Selasa, 15 Desember 2009

THOLIBU AL-ILMI

TIDAK BERBICARA TANPA ILMU

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا (36) سورة الإسراء

Dan janganlah kamu berkata/berbuat pada apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ (46) سورة هود

Allah berfirman: "Hai Nuh, Sesungguhnya Dia bukanlah Termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), Sesungguhnya (perbuatan) nya perbuatan yang tidak baik. sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat) nya. Sesungguhnya aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan Termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan."

هَا أَنْتُمْ هَؤُلَاءِ حَاجَجْتُمْ فِيمَا لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ فَلِمَ تُحَاجُّونَ فِيمَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (66) سورة آل عمران

Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah membantah tentang hal yang kamu ketahui, Maka kenapa kamu bantah membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui? Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.

Dalam ayat pertama, Allah memberikan arahan kepada Nabi-Nya dengan etika yang sangat agung. Yaitu, tidak boleh mengatakan sesuatu tanpa ilmu dan tidak memperdalamnya (tanpa ilmu).

Dalam ayat kedua, Allah melarang Nuh meminta sesuatu yang tidak ia ketahui.

Dalam ayat ketiga, Allah mengingkari ahli Kitab yang berargumentasi pada sesuatu yang tidak mereka ketahui. Hal itu dianggap sebagai kebodohan mereka. Kewajiban bagi orang yang tidak mengetahui adalah menahan diri untuk tidak bicara tentang hal itu secara dalam. Hendaklah ia tahu bahwa sikap seperti ini termasuk kebaikan dan bukan aib.

Para ulama salaf hingga sekarang menetapkan bahaya berbicara tanpa ilmu.

Berikut beberapa perkataan mereka :

كان ابن جماعة إذا سُئل عما لا يعلمه قال : لا أعلمه ، أو : لا أدري، فمن العلم أن تقول : لا أعلم ، وعن بعضهم : نصف العلم لا ادري .

Telah ada Ibnu Jama'ah Jika dia ditanya tentang apa yang tidak ia ketahui, maka ia berkata,'aku tidak tahu.' Termasuk ilmu adalah perkataan,'Aku tidak tahu,' sebagian mereka berkata, "Aku tidak tahu adalah setengah ilmu."

وقال ابن عباس: (إذا ترك العالم لا أعلم فقد أصيبت مقاتله)

Ibnu Abbas berkata, " Jika seorang alim meninggalkan kata " saya tidak tahu", maka ia telah tertimpa bencana'.

Hendaknya seorang alim mewariskan "tidak tahu" kepada murid-muridnya, karena banyaknya apa yang ia ucapkan".

Jawaban orang yang ditanya "tidak tahu' sama sekali tidak merendahkan kedudukannya. Tidak seperti diperkirakan oleh sebagian orang bodoh. Bahkan hal itu mengangkat derajatnya. Karena itu, adalah bukti akan keagungan kedudukannya, kekuatan agamanya, ketakwaannya kepada Rabb-nya, kesucian hatinya, kesempurnaan pengetahuannya dan keteguhannya yang baik.

Diriwayatkan dari kaum salaf, orang yang enggan mengatakan "tidak tahu" hanyalah orang yang lemah agamanya dan sedikit wawasannya. Karena dia takut jika harga dirinya jatuh di hadapan orang yang hadir. Ini adalah kebodohan dan ketipisan agama. Bahkan kesalahannya itu tersebar ditengah masyarakat. Maka ia pun terjatuh ke dalam jurang yang sebelumnya ia jauhi. Ia akan mendapatkan label buruk yang selalu ia hindari.

Allah Ta'ala telah memberikan arahan kepada para ulama melalui kisah Musa 'alaihi as-salam bersama khidhir 'alaihi as-salam, ketika Musa tidak mengembalikan ilmu kepada Allah ketika ia ditanya :"Apakah di bumi ini ada seseorang yang lebih 'alim dari anda?"

وقال الشيخ السعدى رحمه الله تعالى: من أعظم ما يجب على المعلمين أن يقولوا لما لا يعلمونه : الله أعلم وليس هذا بناقص لأقدارهم بل مما يزيد قدرهم ويستدل به على كمال دينهم وتحريهم للصواب

Syaikh as-Sa'di Rohimahullah berkata, "Di antara kewajiban paling besar pada para guru adalah mengatakan: 'Allah lebih mengetahui terhadap apa-apa yang tidak ia ketahui.' Ini sama sekali tidak mengurangi kedudukan mereka, bahkan mengangkat derajat mereka. Ia juga merupakan dalil akan kesempurnaan agama dan usaha mereka untuk mencari kebenaran.

