Dari makalah CAI-PERMATA 2009 dengan judul
" HAKEKAT KEBENARAN MENETAPI QUR'AN HADITS JAMA'AH"
Oleh Ichwan Abdillah,SH[1]
Hal 58-61……………
Di dalam Jama'ah, satu-satunya Jama'ah berkewajiban mengaji Al-qur'an dan Al-hadits secara manqul-Musnad-Muttashil. Mengaji bacaannya, maknanya, keterangannya sampai faham sebagaimana yang dikerjakan para sohabat Nabi. Sebagaimana diucapkan Ibnu Mas'ud:
كَانَ الرَّجُلُ مِنَّا إذَا تَعَلَّمَ عَشْرَ آيَاتٍ لَمْ يُجَاوِزْهُنَّ حَتَّى يَعْرِفَ مَعَانِيَهُنَّ وَالْعَمَلَ بِهِنَّ(في مقدمة تفسير ابن كثير)
Seorang laki-laki dari kami ketika belajar sepuluh ayat; dia tidak meneruskannya sebelum mengetahui maknanya dan mengamalkannya.
Manqul secara harfiah artinya dipindahkan, maksudnya mengaji Alqur'an dan Al-hadits dengan cara berguru atau ilmu Alqur'an dan Al-hadits diperoleh melalui proses pemindahan ilmu dari guru ke murid.
Musnad artinya ilmu yang diberikan itu mempunyai isnad/sanad yang shohih. Sanad/isnad artinya sandaran, maksudnya mengajarkan Alqur'an dan Al-hadits dengan bersandar guru yang mengajarkan kepadanya, gurunya dari gurunya dst.
Muttashil artinya bersambung, maksudnya bahwa masing-masing sanad/isnad bersambung sampai kepada rosululloh shollallohu'alaihi wasallam.
Jadi, mengaji secara manqul-musnad-muttashil artinya mengaji Al-qur'an dan Al-Hadits secara langsung, seorang atau beberapa orang murid yang menerima dari seseorang atau beberapa orang guru dan gurunya tersebut menerima dari gurunya, dan gurunya dari gurunya lagi sambung bersambung, begitu seterusnya tanpa terputus sampai kepada penghimpun hadits seperti Imam Bukhori, Imam Muslim, Imam Nasa'I, Imam abu Dawud, Imam Tirmidzi, Imam Ibnu Majah, Imam Malik dll, yang telah mencantumkan isnad mereka di dalam kitab hadist mereka sampai kepada rosululloh shollallohu'alaihi wasallam.
Mengaji Al-qur'an dan Al-Hadist wajib dengan cara manqul-musnad-muttashil. Cara inilah yang dipraktekkan rosululloh shollallohu'alaihi wasallam, para shohabat, tabi'in, tabi'ittabi'in, serta ulama'ussholihin.
Perhatikan dalil-dalil dibawah ini ;
لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ (16) إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآَنَهُ (17) فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآَنَهُ (18) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ (19) سزرة القيامة
Janganlah kamu menggerakkan lisanmu (untuk mendahului malaikat jibril dalam membaca qur'an) karena tergesa-gesa dengannya. Sesungguhnya atas kami pengumpulan Qur'an dan bacaannya. Maka ketika selesai kami bacakan Qur'an itu maka ikutilah bacaannya. Kemudian sungguh ada pada kami keterangan Qur'an itu.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْمَعُونَ وَيُسْمَعُ مِنْكُمْ وَيُسْمَعُ مِمَّنْ سَمِعَ مِنْكُمْ*رواه ابوداود
Kalian mendengarkan dan didengarkan dari kalian dan didengar dari orang yang mendengarkan dari kalian.
Mengenai wajibnya manqul rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda :
عَنْ جُنْدُبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَالَ فِي كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِرَأْيِهِ فَأَصَابَ فَقَدْ أَخْطَأَ*رواه ابوداود
Barang siapa yang berkata dalam kitab Alloh Yang Maha Mulya dan Maha agung dengan pendapat sendiri lalu benar, maka sungguh-sungguh salah.
Dalam hal wajib berisnad-muttashil abdulloh bin Mubarok berkata di dalam Muqoddimah Hadist Muslim :
الْإِسْنَادُ مِنْ الدِّينِ وَلَوْلَا الْإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ * مقدمة صحيح مسلم
Isnad itu termasuk agama, andaikata tidak ada sandaran guru (isnad) niscaya berkata orang yang berkehendak pada apa yang dia kehendaki (berkata sekehendaknya sendiri).
