yang melakukan amalan dengan riya` disamakan kedudukannya dengan orang yang belum mengerjakan  amalan, sehingga ia dapat dijatuhi hukuman atas tindakan meninggalkan perintah. Sesungguhnya Allah  Ta'ala hanya  memerintahkan untuk beribadah kepadaNya dengan ibadah  yang murni  (khalis/ikhlas).'
وَمَا أُمِرُوا إلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
Allah  Ta'ala berfirman: "Padahal mereka  tidak disuruh kecuali supaya menyembah  Allah dengan me­ murnikan keta'atan kepada-Nya. dalam(menjalankan) agama yang lurus...". (Al-Bayyinah : 5).
Barangsiapa yang tidak memurnikan ibadahnya kepada Allah saja, maka ia berarti belum mengerjakan  apa yang  telah diperintahkan oleh Allah kepadanya. Bahkan yang ia lakukan  itu  merupakan sesuatu yang tidak diperintahkan  kepadanya, sehingga amalan  itu  jelas tidak sah dan  tidak  akan diterima.

Allah  Ta' ala mengatakan yang disebutkan dalam  hadits  qudsi-:
أنا أغنى الشركاء فمن عمل عملاً أشرك معي فيه غيري، فهو للذي أشرك، وأنا منه بريء
" Aku adalah sekutu yang paling tidak memerlukan sekutu. Barangsiapa  yang mengerjakan suatu  amalan dengan dicampuri tindakan mensekutukanKu  dengan selainKu, maka amalannya itu buat yang ia persekutukan itu, dan Aku berlepas diri darinya." (HR. Muslim dan  Ibnu  Majah).
Syirik dalam bentuk seperti ini ada yang terampuni dan ada  juga yang tidak terampuni. (Sampai di sini penjelasan  dari lbhu-Qoyyim).

Amalan  yang dikerjakan demi selain  Allah itu terbagi  menjadi  dua macam:

Pertama: Memang semata-mata (murni)  riya', sehingga pelakunya itu  hanya  menginginkan hal duniawi, atau  agar dilihat  (dinilai) oleh orang  lain. Riya' jenis ini adalah seperti  riya'nya  kaum munafik yang disinyalir oleh Allah Ta' ala dengan  firmanNya:
وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاؤُونَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إلا قَلِيلاً
"Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali" (An-Nisaa' : 142).
Amalan  seperti ini sudah tak  diragukan lagi pasti sia-sia, dan  pelakunya berhak  mendapatkan kemurkaan  dari  Allah  falla wa 'Ala.
Kedua: Amalan itu  dikerjakan untuk Allah, namun dicampuri oleh riya'. Dan ini terbagi menjadi dua kategori :
a. memang dari pangkalnya dicampuri oleh riya', dan     .
b. secara tiba-tiba  muncul  unsur  riya'nya.
Untuk jenis yang pertama  (a), maka amalannya jelas sia-sia dan  tak akan diterima. Dalilnya adalah hadits  yang  dikeluarkan oleh Muslim  dalam  kitab "Shahih"nya dari sahabat  Abu Hurairah bahwa ia berkata: Rasulullah  bersabda: Allah Ta'ala berfirman:
أنا أغنى الشركاء فمن عمل عملاً أشرك معي فيه غيري، فهو للذي أشرك، وأنا منه بريء
 " Aku adalah sekutu yang paling tidak memerlukan sekutu .Barangsiapa mengerjakan  suatu  amalan dengan dicampuri tindakan  mempersekutukanKu  dengan selainKu, maka Aku tinggalkan ia dan Aku tinggalkan pula (tidak Aku terima) amal syiriknya itu."
Adapun jika riya' itu  muncul  dengan  tiba-tiba (yang sebelumnya tiada niat  riya') dan  terurai bersamanya, maka sebagian ulama menyatakan bahwa hal  itu  dapat menggugurkan amalan itu seluruhnya. Namun Ulama  lainnya menyatakan: Jika  amalan itu  terurai bersama riya' itu,  maka pelakunya tetap memperoleh pahalala atas keikhlasannya dan  sekaligus mendapatkan pula tanggungan (dosa) atas riya'nya. Dan   jika  ia berusaha  keras memerangi dan  menolaknya, maka ia mendapatkan bagian dari  firman  Allah  Ta'ala:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى (40) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى(41)
"Dan adapun orang'-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya jannah adalah tempat tinggalnya." (An-Naziat: 40-41).
Mengenai seorang yang berjihad fi sabilillah dan ia punya  niat untuk mendapatkan ghanimah, maka dalam menilai masalah ini  para  ulama berbeda pendapat.
lbnul-Qoyyim -Rahimahullah- dalam kitab "I’lamu al-Muwaqi'in'' (II : 163) mengatakan: "Ini adalah seperti seorang yang menunaikan shalat karena upah. Dia,  seandainya tidak  mengambil upah iapun tetap shalat akan tetapi ia menunaikannya untuk Allah  dan  juga  demi  upah. Juga seperti orang yang menunaikan haji agar gugur kewajiban haji itu atas  dirinya  dan  agar  dikatakan bahwa  si Fulan  telah  haji, atau  telah  menunaikan zakat  dan  sebagainya. Yang semacam ini amalnya tidak  diterima."
Sementara itu lbtm Rajab  -Rahimahullah­ mengatakan: "Hal  itu  menyebabkan pahala  jihadnya  berkurang, dan  tidak  menyebabkan gugurnya pahala  itu seluruhnya." 
Beliau   -Rahimahullah-   juga   mengatakan ( jami’ul ulum walhikam hal 15) : "Telah kami  sebutkan pada bagian yang lalu beberapa  hadits yang  menunjukkan bahwa orang yang  dalam jihadnya menginginkan nilai-nilai duniawi, maka ia tidak memperoleh pahala, selama ia tidak  memiliki  tujuan lain  dalam  jihadnya  itu melainkan duniawi."      
Bertolak dari sini, maka di sana terdapat perbedaan antara orang yang berjihad demi gelar dan pahala dengan  orang yang berjihad demi ghanimah dan  pahala.
Untuk  model  yang  pertama, telah disebutkan dalam hadits Abu Umamah  yang diriwayatkan oleh An-Nasa'I dengan sanad hasan 
أن رجلاً أتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسول الله! أرأيت رجلاً غزا يلتمس الأجر والذكر؟ فقال النبي صلى الله عليه وسلم: "لا شيء له", فأعادها عليه ثلاث مرات. يقول له رسول الله صلى الله عليه وسلم:"لا شيء له". ثم قال: "إن الله لا يقبل من العمل إلا ما كان خالصاً وابتُغِىَ به وجهه".
bahwa seorang lelaki datang menghadap Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam lalu bertanya: "Ya Rasulullah, bagaimana pendapat engkau  mengenai seseorang yang berperang demi mencari pahala dan pujian  (manusia)?", Nabi  menjawab: "Ia tidak memperoleh   apa-apa!"   orang  itu    mengulang pertanyaannya  sampai  tiga kali; dan  Rasulullahpun  tetap  menjawab: "Tiada pahala apapun untuknya", selanjutnya beliau bersabda: " Sesungguhnya Allah tidak  akan  menerima amalan  kecuali  jika amalan  itu  ikhlas  dan  yang  dicari  dengan amalan itu  adalah  "wajah" (keridhaan) Allah.’’

Tentang yang kedua, persoalan ini baru saja kita bicarakan  sebelumnya. Wallahu 'alam