Ada banyak pelajaran dalam sikap diam terhadap sesuatu yang tidak diketahui:

  • Inilah kewajiban yang harus dilakukan.
  • Jika dia tak berkomentar dan mengatakan "Hanya Allah yang lebih tahu," maka secepat mungkin ia akan mendapatkan ilmu tersebut dengan menelaah atau penelitian yang dilakukan oleh orang lain. Karena ketika seorang murid melihat gurunya tidak menjawab, maka ia akan berusaha keras untuk menghadiahkan hal itu pada sang guru. Sungguh indah!
  • Jika ia diam terhadap apa-apa yang tidak diketahui maka hal itu merupakan dalil bahwa dia terpercaya dan keteguhannya terhadap masalah-masalah yang ia yakini. Orang yang dikenal berani berbicara terhadap apa-apa yang tidak diketahui, maka hal itu merupakan faktor yang menyebabkan keraguan terhadap apa yang ia katakan, walaupun dalam masalah yang sudah jelas.
  • Ketika para pelajar melihat seorang guru diam terhadap apa yang tidak ia ketahui maka hal itu merupakan pengajaran dan arahan akan jalan baik ini. Mengambil teladan dengan ucapan dan amalan lebih utama daripada berteladan hanya dengan ucapan.

قال الامام ابن مفلح رحمه الله تعالى : فصل في قول العالم لا أدري واتقاء التهجم على الفتوى

Ibnu muflih Rohimahullah berkata, "Pasal tentang perkataan seorang alim "tidak Tahu" dan menjaga (diri) dari berani dalam berfatwa."

قال ابن عباس رضي الله عنهما: إذا ترك العالم لا أدري أصيبت مقاتله وكذا قال علي بن حسين

Ibnu Abbas Rodhiallahu 'anhuma berkata; "Jika seorang alim meninggalkan (kalimat) "tidak tahu" maka dia telah tertimpa bencana." Demikian pula dikatakan oleh Ali bin Hasan.

وقال مالك كان يقال إذا أغفل العالم لا أدري أصيبت مقاتله وقال أيضا كان رسول الله j إمام المسلمين وسيد العالمين يسأل عن الشيء فلا يجيب حتى يأتيه الوحي من السماء

Malik berkata, "Pernah dikatakan: Jika seorang alim lupa (mengatakan) "tidak tahu" maka bencana telah menimpanya."

Ia juga berkata, "Rasulullah j sebagai imam kaum Muslimin dan pemimpin bagi semua alam pernah ditanya tentang sesuatu. Lalu beliau tidak menjawab sehingga datang kepadanya wahyu dari langit."

وقال الشعبي لا أدري نِصْفُ العلم

As-Sya'bi berkata, "(Ucapan) Tidak tahu adalah setengah ilmu."

وصح عن ابن عمر رضي الله عنهما قال : العلم ثلاثة كتاب ناطق ، وسنة ماضية ، ولا أدري

Diriwayatkan dengan shahih dari Ibnu Umar Rodhiallahu 'anhu : "Ilmu itu ada tiga: kitab yang berbicara, sunah yang telah lalu dan (ucapan) tidak tahu.

وبإسناد حسن عن علي بن أبي طالب رضي الله عنه قال من علم الرجل أن يقول لما لا يعلم " الله أعلم " لأن الله عز وجل قال لرسوله عليه الصلاة والسلام : قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ (86) ص

Dengan sanad hasan, Ali bin Abi thalib Rodhiallahu 'anhu berkata, "Di antara keilmuan seseorang bahwa dia menagtakan " hanya Allah yang Maha tau" terhadap apa yang tidak ia ketahui. Karena sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman kepada Rasul-Nya : "Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu atas da'wahku dan bukanlah aku Termasuk orang-orang yang mengada-adakan".

وقال أحمد في رواية المروذي ليس كل شيء ينبغي أن يتكلم فيه وذكر أحاديث النبي صلى الله عليه وسلم { كان يسأل فيقول : لا أدري حتى أسأل جبريل }

Ahmad berkata dalam riwayat al-Marwazi, " tidak segala hal harus dibicarakan." Lalu ia menuturkan beberapa hadits dari Nabi j Beliau pernah ditanya lalu berkata, "Aku tidak tahu sehingga aku bertanya kepada Jibril."