Mengaji Al-qur'an dan Al-Hadits secara manqul-musnad –muttashil memiliki nilai yang tinggi (pol) yaitu;
- Mengesahkan ilmu dan amal
Firman Alloh
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا (36) سورة الإسراء
36. Dan janganlah kamu mengatakan/mengerjakan pada apa-apa yang tidak ada ilmu bagimu (ilmu manqul). Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan ditanya/diurus oleh Alloh
Orang yang mengaji Al-qur'an dan Al-Hadits dengan ro'yu (tidak mangqul) digambarkan sama halnya dengan orang yang mendapatkan uang asli tetapi dengan cara yang tidak sah seperti mencuri, atau diumpamakan seperti masuk kerumah orang lain tanpa idzin pemiliknya, atau masuk rumah tidak melalui pintu.
- Menjaga kemurnian agama
Orang yang mengaji secara Manqul-Musnad-Muttashil tidak berani menambah, mengurangi, mencampur dengan pendapat, angan-angan maupun analisa terhadap Al-qur'an dan Al-Hadits sehingga kemurnian tetap terjaga, ibarat air mengalir dari hulu yang dialirkan melalui pipa, walau sampai kemanapun tetap terjaga kebersihannya, tidak tercemar kotoran-kotoran disekitarnya.
- Mudah difahami dan diamalkan
Dengan sistem Manqul, Ilmu Al-qur'an dan Al-Hadits akan mudah difahami, tidak bertele-tele sehingga bisa segera diamalkan karena ada bimbingan dan tuntunan dari seorang guru. Orang yang mengaji Al-qur'an dan Al-Hadits secara mangqul dapat mengambil manfaat dari ilmunya, Alloh paring kemudahan dan kemudahan untuk mengamalkannya.
Merupakan kenyataan yang tidak dapat diingkari bahwa perkembangan Qur'an hadits Jama'ah di Indonesia berawal dariajakan mengaji Al-qur'an dan Al-hadits secara manqul-musnad-muttashil, semua Jama'ah yang terdiri dari berbagai macam tingkat pendidikan dan status sosial bisa mengaji Al-qur'an dan Al-hadits sampai faham dan mengamalkannya dengan benar.
Didalam Jama'ah, penyampaian Al-qur'an dan Al-hadits secara manqul-musnad-muttashil juga menggunakan kitab-kitab tafsir dan syarah-syarah hadits sebagai rujukan yang juga sudah dimangqulkan. Jadi sama sekali tidak mentafsirkan Al-qur'an dan menerangkan Al-hadits menurut hawa nafsunya sendiri, tetapi benar-benar berdasarkan rujukan dari kitab-kitab para 'ulama yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kitab-kitab rujukan tersebut antara lain;
- Al-qur'an, kitab rujukannya : Tafsir ibnu katsir, sebagai rujukan yang utama, kemudian tafsir at-thobari, Tafsir khozin, Tafsir Ibn 'Abbas, Tafsir Jalalain, dll
- Shohih Bukhori, kitab rujukannya : Syarah Fathul al-bary, Irsyadu al-sary, Al-kirmani, Umdatu al-qori
- Shohih Muslim, kitab rujukannya : Syarah an-nawawy
- Sunan Abi dawud, kitab rujukannya Syarah aunu Al-ma'bud, Almanhalu Al-adzbu Al-maurud, Badzlu Al-Majhud
- Sunan At-tirmidzi, Kitab rujukannya Tuhfatu Al-ahwadzi, 'aridhotu Al-ahwadzi
- Sunan An-nasai, Kitab rujukannya Syarah As-Suyuti, Hasyah As-sindi
- Sunan Ibnu Majah, Kitab rujukannya Hasyatu As-sindi, Mishbahu Az-zujajah, Kifayatu Al-hajati
- Muwatho Kitab rujukannya Tanwiru Al-hawalik, Aujazul Masalik, Al-Zurqoni, Al-Muntaqo
Pembahasan Masalah ini akan menyusul…………….Insya Alloh..Semoga Alloh memudahkan….atau bila ada ikhwan/ustadz yang yang mau membahasnya…fadhol…
( Kirimkan ke hijrah354@yahoo.com)
[1] Salah seorang ulama paku Bumi senior "Jama'ah354, Mareka adalah jajaran para mubaligh level utama di jama'ah354 yang dipersiapkan untuk mengawal kemurnian ilmu manqul H.Nurhasan Al-'Ubaidah, disebut "Paku Bumi" bagaikan fungsi gunung sebagai paku bumi agar bumi tidak bergeser, sebagaimana firman Alloh subhana wata'ala
وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (19) سورة الغاشية
Dan (apakah engkau tidak melihat) gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
Demikian pula fungsi mereka yaitu, mengawal Ilmu Manqul Qur'an Hadits Jama'ah Nur HasanAl-'ubaidah agar tidak bergeser dari kemurniannya. Alangkah tingginya perumpamaan ini, namun tidak seimbang dengan keilmuan yang disandangnya. Oleh karenanya ingatlah peringatan Allah Subhana Wata'ala;
وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا (37) سورة الإسراء
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung