Tanya :
Bagaimana prinsip-prinsip Ahlussunnah wal ]amaah tentang persoalan yang
diperselisihkan?
Bagaimana
standar untuk menyikapi persoalan ini?
Jawab :
Prinsip
Ahlussunnah wal Jamaah mengenai persoalan yang diperselisihkan adalah bila perselisihan
itu bersumber dari ijtihad, dan persoalannya menyangkut hal yang dibolehkan
berijtihad, maka sebagian dari mereka bersikap toleran terhadap sebagian lain
yang berbeda pendapat. Mereka tidak menjadikan perselisihan ini sebagai alasan
untuk berpecah belah dan bermusuhan. ORANG YANG MEMUSUHI SAYA KARENA TUNTUTAN DALIL,
MAKA PADA HAKIKATNYA IA TIDAK MENYELISIHI SAYA. KARENA MANHAJ YANG DIGUNAKAN
SAMA, APAKAH SAYA MENYELISIHINYA KARENA TUNTUTAN DALIL ATAUKAH DIA MENYELISIHI
SAYA KARENA TUNTUTAN DALIL. JADI, KITA
SAMA. Perselisihan pendapat ini masih terus terjadi sejak zaman Rosululloh Shollallahu
‘alaihi wasallam hingga hari ini.
ADAPUN
PERSOALAN YANG TIDAK BOLEH DIPERSELISIHKAN adalah hal-hal yang menyelisihi
pandangan para sahabat dan tabi'in. Persoalan-persoalan akidah yang sebagian
manusia tersesat darinya, dan tidak terjadi perselisihan mengenainya kecuali setelah berlalunya
generasi-generasi utama, yakni perselisihan itu tidak tersebar luas kecuali
sesudah generasi sahabat. Tetapi, perlu diketahui, bila saya mengatakan sesudah
generasi sahabat, bukan berarti semua sahabat harus sudah wafat. Kita menyebut
generasinselama kebanyakan generasi itu masih hidup. Karena kalian mengetahui,
bahwa Alloh Ta’ala telah menjadikan ajal manusia itu susul menyusul. Misalnya
bila kita mengatakan, 'sesungguhnya generasi sahabat tidak berakhir sehingga
tidak ada seorang sahabat pun yang hid up', berarti kita telah menyeberangi banyak
masa tabi'in.
Tetapi, Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, "Suatu generasi dinilai telah lewat
apabila kebanyakan orang yang menjadi bagian generasi itu telah lewat."
Misalnya, bila kebanyakan sahabat telah wafat, sehingga yang tinggal hanya puluhan
atau ratusan sahabat saja, maka berarti zaman mereka telah berakhir. Demikian
pula masa para tabi'in. Juga tabi'ut tabi'in, hingga zaman sekarang.
Jadi,
generasi-generasi utama telah lewat, tanpa ada perselisihan tentang akidah
sebagaimana yang ban yak terjadi akhir-akhir ini. Orang-orang yang menyelisihi
kita dalam persoalan akidah, maka mereka itu menyelisihi paham akidah para
sahabat dan tabi'in. Mereka itu harus diingkari dan perselisihan mereka tidak
bisa diterima.
ADAPUN
DALAM PERSOALAN-PERSOALAN YANG MEMANG TELAH DIPERSELISIHKAN SEJAK ZAMAN SAHABAT,
dan dalam persoalan tersebut dibolehkan ijtihad, maka perselisihan semacam ini
pasti tetap ada. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إذا حكم الحاكم فاجتهد ثم أصاب فله أجران وإذا حكم
فاجتهد ثم أخطأ فله أجر * رواه مسلم
'Jika seorang hakim nemutuskan hukum, lantas ia berijtihad dan
benar, maka ia mendapat dua pahala. Tapi apabila ia berijtihad, lantas kefiru,
maka ia mendapat satu pahala."
Inilah
standarnya.
Jika
ada orang mengatakan, "Apakah perselisihan menyangkut sifat-sifat Alloh Ta’ala
itu termasuk perselisihan yang dibolehkan?" Saya jawab, 'tidak'. Karena
perselisihan ini sudah berada di luar manhaj para sahabat. Para sahabat tidak
ada yang memperselisihkan persoalan sifat-sifat Alloh.
Semua
mengakui bahwa sifat Alloh itu benar adanya sesuai dengan hakikatnya, tanpa
menyerupakan sifat-sifat itu. Bukti bahwa mereka mengakui hal itu adalah tidak
adanya riwayat yang menceritakan adanya perselisihan di antara mereka mengenai penafsiran
ayat-ayat dan hadits-hadits yang berbicara tentang sifat-sifat Alloh. Jika
tidak terdapat riwayat yang menceritakan perselisihan mereka mengenai penafsiran
ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut, maka ini berarti mereka meyakininya,
karena Al-Quran menggunakan bahasa Arab dan As-Sunnah juga berbahasa Arab,
sedangkan para sahabat memahami bahasa Arab.
Jika
tidak ada riwayat yang menceritakan dari mereka bahwa mereka menyelisihi zhohir
makna ayat atau hadits, maka kita tabu bahwa mereka meyakini zhohir ayat dan
hadits tersebut. Karena itu, kita mengingkari siapa saja yang memiliki pendapat
yang bertentangan dengan madzhab para salaf dalam persoalan sifat-sifat Alloh.
Atau, katakanlah dalam seluruh persoalan iman. Iman kepada Alloh, para malaikat,
kitab-kitab, para rosul, hari akhir, dan takdir yang baik maupun yang buruk.
Setiap orang yang menyelisihi manhaj para sahabat dalam keenam persoalan ini,
maka kita akan mengingkarinya dan tidak
menerimanya.
Perselisihan
pendapat akan tetap ada, sekalipun persoalan-persoalan yang diperselisihkan itu
telah dikaji secara mendalam.
الى متى هذا الخلاف –
لفضيلة الشيخ محمد بن صالح العثيمين رحمه الله