وقال سفيان لقد كان الرجل يستفتى فيفتي وهو يرعد وقال سفيان من فتنة الرجل إذا كان فقيها أن يكون الكلام أحب إليه من السكوت

Sufyan berkata, "Di antara cobaan seseorang ketika dia sebagai seorang ahli fiqih, bahwa berbicara lebih ia sukai daripada diam."

وقال المروذي لأبي عبد الله إن العالم يظنونه عنده علم كل شيء فقال قال ابن مسعود رضي الله عنه : إن الذي يفتي الناس في كل ما يستفتونه لمجنون

Al-Marwazi berkata, "Aku berkata kepada Abu abdillah: "seorang alim dengan persangkaannya saja, segala sesuatu menjadi ilmu!' Lalu ia berkata, Ibnu Mas'ud... berkata, "Sesungguhnya yang memberikan fatwa kepada orang lain atas segala hal yang ditanyakan kepadanya adalah orang gila."

وعن علي أيضا خمس لو سافر الرجل فيهن إلى اليمن لكن عوضا من سفره : لا يخشى عبد إلا ربه ، ولا يخاف إلا ذنبه ، ولا يستحي من لا يعلم أن يتعلم ، ولا يستحي من تعلم إذا سئل عما لا يعلم أن يقول الله أعلم ، والصبر من الدين بمنزلة الرأس من الجسد وإذا قطع الرأس توى الجسد

Ali bin Abi Thalib Rodhiallahu 'anhu berkata, "Ada lima hal, seandainya seseorang melakukan dengannya ke Yaman, niscaya semua itu menjadi pengganti atas perjalanannya :

  1. tidak takutnya seorang hamba kecuali kepada Rabb-nya
  2. Tidak merasakan bahaya kecuali atas dosanya.
  3. Orang yang tidak tahu tidak merasa malu belajar.
  4. Orang yang belajar tidak merasa malu mengatakan "Hanya allah yang mengetahui", ketika ditanya tentang sesuatu yang tidak ia ketahui.
  5. Kedudukan sabar dalam agama bagaikan kepala bagi jasad. Jika kepala terputus maka badan pun hancur."

وقال القاسم وابن سيرين لأن يموت الرجل جاهلا خير له من أن يقول ما لا يعلم

Al-Qasim dan Ibnu sirin berkata, " Seseorang yang mati dalam keadaan bodoh itu lebih baik daripada mengatakan sesuatu yang tidak ia ketahui."

وقال سعيد بن جبير ويل لمن يقول لما لا يعلم إني أعلم

Said bin Zubair berkata, " Celakalah bagi seseorang yang mengatakan "saya tahu" atas pa yang tidak ia ketahui."

قَالَ مَالِكٌ : مِنْ فِقْهِ الْعَالِمِ أَنْ يَقُولَ : لَا أَعْلَمُ فَإِنَّهُ عَسَى أَنْ يُهَيَّأَ لَهُ الْخَيْرُ .[1]

Malik berkata, " Di antara kefaqihan seorang alim adalah dia berkata, "Aku tidak tahu". Semoga kebaikan telah dipersiapkan baginya."

قاله الغزالي : لو سكت من لا يعرف قل الاختلاف ، ومن قصر باعه وضاق نظره عن كلام علماء الأمة والاطلاع عليه فما له وللتكلم فيما لا يدريه والدخول فيما لا يعنيه ، وحق مثل هذا أن يلزم السكوت[2]

Al-Ghazali berkata, "Seandainya dia diam terhadap apa yang tidak ia ketahui, niscaya akan sedikit perbedaan pendapat. Barang siapa pendek kemampuannya dan sempit pandangannya dari berbagai perkataan para ulama umat dan penelaahannya, maka ia sama sekali tidak berhak untuk berkata dalam hal yang tidak ia ketahui dan berkecimpung dalam hal yang tidak bermanfaat baginya. Orang yang seperti ini mestinya diam.

قَالَ مَالِكٌ : وينبغي للمرء أن لا يتكلم إلا فيما أحاط به خبرا [3]

Malik berkata, " Semestinya seseorang itu tidak berbicara kecuali dalam hal yang ia pahami.

وقال السيوطى رحمه الله تعالى :....ردّ الجواب على من علمه الله فرض كما قال الله لآدم :( أَنْبِئْهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ)البقرة 33 ,والسؤال على من لم يعلم فرض قال الله تعالى : فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (43) النحل *[4]

As-Suyuthi Rohimahullah berkata, "....Menjawab sesuatu yang ia ketahui adalah wajib hukumnya, sebagaimana firman Allah Ta'ala kepada Adam: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka Nama-nama benda ini."

