MENJADI AMIR DENGAN PENAKLUKKAN DAN PENGUASAAN

Kamis, 13 Januari 2011

-->
MADZHAB AHLUSSUNNAH AL-JAMA'AH TERHADAP SEORANG IMAM YANG MELAKUKAN
PEMAKSAAN DAN PENAKLUKAN
DALAM MEMPEROLEH KEKUASAAN
القهر والغلبة
Kami telah menjelaskan beberapa cara sesuai dengan syari'at pengangkatan seorang imam. Dan ini adalah cara yang lain, tetap wajib taat dan di haramkan untuk memberontak kepadanya karena sebabnya, tetapi bukanlah cara yang syar'i, dan tidak diperbolehkan kecuali darurat untuk menjaga kemaslahatan dan mencegah tertumpahnya darah kaum muslimin,, dan itu adalah cara " pemaksaan dan penaklukan " dan menguasai pemerintahan dengan kekuatan, ini disebut juga pada zaman sekarang dengan " revolusi militer " atau semisalnya. Dan ini banyak terjadi di dunia islam pada hari ini.
Kaum muslimin tidak bersepakat pengangkatan seorang imam dengan cara ini, akan tetapi terjadi dua pendapat ;
الأول : قالوا لا تنعقد إمامته ولا تجب طاعته لأنه لا تنعقد له الإمامة بالبيعة إلا باستكمال الشروط فكذا القهر ) ([1]) . وذهب إلى هذا القول الخوارج والمعتزلة ووجه لبعض الشافعية ([2]) .
Pertama : mereka berkata ; " Tidak sah keimamannya dan tidak wajib di taati, karena tidak sah pembaiatan seorang imam kecuali dengan kesempurnaan syarat, sementara ini adalah cara pemaksaan. Ini adalah mazhab yang dipegang oleh orang – orang khowarij, mu'tazilah, sebagian kecil madzhab syafi'iyyah.
الثاني : وهو مذهب أهل السنة والجماعة أن الإمامة يصح أن تعقد لمن غلب الناس ، وقعد بالقوة على كرسي الحكم ، قال الإمام أحمد في رواية عبدوس بن مالك العطار : ( ومن غلب عليهم بالسيف حتى صار خليفة ، وسمي أمير المؤمنين ، فلا يحلّ لأحد يؤمن بالله واليوم الآخر ، أن يبيت ولا يراه إمامًا ) ([3]) .
Kedua : Mazhab ahlissunnah waljamaah sesungguhnya seorang imam tetap sah diangkat bagi orang yang menguasai ( menaklukkan ) manusia, dan menduduki dengan kekuatan atas kursi pemerintahan,
Berkata Imam Ahmad ; " Dan barang siapa yang menguasai manusia dengan pedang sehingga terbentuk kekhalifahan, dan ia disebut Amiru al-mukminin, maka tidak halal bagi seorangpun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, bahwa ia menginap satu malam lantas ia tidak menganggap ia sebagai Amir".
وقال أيضًا في رواية أبي الحارث في الإمام : ( يَخْرُجُ عليه من يطلب الملك فيكون مع هذا قوم ومع هذا قوم ، تكون الجمعة مع من غلب ) . واحتج بأن ابن عمر صلى بأهل المدينة زمن الحرَّة وقال : ( نحن مع من غلب ) ([4]) .
Imam Ahmad berkata lagi ; " Seseorang yang keluar untuk mendapatkan kekuasaan kemudian kaum ini bersamanya dan kaum itu bersamanya, maka sholat jum'at berlangsung bersama orang menguasai" dan imam ahmad berhujjah dengan bahwa Abdullah bin umar sholat bersama penduduk Madinah di zaman Harrah dan ibnu Umar berkata ; " kami bersama dengan orang yang menguasai ".
وهذا مذهب مالك والشافعي رحمهما الله تعالى ، فأما مالك فقد قال يحيى بن يحيى - من أصحاب مالك - حين سئل : البيعة مكروهة ؟ قال : ( لا ) ، قيل له : وإن كانوا أئمة جور ؟ فقال : ( قد بايع ابن عمر لعبد الملك بن مروان وبالسيف أخذ الملك ، أخبرني بذلك مالك عنه أنه كتب إليه ، وأمر له بالسمع والطاعة على كتاب الله وسنة نبيه ) ([5]) .