Demikian pula, bertanya terhadap apa yang tidak diketahui hukumnya wajib. Allah Ta'ala Berfirman ; "Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui".

وعن ابن عمر انه سأله أعرابي: أترث العمة ؟، فقال لا أدري . قال أنت لا تدري قال نعم . اذهب إلى العلماء فاسألهم

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia ditanya oleh seorang Badui, apakah seorang bibi mendapatkan waris? " Dia menjawab, "Tidak tahu." Orang itu bertanya kembali, "Kamu tidak tahu?!" Ia Menjawab, "ya. Pergilah kepada para ulama dan tanyalah pada mereka".

وسأل رجل عمرو بن دينار عن مسألة فلم يجبه فقال الرجل : إن في نفسي منها شيئا فأجبني فقال إن يكن في نفسك منها مثل أبي قبيس أحب إلي أن يكون في نفسي منها مثل الشعرة

Seorang laki-laki bertanya kepada amir bin dinar tentang suatu masalah, lalu ia tidak menjawabnya. Orang itu berkata " sesungguhnya di dalam hati saya ada sedikit jawaban tentangnya". Lalu ia berkata" jika di dalam dirimu ada jawaban bagaikan gunung abu qubais, maka hal itu lebih aku sukai daripada yang di dalam diriku hanya bagaikan seuntai rambut".

وَقَالَ ابْنُ مَهْدِيٍّ سَأَلَ رَجُلٌ مَالِكَ بْنَ أَنَسٍ عَنْ مَسْأَلَةٍ فَطَالَ تَرْدَادُهُ إلَيْهِ فِيهَا وَأَلَحَّ عَلَيْهِ فَقَالَ مَا شَاءَ اللَّهُ يَا هَذَا إنِّي لَمْ أَتَكَلَّمْ إلَّا فِيمَا أَحْتَسِبُ فِيهِ الْخَيْرَ وَلَسْتُ أُحْسِنُ مَسْأَلَتَكَ هَذِهِ.[5]

Ibnu Mahdi berkata" Seorang laki-laki bertanya kepada Malik bin Anas tentang sesuatu. Dia terus menerus datang dan mendesaknya. Lalu ia berkata" Masya Allah" aku tidak menjawab kecuali dalam hal yang menurutku ada kebaikan di dalamnya. Sekarang ini aku sama sekali tidak memahami dengan benar masalahmu.

Muhammad bin Abdil Hakim berkata, " Aku bertanya kepada Imam Syafi'I tentang nikah mut'ah, Apakah di dalamnya ada Talaq, pewarisan atau nafkah yang wajib atau persaksian?" Lalu ia menjawab, "Demi Allah aku tidak tahu".

وقال ابن عيينة كان أبو حصين إذا سئل عن مسألة قال ليس لي بها علم والله أعلم[6]

Ibnu Uyainah, " Dahulu Abu Al-husain jika ditanya tentang satu masalah, maka ia berkata, " Aku tidak memiliki ilmu tentang hal itu. Hanya Allah Yang Maha tahu.

وكنت أجالس البحر ابن عباس، وقد جلست مع أبي هريرة، وابن عمر فأكثرت.فكان هناك - يعني ابن عمر - ورع وعلم جم، ووقوف عما لا علم له به.[7]

Al-Qosim bin Muhammad berkata, " Aku pernah belajar kepada al-Bahr ibn Abbas, aku pernah belajar bersama abu hurairoh dan ibnu umar, lau banyak (menimba ilmu darinya). Di sana ada ( pada diri Ibnu Umar ) kewara'an, ilmu yang banyak dan sikap diam atas segala hal yang tidak diketahui.

نقلا من : معالم في طريق طلب العلم ص 205-211

لفضيلة الشيخ : عبد العزيز السدحان



[1] الآداب الشرعية

[2] الحاوي للفتاوي 2/116

[3] نظام الحكومة النبوية المسمى التراتيب الإدراية الشيخ عبد الحي الكتاني

[4] الحاوي للفتاوي في الفقه وعلوم التفسير والحديث والأصول والنحو والإعراب وسائر الفنون 1/284-285

[5] الآداب الشرعية

[6] تهذيب التهذيب 7/127

[7] سير أعلام النبلاء 5/55