Dan adalah mazhab imam malik dan dan imam syafi'i , adapun imam Malik ketika ia ditanya ; " apakah ini sebuah pembaiatan yang makruh?" ia menjawab; " tidak". Ditanyakan kepadanya ; " meskipun mereka adalah para imam yang durhaka?" maka imam Malik menjawab : Ibnu Umar telah berbaiat kepada Abdul Malik bin marwan, dan dengan pedang ( dengan pemaksaan dan penaklukan -pen) ia memperoleh kekuasaan, ..........Imam malik mengkhabari kepadaku hal tersebut, bahwa Abdul malik menulis surat kepada abdullah bin umar, dan memerintahkan kepadanya untuk mendengar dan taat di atas kitabullah dan sunnah Nabi Nya.
أما الشافعي رحمه الله فقد روى البيهقي بإسناده عن حرملة قال : سمعت الشافعي يقول : كلّ من غلب على الخلافة بالسيف حتى يسمى خليفة ، ويجمع الناس عليه فهو خليفة ) ([6]) .
Aku mendengar Imam Syafi'i berkata ; Setiap orang yang menguasai atas sebuah kekhalifahan dengan pedang sehingga ia disebut sebagai seorang kholifah, dan manusia berkumpul atasnya maka dialah khalifah.
وقال النووي : ( أما الطريق الثالث فهو القهر والاستيلاء ، فإذا مات الإمام فتصدى للإمامة من جمع شرائطها من غير استخلاف ولا بيعة ، وقهر الناس بشوكته وجنوده ، انعقدت خلافته ، لينتظم شمل المسلمين ، فإن لم يكن جامعًا للشرائط ، بأن كان فاسقًا أو جاهلاً فوجهان أصحهما انعقادها لما ذكرناه وإن كان عاصيًا بفعله ) ([7]) . وإليه ذهب أبو عبد الله القرطبي ونسبه سهل بن عبد الله التستري وابن خويز منداد ([8]) .
Imam an-nawawi berkata : adapun cara yang ketiga yakni "pemaksaan dan penguasaan" yakni ketika seorang imam telah wafat, kemudian ia merintangi semua syarat-syarat pengangkatan Imam seperti, proses pergantian atau pembaiatan, ia memaksa manusia dengan kekuatan dan pasukan tempurnya, maka sah Kekhalifahannya, supaya mengatur persatuan kaum muslimin, meski tidak terpenuhi semua persyaratannya, meskipun dia seorang yang fasik ataupun jahil, maka kedua cara ini ( pemaksaan dan penguasaan ) adalah sah pengangkatannya sebagaimana yang telah kami sebutkan meskipun ia adalah seorang yang maksiat dengan perbuatannya.
Pendapat Imam An-nawawi ini diikuti oleh Abu abdillah al-qurtubi
وقال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله : ( فمتى صار قادرًا على سياستهم ، إما بطاعتهم أو بقهره فهو ذو سلطان مطاع إذا أمر بطاعة الله ) ([9]) .
Berkata Syaikh Islam Ibnu Taimiyah Rohimahullah ; Maka kapan ia adalah orang yang mampu mengatur manusia, boleh jadi dengan mentaati mereka atau dengan pemaksaannya dan ia memiliki kekuasaan untuk ditaati ketika ia memerintah dengan mentaati Allah.
وقال الشيخ محمد بن عبد الوهاب رحمه الله : ( الأئمة مجمعون من كل مذهب على أن من تغلَّب على بلد أو بلدان ، له حكم الإمام في جميع الأشياء ، ولولا هذا ما استقامت الدنيا ، لأن الناس من زمن طويل قبل الإمام أحمد إلى يومنا هذا ما اجتمعوا على إمام واحد ، ولا يعرفون أحدًا من العلماء ذكر أن شيئًا من الأحكام لا يصح إلا بالإمام الأعظم ) ([10]) .
Dan Syaikh Muhammad bin Abdil wahhab berkata ; " Para imam dari semua madzhab telah bersepakat bahwa barang siapa yang menguasai atas sebuah negara atau beberapa negara maka baginya hukum imam dalam segala perkara, kalau tidak demikian, maka dunia ini tidak tegak, karena manusia semenjak masa lampau sebelum Imam Ahmad sampai dengan hari ini mereka tidak berkumpul pada imam tunggal, dan mereka tidak mengetahui satupun dari para ulama yang menyebutkan suatu perkara hukum bahwa tidak sah kecuali dengan tegaknya imam a'dhom ( imam sedunia- pen ).
ويلاحظ من كلام الشيخ محمد بن عبد الوهاب رحمه الله : أنه يعتبر المتغلب حاكمًا تجب طاعته ، لا إمامًا وخليفة للمسلمين ، لأنه لم يستوف شروط الإمامة غالبًا ، ولم تنعقد له من طريق شرعي ، بل بالقوة والقهر والاستيلاء والغصب ، والغصب حرام في الإسلام .
Dan kesimpulan dari ucapan As-syaikh Muhammad bin abdil wahhab rohimahullah ; " bahwa diakuinya orang yang menguasai sebagai penguasa, maka wajib mentaatinya, tidak sebagai imam (a'dhom) atau kholifah kaum muslimin, karena tidaklah diterima syarat seorang imam yang menaklukkan, maka pengangkatannya tidak sah menurut cara syar'i, akan tetapi dengan kekuatan, pemaksaan, penguasaan dan perampasan, dan hukum merampas adalah haram.
فله حكم الإمام يطاع في طاعة الله ويجاهد معه ويصلى خلفه ، ولا يجوز الخروج عليه ، وإن كان عليه إثم فإثمه على نفسه ، والمسلمون منه برءاء قال صاحب كتاب الخلافـة وسلطة الأمة : ( ولكن هذه الأمة لم تكن خلافة حقيقة ، بل ملك وسلطنة وتغلب ... وفي التغلب يكون القول للسيف والحكم للغالب ضرورة ) ([11]) . وقال : ( وإطلاق اسم الإمامة على هؤلاء المتَغلِّبة وعلى الملوك والسلاطين مطلقًا باعتبار معناه الأعم ) ([12]) .
Maka tetap baginya berlaku hukum seorang imam yang ditaati di dalam ketaatan kepada Allah, berjihad bersamanya dan sholat di belakangnya, dan tidak boleh memberontak kepadanya, walaupun ia berdosa, maka dosa itu akan memberatkan dirinya, sementara kaum muslimin terbebas dari perbuatan dosanya.
Penulis kitab al-khilafah wa salathotu al-ummah berkata ; " akan tetapi umat ini tidak terwujud kekhalifahan yang hakiki, tetapi kerajaan, kesultanan dan penguasaan......dan di dalam hal penguasaan sebuah ucapan ( diikuti ) karena pedang dan hukum bagi orang yang berkuasa dengan cara merebut kekuasaan adalah karena darurat .
Dan ia berkata dan dimutlakkan ( disamaratakan ) nama keimaman bagi mereka yang berkuasa dengan cara merebut kekuasaan (al-mutaghollib) dengan para raja atau para sulthan secara umum dengan dianggap makna yang lebih umum) .
(dinukil dari kitab Al-imamatu al-'udzma fii dhou'i al-kitabi wa as-sunnah )


([1]) مآثر الإنافة (1/59) .
([2]) نفس المصدر ، وانظر : رئاسة الدولة في الفقه الإسلامي (ص 293) .
([3]) الأحكام السلطانية لأبي يعلى (ص 23) .
([4]) نفس المصدر (23) ، وانظر في هذا المعنى قوله مسندًا في طبقات ابن سعد : ( لا أقاتل في الفتنة ، وأصلي وراء من غلب ) . (4/149) وسنده صحيح إلى سيف المازني أما هو : فذكره ابن حاتم ولم يذكر فيه جرحًا ولا تعديلاً . انظر إرواء الغليل (2/304) .
([5]) الاعتصام للشاطبي (2/182) وكتابة ابن عمر وبيعته هذه ثابتة في البخاري وغيره وسبق تخريجها (ص 199) من هذا الفصل .
([6]) مناقب الشافعي للبيهقي (1/449) ط . أولى 1391 . تحقيق السيد أحمد صقر .
([7]) روضة الطالبين (10/46) .
([8]) الجامع لأحكام القرآن (1/269) .
([9]) منهاج السنة (1/142) .
([10]) الدرر السنية (7/239) . وممن ذهب إلى القول بالإجماع أيضًا الحافظ ابن حجر حيث قال : ( وقد أجمع الفقهاء على وجوب طاعة السلطان المتغلب والجهاد معه ، وأن طاعته خير من الخروج عليه ، لما في ذلك من حقن الدماء وتسكين الدهماء ) . فتح الباري (13/7) . قلت : ولعلهما لم يعتبرا خلاف الخوارج والمعتزلة ومن معهم خارقًا للإجماع . وهو الصحيح .
([11]) الخلافة وسلطة الأمة (ص27) .
([12]) نفس المرجع (ص28) .